GERHAN merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan yang sifatnya terpadu, menyeluruh, bersama-sama dan terkoordinasi dengan
melibatkan semua stakeholders melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan yang efektif dan efisien Kementrian Koordinator Kesejahteraan
Rakyat, 2003. Program ini bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor dan kekeringan
secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah
Aliran Sungai DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, 2003. GERHAN ini meliputi
dua ruang lingkup yaitu : 1.
Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan GERHAN ini meliputi dua kegiatan pokok yaitu,
a. Kegiatan Pencegahan Perusakan Lingkungan
Kegiatan pencegahan perusakan lingkungan adalah kegiatan sosialisasi kebijakan perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan penegakan
hukum. b.
Kegiatan Penanaman Hutan dan Rehabilitasi Kegiatan ini meliputi penyediaan bibit tanaman pengadaan bibit, renovasi
dan pembangunan sentra produksi bibit, penanaman reboisasi, hutan rakyat, pemeliharaan tanaman,dan lain-lain dan pembuatan bangunan
konservasi tanah dam pengendali, dam penahan, pembuatan teras terasering, sumur resapan, dan lain-lain, penyusunan rencana dan
rancangan kegiatan, pengembangan kelembagaan pendampingan, pelatihan dan penyuluhan dan pembinaan.
2. Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah kegiatan GERHAN diarahkan pada daerah-daerah aliran sungai yang kritis. Pemerintah telah mengidentifikasikan 68 DAS kritis
yang perlu segera ditangani.
2.2 Aspek Teknis
Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Maluku 2006, aspek teknis yang sangat penting dalam merealisasi kegiatan GERHAN adalah perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan serta pengendalian. Tahapan teknis selanjutnya dijabarkan ke dalam komponen-komponen kegiatan, dengan memperhatikan
kelayakan lokasi, kelayakan jenis tanaman sesuai kondisi biofisik wilayah, dan pelaksanaan teknis kegiatan di lapangan merupakan faktor yang sangat perlu
diperhatikan.
2.3 Aspek Sosial Ekonomi
Pembangunan kehutanan merupakan salah satu bagian dalam pembangunan yang terintegrasi ke dalam pembangunan wilayah secara keseluruhan. Program
GERHAN yang merupakan upaya pemerintah dalam rangka pembangunan kehutanan seharusnya memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di
samping aspek teknis dan biologi. Perhatian pada aspek-aspek tersebut diyakini akan memberikan kontribusi positif dalam pencapaian tujuan program GERHAN
pada khususnya dan pembangunan masyarakat baik sekitar hutan maupun keseluruhan pada umumnya Departemen Kehutanan 2005.
Dalam perkembangannya, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis telah dimulai pada tahun 1960-an. Secara
nasional program ini dicanangkan sebagai program penyelematan hutan dan air. Dalam pelaksanaannya selama masa orde baru, bahkan sampai masa Reformasi,
program ini belum berhasil dengan baik. Luasan lahan yang direhabilitasi dan hutan yang terselamatkan belum maksimal Kartasubrata 1986.
Bila dicermati lebih jauh, fakta ketidakberhasilan tersebut karena faktor- faktor teknis teknik pertaniansilvikultur yang tidak sesuai dengan lokasi,
maupun faktor kesesuaian teknik dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat Departemen Kehutanan 2005. Misalnya disebabkan karena
kemungkinan oleh keterlibatan petani dalam tahapan perancangan kegiatan, tanaman yang diberikan tidak disukai petani karena mengurangi ruang untuk
tanaman semusim yang dibutuhkan petani untuk kehidupan sehari-hari, pertumbuhan tanaman tidak menggairahkan lambat, adanya larangan menebang,
minimnya bimbingan dan penyuluhan dalam hal perawatanpemeliharaan tanaman. Selain itu , motif ekonomi juga turut mewarnai dimana penduduk
menganggap lahan tersebut potensial untuk perladangan dan peternakan. Dalam program ini, diharapkan disamping penerapan aspek kesesuaian
tanaman dengan lokasi setempat, dipertimbangkan juga aspek kesesuaian dengan sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Menurut Departemen Kehuatanan 2005, Pengelolaan hutan berbasis masyarakat alternatif pelaksanaan GERHAN, perbedaan persepsi dan cara
pengelolaan serta pemanfaatan hutan seringkali menimbulkan konflik, baik secara vertikal pemerintah dengan masyarakat maupun horisontal masyarakat dengan
masyarakat. Sebagai catatan sejak tahun 1973 sampai 2003, berbagai kasus benturan kepentingan dalam pengelolaan hutan telah terjadi, dimana yang paling
banyak adalah benturan kepentingan ekonomi pada kawasan hutan hutan bahkan termasuk pada kawasan yang harusnya dilindungi.
Untuk menghindarkan konflik dalam pengelolaan hutan diperlukan perubahan pendekatan pengelolaan, dimana kehutanan bukan lagi semata-mata
dimonopoli oleh negara saja, tetapi milik seluruh pelaku kehutanan yakni masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Diperlukan kerjasama dan keterlibatan
para pihak tersebut untuk mengurangi laju degradasi hutan serta memperbaikinya dengan menghindari konflik.
Inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah dalam kerangka tersebut adalah merancang GERHAN, yang dalam pelaksanaanya membuka ruang yang sangat
besar bagi para pihak untuk berpartisipasi. Masyarakat sebagi pelaku, pelaksana serta sasaran program tersebut seyogianya menangkap peluang tersebut,
berpartisipasi dan berperan aktif untuk mengembangkannya.
2.4 Aspek Kelembagaan
2.4.1 Pengertian Kelembagaan
Kelembagaaninstitusi didefenisikan sebagai aturan dalam masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar individu dalam mengadakan
hubungan-hubungan Rodgers 1994 diacu dalam Nugroho 2003. Sedangkan North
1990 diacu
dalam Nugroho
2003, menjelaskan
bahwa