Potensi Pengembangan Padi dan Sagu

58 Gambar 16 Peta Potensi Pengembangan Padi dan Sagu di Kab. HSU Lokasi Penelitian

5.7 Ketersediaan dan Daya Dukung Pakan Ternak

Pakan ternak merupakan faktor penting dalam pengembangan usaha peternakan itik, karena kebutuhan biaya pakan merupakan biaya produksi yang terbesar bagi pemeliharaan itik secara intensif. Dengan demikian pemberian pakan harus efisien, murah dan berkualitas. Berkembangnya usaha peternakan itik di Kabupaten HSU sangat tergantung dengan sumberdaya alam yang ada. Peternak itik terutama menggunakan pakan yang tersedia di daerah rawa seperti padi, dedak padi, keong, sagu dan ikan. Peternak umumnya menyusun sendiri ransum untuk pakan ternak itik, masing-masing peternak memiliki kemampuan menyusun ransum walaupun tidak berdasarkan kandungan nutrisinya namun hanya berdasarkan pengalaman mereka yang sudah cukup lama beternak. Menurut Wasito dan Rohaeni 1994 komposisi ransum untuk 130 ekor ternak itik per minggu yang dipelihara secara intensif yaitu beras 140 liter, dedak 140 kg, sagu 3 paraspotong, ikan kering 5,6 kg dan keong 6,4 kg. Pada waktu surut biasanya petani memanfaatkan lahan rawa untuk ditanami padi. Peningkatan produksi padi sangat bermanfaat bagi pengembangan peternakan itik, karena dedaknya dapat digunakan sebagai bahan pakan itik. Fluktuasi ketersediaan pakan yang sangat tergantung dengan musim sangat mempengaruhi perkembangan peternakan itik. Untuk itu perlu dilakukan penghitungan ketersediaan pakan lokal yang banyak terdapat di daerah rawa dan digunakan oleh peternak untuk pakan ternak itik. Proyeksi ketersediaan dedak dihitung dari konversi produksi padi dengan asumsi produksi dedak sebesar 10 dari produksi padi Rahayu, 2008. Ternak itik membutuhkan dedak sekitar 0,15 kgekorhari. Tingkat produktivitas pada setiap tingkat kesesuaian lahan dihitung berdasarkan indeks produksi. Menurut Sutaadmadja 2005 kisaran indeks produksi pada masing-masing kelas yaitu pada kelas S2 = 0,60 - 0,80 dari produksi optimal, S3 = 0,40 - 0,59 dari produksi optimal. Diasumsikan pada perhitungan ini menggunakan indeks produksi tertinggi. Pada lahan tidak sesuai padi namun eksisting sawah dengan indeks produksi 0,40. Produktivitas padi rata-rata di Kabupaten HSU 5,8 tonha Dinas Pertanian Kab. HSU, 2009. Produksi padi ditentukan dengan menghitung luas masing-masing kelas kesesuaian lahan yang sesuai dikalikan dengan masing-masing indeks produksi dan tingkat produksi rata-rata. Hasil perhitungan ketersediaan dedak berdasarkan penggunaan lahan eksisting sawah pada masing-masing kesesuaian lahan, untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 18. Indeks ketersediaan pakan ternak dedak menggambarkan status ketersediaan pakan ternak dedak pada masing-masing kecamatan apakah tergolong aman, rawan, kritis atau sangat kritis. Tabel 18 Ketersediaan Pakan Dedak No Kecamatan Populasi Ternak Itik ekor Produksi Dedak kg Kapasitas Tampung ekor Indeks Ketersediaan Status 1 Danau Panggang 187.277 1.117.364 20.408 0,11 Sangat kritis 2 Paminggir 4.570 - - 0,00 Sangat kritis 3 Babirik 186.798 1.970.314 35.987 0,19 Sangat kritis 4 Sungai Pandan 185.029 2.287.873 41.788 0,23 Sangat kritis 5 Sungai Tabukan 95.020 582.117 10.632 0,11 Sangat kritis 6 Amuntai Selatan 256.589 759.989 13.881 0,05 Sangat kritis 7 Amuntai Tengah 196.731 1.289.866 23.559 0,12 Sangat kritis 8 Banjang 45.346 837.482 15.296 0,34 Sangat kritis 9 Amuntai Utara 55.583 1.093.613 19.975 0,36 Sangat kritis 10 Haur Gading 41.309 544.557 9.946 0,24 Sangat kritis Keterangan: produksi dedak berdasarkan perhitungan luas lahan pada penggunaan lahan eksisting sawah Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa indeks ketersediaan dedak padi pada semua kecamatan kurang dari 1 sangat kritis. Dengan demikian dilihat dari ketersediaan dedak di semua kecamatan tidak mencukupi kebutuhan pakan ternak itik sehingga dibutuhkan dedak dari luar kabupaten. Adanya ketergantungan pakan ternak dedak dari kabupaten lain menyebabkan biaya produksi lebih tinggi karena biaya transportasi. Daya dukung pakan dedak potensial pada masing-masing kecamatan dihitung dengan mengkombinasikan data penggunaan lahan sawah eksisting dan lahan lain yang berpotensi untuk dijadikan sawah dengan tingkat kesesuaian lahan S2 dan S3. Status daya dukung pakan dedak berdasarkan hitungan tersebut dilihat pada Tabel 19.

Dokumen yang terkait

Prevealence of Salmonella sp. on Hatched Failure of Eggs and One Week's Duckling at The Hatchery Center for Alabio Duck in The District of Hulu Sungai Utara South Kalimantan Selatan

0 5 6

Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin based mining)

3 71 349

Natural resource conflicts on iron sand mining area: an implication study of regional autonomy (A Case Study in Kulon Progo District Yogyakarta Province)

0 14 255

Regional Development Planning based on Rubber Plantation : Case Studies in two Sub-districts in Cianjur District.

3 15 236

Regional sustainable development in the Kepulauan Bangka Belitung Province (case studies regional economic transformation tin-based mining)

0 3 683

Development strategy for community based park in Pontianak Kota District, West Kalimantan

0 12 107

Regional development strategy based on duck farming (Case Study in Hulu Sungai Utara District Kalimantan Selatan Province)

3 13 124

Study On Mangrove Potentials Of Silvofishery Development In Tulang Bawang District, Lampung Province

1 10 78

MAINTENANCE STRATEGY BASED ON RELIABILITY(CASE STUDY IN COOPERATIVA CAFÉ TIMOR, EAST TIMOR MAINTENANCE STRATEGY BASED ON RELIABILITY (CASE STUDY IN COOPERATIVA CAFÉ TIMOR, EAST TIMOR).

0 4 12

Kontaminasi Enterobacteriaceae pada telur itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Contamination of Enterobacteriacea on Alabio duck eggs in Hulu Sungai Utara District, South Kalimantan

0 0 7