Ternak Itik Regional development strategy based on duck farming (Case Study in Hulu Sungai Utara District Kalimantan Selatan Province)

merupakan rangkaian yang juga tidak akan lepas dari subsistem agribisnis hilir, yaitu perdagangan, pengolahan dan jasa agribisnis. Pembangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan serta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan masyarakat Bahri, 2008.

2.3 Ternak Itik

Itik merupakan unggas yang senang berkelompok, makan bersama-sama terutama ketika mencari invertebrata bawah permukaan air Cherry and Morris, 2008. Itik dapat menyebar ke kawasan yang luas karena bersifat aquatik. Selain itu makanan itik bersifat omnivorus pemakan segala, mulai dari biji-bijian, rumput-rumputan, umbi-umbian dan makanan yang berasal dari hewan atau binatang-binantang kecil. Sifat spesifik lain dari itik adalah kakinya relatif pendek dibanding tubuhnya, antara jari yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh selaput renang, serta bulu-bulunya yang tebal dan berminyak sehingga dapat menghalangi air masuk ke dalam tubuhnya ketika berada dalam air. Dengan demikian meskipun sudah dijinakkan, itik cenderung menyukai hidup di air Suharno dan Amri, 2010. Beberapa itik lokal diberi nama sesuai dengan lokasinya dan mempunya ciri morphologi yang khas, contohnya Itik Tegal, Itik Alabio, Itik Bali, Itik Magelang, Itik Cirebon Setioko et al., 1994. Itik Alabio Anas Platyrynchos Borneo adalah salah satu komoditas unggulan yang dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat di Kabupaten HSU, Kalimantan Selatan. Menurut Badan Standar Nasional 2009 persyaratan Itik Alabio jantan muda yaitu sebagai berikut: a postur tubuh tegak membentuk sudut 70 derajat; b paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung; c terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai kebagian belakang kepala dan bulu bagian atas berwarna hitam; d kaki berwarna kuning jingga; e bulu leher bagian depan berwarna kuning sedangkan bagian belakang berwarna hitam; f bulu dada berwarna coklat kemerahan; g bulu punggung dan perut berwarna abu-abu dengan bercak coklat; h bulu sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap; i bulu ekor berwarna hitam dan melingkar ke atas; sedangkan persyaratan untuk Itik Alabio betina muda yaitu: a postur tubuh tegak membentuk sudut 70 derajat; b terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan bulu kepala bagian atas berwarna coklat bercak putih; c paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung; d kaki berwarna kuning jingga; e bulu leher bagian belakang berwarna coklat sedangkan bagian depan berwarna putih; f bulu dada berwarna coklat; g bulu perut dan punggung berwarna coklat bercak abu-abu; h bulu sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap; i bulu ekor berwarna coklat bercak hitam. Produktivitas Itik Alabio yaitu mulai bertelur pada umur lebih kurang 6 bulan, produksi telur mencapai 260 butirekortahun dan berat telur 63,5 grambutir dengan warna kulit telur hijau kebiruan Dinas Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2009. Sedangkan menurut Wasito dan Rohaeni 1994 masa dewasa Itik Alabio betina pada umur 6 bulan dengan masa bertelur 8-10 bulan per tahun sampai mencapai umur 3,5 tahun, setelah itu diafkir. Itik Alabio termasuk itik petelur yang baik produksi telurnya, bisa mencapai 275 butirekortahun, tetapi berat telurnya rata-rata lebih ringan dari Itik Jawa atau Itik Bali yaitu 50 – 70 gram. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional bibit induk muda harus berasal dari induk yang mempunyai rataan produksi telur minimal 60 selama masa produksi, daya tetas yang dicapai minimal 60 dari telur yang fertil, bobot telur tetas minimal 58 gram dan telur dengan kerabang berwarna hijau kebiruan. Menurut Clayton dalam Cherry dan Morris 2008 tingginya produktivitas Itik Alabio disebabkan pengalaman beternak dan tidak tergantung pada teknologi genetik dari barat. Itik Alabio termasuk jenis itik petelur yang sejenis dengan Itik Tegal Jawa Tengah, Itik Mojokerto Jawa Tengah, Itik Karawang Jawa Barat, Itik Bali atau Itik Pegagan yang terdapat di Kabupaten Ogan Komiring Ilir Sumatera Selatan. Perbedaan secara fisik antara masing-masing jenis itik petelur tersebut tidak terlalu jauh. Hanya saja, Itik Alabio dikenal cocok dibudidayakan di lahan rawa lebak Noor, 2007. Cara pemeliharaan Itik Alabio di lahan lebak dibedakan menjadi tiga yaitu ekstensif, intensif dan campuran semi intensif Wasito dan Rohaeni, 1994. Nama Itik Alabio diambil dari nama kota kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan yang jaraknya dari Amuntai ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara sekitar 5 km, atau dari Banjarmasin ibukota Provinsi Kalimantan Selatan sekitar 190 km. Alabio dikenal karena sejak lama menjadi tempat perdagangan unggas itik ini. Kota Alabio ini terletak di tengah- tengah aliran DAS Sungai Nagara, anak Sungai Barito yang merupakan salah satu kawasan rawa lebak yang terluas di Kalimantan Selatan Noor, 2007. “Itik Banar” adalah sebutan masyarakat peternak itik di Kabupaten Hulu Sungai Utara untuk itik lokal yang kemudian diberi nama Itik Alabio. Pemberian nama Itik Alabio ini juga berlatar belakang karena peternak itik membeli itik yang baik di Pasar Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 1992. Menurut Cherry dan Morris 2008 cara pemeliharaan dan kandang itik sangat bervariasi di dunia, menggambarkan perbedaan iklim, kelerengan, pembangunan ekonomi dan permintaan pasar. Di beberapa daerah tropis dimana daerahnya banyak perairan, kandang itik dibangun panggung di atas sungai atau danau atau mengembang di atas air sehingga kotorannya ke dalam air.

2.4 Pakan Ternak

Dokumen yang terkait

Prevealence of Salmonella sp. on Hatched Failure of Eggs and One Week's Duckling at The Hatchery Center for Alabio Duck in The District of Hulu Sungai Utara South Kalimantan Selatan

0 5 6

Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin based mining)

3 71 349

Natural resource conflicts on iron sand mining area: an implication study of regional autonomy (A Case Study in Kulon Progo District Yogyakarta Province)

0 14 255

Regional Development Planning based on Rubber Plantation : Case Studies in two Sub-districts in Cianjur District.

3 15 236

Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin-based mining)

0 3 683

Development strategy for community based park in Pontianak Kota District, West Kalimantan

0 12 107

Regional development strategy based on duck farming (Case Study in Hulu Sungai Utara District Kalimantan Selatan Province)

3 13 124

Study On Mangrove Potentials Of Silvofishery Development In Tulang Bawang District, Lampung Province

1 10 78

MAINTENANCE STRATEGY BASED ON RELIABILITY(CASE STUDY IN COOPERATIVA CAFÉ TIMOR, EAST TIMOR MAINTENANCE STRATEGY BASED ON RELIABILITY (CASE STUDY IN COOPERATIVA CAFÉ TIMOR, EAST TIMOR).

0 4 12

Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Contamination of Enterobacteriacea on Alabio duck eggs in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan

0 0 7