122 keluarga yang tidak lengkap, karena tidak ada ayah atau ibu, dan mungkin saja ia berada di
dalam  keluarga  yang  sangat  besar,  karena  adanya  nenek,  kakek,  dan  keluarga  lainnya. Kesemuanya itu dapat memengaruhi sosialisasi yang dialaminya, dan juga memengaruhi
kepribadiaannya.
Dari  orang-orang  di  sekitar  keluarga  inilah  seorang  individu  belajar  mengenai perilaku-perilaku  yang  dicontohkan  oleh  individu  lain  di  dalam  keluarga.  Misalnya
tentang cara dan waktu makan, tidur, dan berbagai aktivitas lainnya. Ada keluarga yang mendisiplinkan  anaknya  bangun  tidur  pada  waktu  dini  hari,  namun  ada  juga  keluarga
yang  tidak  mengatur  hal  mengenai  bangun  tidur,  dengan  memberi  kebebasan  anggota kelurga  menetukan  kapan  mereka  ingin  bangun  atau  tidur.    Contoh  lainnya  adalah
adanya  keluarga  yang  menerapkan  waktu  dan  cara  makan  yang  teratur  dan  ada  juga keluarga  yang  tidak  menerapkan  aturan  kapan  dan  bagaimana  makan  yang  baik.
Berbagai  kebiasaan  dan  perilaku  yang  dianggap  baik  oleh  keluarga  disosialisasikan kepada  anggota  keluarga  lainnya  untuk  diterapkan  sehingga  menjadi  kebiasaan  yang
tidak disadari lagi sebagai suatu perilaku budaya.
Keluarga  adalah  lingkungan  pertama  terjadinya sosialisasi,  sehingga  kepribadian  seorang  individu
sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarganya. Setelah keluarga,  lingkungan  yang  turut  memengaruhi
kepribadian  seorang  individu  adalah  lingkungan masyarakat  di  sekitar  keluarga  dan  meluas  seiring
dengan  interaksi  yang  dialami  oleh  individu. Demikianlah  proses  sosialisasi,  yang  berawal  di
dalam  keluarga,  berlanjut  di  lingkungan  sekitar,  dan terus  di  masyarakat  yang  lebih  luas,  sehingga  ia
menjadi bagian dari masyarakat suatu negara di mana ia tinggal.
c. Enkulturasi
Gambar  3.21  Pertemanan  sebagai  bentuk sosialisasi anak
Sumber: http:www.motherandbaby.co.id
123 Menurut  Koentjaraningrat  2009:189,  enkulturasi  atau  pembudayaan  merupakan  suatu
proses  seorang  individu  mempelajari  dan  menyesuaikan  alam  pikiran  serta  sikapnya dengan adat-istiadat, sistem, norma, dam peraturan yang hidup di dalam kebudayaannya.
Bersamaan dengan proses sosialisasi setiap individu mengalami proses enkulturasi, yaitu penanaman  nilai  dan  sistem  norma  yang  berlaku.  Penanaman  nilai  ini,  sebagaimana
sosialisasi,  juga  berawal  di  dalam  keluarga.  Keluargalah  yang  mengajari  seorang  anak tentang nilai atau moral yang baik dan yang buruk. Seorang individu yang tumbuh seiring
pertambahan  usianya  menjumpai  nilai-nilai  yang  berlaku  di  dalam  masyarakat,  melalui proses enkulturasi secara non formal. Selanjutnya setelah ia mulai    bersekolah, ia mulai
mengalami  enkulturasi  secara  formal.  Mungkin  saja  enkulturasi  dilakukan  oleh  institusi atau lembaga yang pendidikan lainnya selain sekolah formal.
Enkulturasi  juga  semakin  gencar  dilakukan  oleh  pemerintah  daerah  maupun  lembaga masyarakat  non  formal,  seperti  masyarakat  budaya  Jawa,  Sunda,  Batak,  dan  lain-lain,
untuk  mengajarkan  kembali  bahasa  dan  kebudayaan  daerah  dengan  memasukkan pengajaran bahasa daerah di dalam kurukulum pendidikan nasional.      Enkulturasi bahkan
dilakukan  oleh  negara-negara  yang  ingin  menyebarkan  pengaruhnya  kepada  seluruh masyarakat dunia. Amerika dan negara-negara Barat sekarang sudah mulai diikuti oleh
negara  maju  di  Asia  Timur,  seperti  Jepang  dan  Korea  merupakan  negara  yang  gencar melakukan  enkulturasi  di  berbagai  bidang  kehidupan:  sosial,  kebudayaan,  politik,  dan
ekonomi.  Konsep-konsep  demokrasi,  kesetaraan  gender,  keadilan,  hak  asasi  manusia, perdagangan  bebas,  penggunaan  teknologi  komputer,  dan  lain  sebagainya  merupakan
bentuk-bentuk enkulturasi.
Dalam  konteks  Indonesia,  proses  penanaman  nilai Pancasila  di  sekolah-sekolah  merupakan  salah  satu
bentuk  enkulturasi  yang  dilakukan  oleh  Pemerintah Indonesia,  dalam  rangka  membentuk  manusia
Indonesia  yang  memiliki  jati  diri  sebagai  anak bangsa Indonesia yang ber-Pancasila.
Gambar 3.22 Kelas sebagai media enkulturasi
124 Demikian  juga  pembentukan  mahasiswa  yang  berkarakter  kritis,  kreatif,  inovatif  berdasarkan
Pancasila  yang  ditanamkan  melalui  Matakuliah  Pengembangan  Kepribadian  Terintengrasi MPKT  di  Universitas  Indonesia  ini  pun  salah  satu  bentuk  enkulturasi,  yang  dilakukan  oleh
Universitas  Indonesia.    Proses  enkulturasi  dapat  terjadi  karena  motivasi  dan  dorongan  internal dari  individu  yang  ingin  mempelajari  kebudayaan  di  masyarakatnya,  atau  dapat  terjadi  karena
dorongan eksternal, sebagai suatu proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh lembaga atau institusi,  termasuk  negara.  Dengan  demikian  Sistem  pendidikan  menjadi  tonggak  pendorong
lahirnya  manusia-manusia  berkebudayaan,  yang  memahami  kebudayaan  tidak  dari  satu  aspek wujudnya  saja,  melainkan  dari  ketiga  wujud  kebudayaan  sistem  budaya,  sistem  sosial,  dan
kebudayaan fisik, sehingga perubahan kebudayaan dapat meningkatkan derajat kemanusiaan itu sendiri.
3    Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Telah  dijelaskan  sebelumnya,  masyarakat  adalah  sekelompok  manusia  yang  saling berinteraksi.  Di  dalam  masyarakat  itulah  manusia  mengembangkan  kebudayaan.  Dengan
demikian  manusia  dan  kebudayaan  merupakan  satu  kesatuan  yang  tidak  dapat  dipisahkan. Manusialah yang mengembangkan dan mendukung suatu kebudayaan. Sebagai makhluk hidup,
usia manusia terbatas.    Setiap manusia akan meninggalkan dunia, namun demikian, kebudayaan yang  dimilikinya  dapat  terus  berkembang  dan  didukung  oleh  anggota  masyarakat  lainnya.
Kebudayaan  itu  diwariskan,  baik  secara  vertikal  maupun  secara  horizontal.  Secara  vertikal, kebudayaan  dapat  diwariskan  dari  generasi  ke  generasi;  adapun  secara  horizontal  kebudayaan
disebarkan dengan melalui pertemuan antarindividu dan antarmasyarakat.
3.1 Difusi  Migrasi Manusia