Kecerdasan Spiritual Jenis-jenis Kecerdasan

17 pihak. Memahami orang lain berarti memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, serta diinginkan oleh orang tersebut, dan kemampuan ini dapat dilatih. Untuk memastikan pemahaman menganai orang lain ini tidak keliru, diperlukan keterbukaan dan upaya mendapatkan umpan balik dari orang yang bersangkutan. Saat terjadi ‘benturan’ dengan orang lain, usahakan untuk memikirkan apa kiranya yang dipikirkan orang tersebut, apa yang dirasakannya, serta apa yang diinginkannya tanpa menggunakan ‘kaca mata’ kita sendiri. Agar dapat memahami kondisi emosi orang tersebut secara lebih tepat, kita perlu mengenalnya dengan lebih dekat. Untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain, ada banyak keterampilan sosial yang perlu dilatih, yaitu kemampuan mendengarkan secara efektif dan kemampuan komunikasi yang efektif. Apabila kecerdasan intelegensi IQ lebih berkaitan dengan faktor kognitif, maka kecerdasan emosional EQ lebih berkaitan dengan faktor afektif. Sebagaimana diketahui faktor afektif seringkali memengaruhi faktor kognitif sehingga kecerdasan emosional merupakan faktor motivasional yang akan mendorong atau menghambat penggunaan seluruh kapasitas kecerdasan, atau menyebabkan individu enggan atau tak mampu menggunakan kecerdasannya secara optimal. Selain itu, Zohar 2000 mengajukan pendapat bahwa baik IQ maupun EQ secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, tidak mampu untuk menjelaskan seluruh kompleksitas kecerdasan manusia. Menurut Zohar, dengan kedua kecerdasannya IQ dan EQ, manusia mampu memahami situasi dan menampilkan perilaku yang sesuai untuk menghadapinya namun dibutuhkan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual untuk membuat manusia mampu melakukan transendensi.

2.3 Kecerdasan Spiritual

Dalam buku klasiknya, An Essay on Man, Cassirer 1944 menguraikan bagaimana sejak zaman purba, manusia secara instinktif sudah menyadari dan mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang lebih ‘besar’ daripadanya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk terhubung connect dengan sesuatu yang lebih ‘besar’ dari dirinya itu. Bagi orang-orang beragama, ‘sesuatu’ itu biasa dimaksudkan sebagai Allah, Tuhan, Dewa dan lain sebagainya sedangkan bagi yang tidak beragama, hal itu seringkali dikaitkan dengan alam semesta atau kekuatan-kekuatan hebat lain yang ada. Berbeda dengan spesies lainnya, manusia memang cenderung mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang terkait dengan sesuatu yang lebih 18 besar darinya; manusia mempunyai kecenderungan dan kemampuan berpikir melampaui dirinya transendental. Manusia mampu dan cenderung untuk mencari jawaban atas berbagai hal besar dalam hidupnya, misalnya untuk apa saya hidup? Bagaimana dan dari apakah alam semesta ini terbuat? Di manakah posisi saya dalam alam semesta yang luas ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dari kebutuhan pada manusia akan pengalaman yang memiliki makna yang mendalam deep meaning, tujuan serta nilai yang bermakna. Itu semua membawa manusia pada pertanyaan yang lebih mendalam dan bijak mengenai hidup serta akan berdampak pada berbagai keputusan serta pengalaman hidupnya Zohar, 2010. Kecenderungan itu menunjukkan bahwa selain sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, pada dasarnya manusia juga merupakan makhluk spiritual. Kecenderungan tersebut tidak akan mampu terjawab hanya melalui kecerdasan IQ dan kecerdasan emosi EQ semata. Ada kecerdasan ketiga yang memungkinkannya yaitu kecerdasan spiritual SQ, yang oleh Zohar dan Marshall disebut sebagai kecerdasan tertinggi. Zohar mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai berikut. ….. kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain Zohar dan Marshall, 2007: 4. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan walaupun tidak identik dengan keberagamaan. Mungkin saja ada orang beragama namun mempunyai kecerdasan spiritual yang tidak terlalu tinggi. Kenyataan itu sering dijumpai pada orang yang menjalankan berbagai ritual keagamaan hanya sebagai suatu kebiasaan dan keharusan, tanpa betul-betul menyadari, mencari atau berusaha memahaminya secara mendalam penuh kesadaran. Sebaliknya, mungkin saja ada orang yang tidak berargama secara formal namun menyadari bahwa dirinya merupakan bagian kecil dari sesuatu yang lebih besar walaupun dalam pengertian alam semesta. Oleh karena itu, perlu menjalani hidup sesuai bagi kepentingan yang lebih besar dari sekedar dirinya sendiri. Dengan demikian, untuk menjalankan keagamaan dengan penuh 19 kesadaran dan mendapatkan pemahaman agama dibutuhkan kecerdasan spiritual namun kecerdasan spiritual sendiri tidak menjamin ketaatan seseorang dalam beragama.

2.4 Titik Tuhan