Inteligensi dan IQ Jenis-jenis Kecerdasan

12 Excel untuk membuat spreadsheet, Adobe Photoshop untuk memanipulasi arsip gambar atau SPSS untuk analisis statistik. Berdasarkan analogi tersebut, dapat dikatakan jika tubuh kita dapat diandaikan sebagai komputer; otak adalah keping prosesor dan inteligensi adalah sistem operasinya. Keduanya memungkinkan kita “meng-install” berbagai kemampuan yang memunculkan berbagai tingkah laku manusia, seperti menggubah drama Romeo dan Juliet, membangun Borobudur, merumuskan E=mc2, dan lain sebagainya. Dengan demikian sistem operasi yang memungkinkan terjadinya semua tingkah laku ini terjadi adalah inteligensi.

2.1 Inteligensi dan IQ

Inteligensi menjadi sangat populer dibicarakan sejak awal abad kedua puluh, sejak Alfred Binet dan Theodore Simon mengembangkan pengukuran inteligensi modern pertama. Konsep inteligensi sendiri berpangkal pada pandangan Darwin mengenai survival of the fittest. Menurut Darwin, spesies yang bertahan adalah spesies yang memiliki kemampuan adaptasi yang terbaik. Bertolak dari pemikiran tersebut, banyak penelitian diarahkan kepada kemampuan beradaptasi manusia. Manusia yang unggul adalah manusia yang mampu beradaptasi dengan lebih baik. Kemampuan beradaptasi inilah yang disebut sebagai inteligensi. King 2011:253 dalam buku The Science of Psychology mendefinisikan inteligensi sebagai berikut, “All-purpose ability to do well on cognitive tasks, to solve problems, and to learn from experienc e”. Inteligensi dianggap sebagai kemampuan menggunakan kognisi guna memecahkan masalah dan beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan yang dipelajari dari pengalaman. Pada awalnya pengukuran inteligensi dilakukan untuk kepentingan merekrut tentara, kemudian kepentingan mendapatkan orang yang tepat dalam pendidikan dan perusahaan. Hasil pengukuran inteligensi biasanya disebut sebagai IQ intelligence quotient. Kemampuan yang dianggap paling penting untuk berhasil dalam bidang-bidang tersebut adalah kemampuan analisis. Selanjutnya, pengujian inteligensi saat itu umumnya berupa pengujian kemampuan analisis. Semula para ahli di bidang inteligensi menganggap hanya ada satu macam inteligensi. Satu kemampuan ini bertanggung jawab atas semua keberhasilan individu. Pandangan itu umumnya 13 beranggapan bahwa kemampuan analitikal adalah kemampuan tunggal tersebut. Pandangan tersebut bertahan cukup lama. Berbagai seleksi untuk penempatan di bidang pendidikan umumnya didasarkan pada kemampuan terhadap bidang tersebut. Seseorang dianggap pandai jika kemampuan analitikalnya tinggi. Pada umumnya, pendidikan memang ditekankan pada kemampuan analitikal karena siswa-siswa yang dianggap berhasil biasanya memang mereka yang memiliki kemampuan analitikal tinggi. Pertanyaan yang sering kali muncul adalah, mengapa banyak siswa yang unggul di sekolah, setelah terjun dalam masyarakat tidak lagi menunjukkan keunggulannya? Sebaliknya, mereka yang tidak unggul dalam pendidikan sering kali menunjukkan keunggulan dalam masyarakat. Sternberg menjelaskan masalah hal tersebut dengan mengatakan bahwa kecerdasan tidak hanya satu macam. Menurut Sternberg, terdapat tiga macam inteligensi pada manusia, yaitu Analytical Intelligence Kecerdasan Analitikal, Practical Intelligence Kecerdasan Praktikal, dan Creative Intelligence Kecerdasan Kreatif. Inteligensi Analitikal banyak dirangsang di sekolah. Oleh karena itu, untuk berhasil di sekolah siswa membutuhkan Kecerdasan Analitikal. Sebaliknya, dalam kehidupan di tengah masyarakat, yang dibutuhkan adalah Kecerdasan Praktikal. Apabila sekolah tidak mengembangkan kecerdasan jenis ini, sulit mengharapkan individu akan berhasil saat telah terjun dalam masyarakat. Sejak akhir abad kedua puluh, para ahli yang memusatkan perhatiannya pada masalah kecerdasan pada akhirnya mereka menemukan adanya aneka ragam inteligensi. Seorang tokoh yang teorinya sangat populer saat ini adalah Gardner dari Harvard. Gardner mengajukan teori Multiple Intelligence Kecerdasan Majemuk. Kecerdasan menurut Gardner 1999 adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan produkkarya yang bernilai bagi masyarakatnya. Oleh karena itu, inteligensi tidaklah satu macam. Dalam Frame of Mind, Gardner 1983 mengajukan delapan macam kecerdasan, yakni: 1 linguistik; 2 matematik-logikal; 3 spasial; 4 kinestetik-jasmani; 5 musikal; 14 6 interpersonal; 7 intrapersonal; dan 8 naturalistik. Pada tahun 1999, dalam bukunya Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century , Gardner menegaskan bahwa Naturalistik sebagai sebuah kecerdasan dapat ditambah secara tentatif dengan dua macam kecerdasan lain, yaitu kecerdasan Eksistensial dan kecerdasan Spiritual. Orang dapat sukses melalui kecerdasan yang berbeda; tidak hanya kecerdasan analitik. Sebagai contoh, kita mengenal orang-orang yang sukses dalam bidang musik walaupun prestasinya di sekolah hanya pas-pasan saja. Ada pula yang mempunyai prestasi yang luar biasa di sekolah namun selalu canggung dalam berhadapan dengan orang lain. Dengan berpegang pada pendapat inteligensi ganda, paling tidak, ada dua pilihan yang dapat ditempuh, yaitu fokus pada kecerdasan yang menjadi kekuatan kita, seperti Anggun C. Sasmi yang sejak sangat muda menetapkan untuk meninggalkan bangku sekolah dan fokus pada pengembangan karirnya di bidang musik atau justru berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara merata, termasuk kemampuan yang terlemah. Idealnya, saat seorang anak masih sangat muda, saat belum terlihat kemampuannya yang paling menonjol, sebaiknya ia diberikan berbagai macam rangsangan agar semua kemampuannya dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dikenali letak kekuatannya.

2.2 Kecerdasan Emosional