Semua bagian akar tersebut ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah total Wb. Contoh akar per kelas diameter per kelompok jenis
diambil sebanyak 200 gram lalu ditimbang di lapangan untuk mendapatkan berat basah contoh bbc. Contoh biomassa akar tersebut dibawa ke laboratorium untuk
dikeringkan dengan oven pada suhu 80
o
C selama 48 jam, lalu ditimbang untuk mendapatkan berat kering contoh bkc.
5.6. Pendugaan Simpanan Karbon Tanah Gambut
Metode pendugaan cadangan karbon tanah gambut mengacu pada Murdiyarso et al. 2004
dan Agus 2009
. Karbon gambut dapat dihitung berdasarkan volume gambut pada luasan tertentu dan klasifikasi tingkat
kematangan gambut. Volume gambut dihitung dengan mengalikan ketebalan gambut dan luasan lahan gambut. Ketebalan gambut diukur pada beberapa
titiklokasi berbeda yang mewakili seluruh areal dengan cara menusukkan tongkat kayu bor tanah ke dalam gambut hingga mencapai tanah mineral. Tingkat
kematangan gambut pelapukan dekomposisi dapat diukur langsung di lapangan dengan metode perabaan. Penentuan bobot isi bulk density_BD dan persen C
organic C-org berdasarkan hasil analisis contoh uji gambut di Sumatera menurut
Wahyunto et al. 2003 . Tahapan prosedur pendugaan kandungan karbon
tanah gambut adalah pengukuran luas lahan, ketebalan gambut, tingkat kematangan, bobot isi bulk density dan persen C-organik.
Pengukuran kematangan gambut di lapangan adalah dengan cara mengambil segenggam tanah gambut pada titik pengeboran, lalu peras secara
perlahan, lalu lihat sisa serat yang tertinggal di dalam telapak tangan. Pengukuran bobot isi gambut dilakukan di laboratorium dengan metode ring core. Dalam
metode ini, untuk menghilangkan air dalam contoh gambut, maka tanah gambut dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 12 jam dan diberi tekanan 33-1500 kPa sehingga tanah gambut menjadi kompak dan stabil. Kandungan C-organik
dalam tanah gambut tergantung tingkat dekomposisinya. Tingkat dekomposisi lanjut hemik dan saprik memiliki kadar C-organik lebih rendah daripada fibrik.
Proses dekomposisi menyebabkan berkurangnya kadar C-organik dalam tanah
gambut. Nilai BD dan C-org dapat menggunakan data penelitian Wahyunto et al.
2003 .
Berdasarkan Petunjuk Lapangan Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut
Murdiyarso et.al. 2004 , penghitungan simpanan karbon bawah
permukaan below ground carbon store didasarkan pada data bobot isi bulk density
gambut, ketebalan gambut, luas areal gambut dan kadar karbon. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Simpanan Karbon KC = B x A x D x C Keterangan:
KC adalah simpanan karbon dalam ton B adalah bobot isi BD, bulk density tanah gambut dalam grcc atau
tonm3, untuk Jambi nilainya 100 – 230 kgm
3
untuk Kalimantan nilainya 130
– 150 kgm3 Wahyunto et al. 2003
A adalah luas tanah gambut dalam m
2
D adalah ketebalan gambut dalam m C adalah kadar karbon C-organik dalam persen , untuk Sumatera
digunakan nilai antara 48 - 53 dan untuk Kalimantan digunakan nilai rata-rata 50
Wahyunto et al. 2003
5.7. Pendugaan Simpanan Karbon Tumbuhan
Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan perbedaan kondisi tutupan vegetasi hutan. Pengambilan contoh tumbuhan setiap bentuk tumbuhan
dan setiap bagian tumbuhan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan contoh tumbuhan dilakukan berdasarkan bentuk tumbuhan pohon dan
permudaannya, semak, herba dan tumbuhan bawah, tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai dan bagian tumbuhan. Bagian tumbuhan tingkat pohon adalah
tunggak, batang, cabang, ranting, kulit dan daun. Bagian tumbuhan tingkat pancang adalah batang, cabang, ranting dan daun. Bagian tumbuhan semai,
semak, herba dan tumbuhan bawah adalah batang dan daun. Setiap bentuk tumbuhan, tingkat pertumbuhan dan bagian tumbuhan
tersebut diambil contohnya sebanyak 200 gram, ditimbang untuk mendapatkan berat basah contoh bbc dan dikeringudarakan selama berada di lapangan. Semua
contoh tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 80
o
C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kering contoh bkc. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan karbon di laboratorium.
5.8. Pembuatan Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa
Karbon Pohon
Lokasi yang dipilih untuk pembuatan persamaan alometrik local didasarkan pada pertimbangan aksesibilitas dan wilayah hutan yang memiliki
komposisi jenis dan sebaran kelas diameter yang paling mewakili kondisi tegakan hutan secara keseluruhan. Pembuatan persamaan alometrik lokal merupakan
kegiatan yang memerlukan waktu dan biaya, serta dilakukan dengan metode destruktif atau dengan cara ditebang. Namun penggunaan persamaan alometrik
lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian pendugaan biomassa.
Pengukuran kandungan karbon dalam tegakan hutan gambut alam HA dilakukan dengan metode destruktif, yaitu menebang pohon contoh dan mengukur
volume dan berat bagian-bagian pohon sampel yang mewakili tiap-tiap kelas diameter. Pengambilan contoh uji dari pohon sampel di lapangan berupa bagian
batang, cabang, ranting, daun, tunggak dan akar. Sampel pohon dari HA gambut dibedakan atas kelompok pohon berdiameter 5-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40
cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan 60 cm. Penyusunan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon dilakukan
terhadap jenis pohon dominan sesuai dengan hasil analisis vegetasi dengan cara menebang pohon contoh terpilih. Tahapan kerja yang dilakukan sebagai berikut:
Menentukan jumlah pohon contoh ditebang yang dilakukan berdasarkan kondisi kesehatan pohon dan kelas diameter pohon yaitu 5-10 cm, 10-20 cm,
20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 cm, dan 60 cm. Jenis pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dalam kelas diameter tertentu
ditentukan berdasarkan jenis yang dominan yang ditunjukkan oleh nilai indeks penting INP tertinggi.
Mengukur dimensi pohon contoh yang meliputi diameter setinggi dada, tinggi total dan bebas cabang, serta rata-rata diameter tajuk pohon.
Menebang pohon contoh serendah mungkin atau rata dengan tanah. Memisahkan bagian-bagian pohon rebah ke dalam tunggak, batang, cabang,
ranting, daun, kulit dan akar.
Membagi batang dan cabang menjadi beberapa segmen potongan yang berukuran 2 m dan diukur diameter pangkal dan ujungnya. Bila tidak
memungkinkan untuk dipotong-potong maka dilakukan pendekatan pengukuran volume setiap segmentasi 2 m.
Menimbang semua bagian-bagian pohon untuk mendapatkan berat basah contoh bbc. Berat basah pohon total adalah penjumlahan berat basah semua
bagian pohon. Mengambil contoh uji bagian batang pangkal, tengah dan ujung dengan
ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm, serta bagian cabang, ranting, daun, kulit dan akar. Mengemas contoh uji ke dalam plastik secara rapat untuk mencegah
berkurangnya kandungan air contoh uji. Menganalisa contoh uji di laboratorium untuk mendapatkan berat kering
contoh bkc, kadar air, berat jenis bj, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon.
Menghitung berat biomassa dan massa karbon pada setiap bagian pohon. Menganalisa hubungan antara biomassa dan massa karbon dengan dimensi
pohon yang dilakukan dengan pendekatan analisis regresi. Menaksir biomassa dan massa karbon tegakan dengan menggunakan model
persamaan allometrik terpilihterbaik.
5.9. Pengukuran Kadar Karbon di Laboratorium
Pengujian contoh bagian tumbuhan dilakukan di laboratorium kimia kayu, Fakultas Kehutanan IPB. Penentuan berat jenis bj kayu menggunakan
ASTM D 2395-97a 2008b
, penentuan kadar air KA kayu menggunakan ASTM D 4442-
07 2008a
, penentuan kadar zat terbang menggunakan
ASTM D 5832-98 1990b,
penentuan kadar abu menggunakan ASTM D 2866-94 1990a,
dan penentuan kadar karbon menggunakan
SNI 06-3730-1995 BSN 1995. Tahapan
kerja pengukuran kadar karbon di laboratorium dilakukan sebagai berikut: Mengukur berat jenis bj dan kadar air KA contoh uji.
Mengukur kadar karbon contoh uji yang meliputi tahapan pengukuran kadar
zat terbang, pengukuran kadar abu dan pengukuran kadar karbon.
Menduga simpanan karbon menggunakan persamaan allometrik massa karbon yang terpilih.
6. Analisis Data
6.1. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Gambut
Data hasil analisis vegetasi dan inventarisasi sebelum dan setelah pemanenan kayu dianalisis untuk memperoleh gambaran tentang komposisi jenis
dan struktur tegakan sebelum dan setelah pemanenan kayu. Analisis data dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting INP menurut
Soerianegara dan Indrawan 2005
. Jumlah jenis, kerapatan jenis dan penyebaran jenis memiliki peran penting dalam keterwakilan pengambilan contoh biomassa dan karbon.
Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener Misra 1980 dalam Soerianegara dan Indrawan 2005.
Indeks kesamaan komunitas dihitung dengan menggunakan rumus
Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974 dalam Soerianegara dan Indrawan 2005.
Nilai indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui perbedaan atau persamaan
komunitas tumbuhan antar PCP. Nilai indeks kesamaan komunitas berkisar antara 0 sampai 100. Semakin mendekati nilai 100 berarti keadaan komunitas
tumbuhan yang dibandingkan semakin sama.
6.2. Model Persamaan Alometrik Penduga Biomassa dan Massa Karbon
Pohon
Model hubungan antara biomassa pohon atau massa karbon pohon dengan dimensi pohon diameter dan tinggi pohon dibuat dengan metode hubungan
alometrik yang menggambarkan biomassa atau massa karbon per pohon sebagai fungsi dari diameter pohon dan atau tinggi pohon. Persamaan empiris untuk
menduga biomassa sesungguhnya hampir sama dengan persamaan empiris untuk menduga volume yaitu berdasarkan hubungan antara bobot kering biomassa W,
diameter pohon D dan tinggi pohon H. Fakta lapangan menunjukkan bahwa pengukuran tinggi pohon hidup di hutan tropika mendapatkan hambatan alam
yang mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Oleh karena itu, hubungan W dan D tanpa H menjadi pilihan terbaik seperti yang dilakukan oleh
Brown 1997.
Model hubungan tersebut ditambahkan oleh Kettering et al. 2001
dengan parameter berat jenis kayu bj.
Persamaan alometrik terbaik akan dipilih dengan menggunakan berbagai kriteria statistik menurut
Draper dan Smith 1992 yaitu goodness of fit, koefisien
determinasi R
2
, analisis sisaan dan pertimbangan kepraktisan pemakaian model di lapangan.
6.3. Penghitungan Biomassa dan Massa Karbon
Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode tidak langsung untuk pohon 5 cm menggunakan persamaan alometrik local penduga biomassa
dan massa karbon pohon yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan hubungan antara diameter pohon setinggi dada dengan biomassa pohon dan hubungan antara
diameter pohon setinggi dada dengan massa karbon pohon. Penghitungan biomassa dan massa karbon dengan metode langsung untuk
tumbuhan pancang, semai, semak, herba, tumbuhan bawah, akar dan serasah menggunakan rumus sebagai berikut:
Wk = Fk x Wb; dimana: Fk = bkcbbc x 100
Keterangan: Fk
= factor konversi bobot basah biomassa ke bobot kering biomassa bbc
= berat basah contoh g bkc
= berat kering contoh g Wb
= berat basah biomassa kg Wk
= berat kering biomassa kg
Massa karbon pohon ditentukan berdasarkan persamaan allometrik massa karbon pohon. Jumlah seluruh karbon pohon dalam petak ukur penelitian
menyatakan potensi karbon per satuan luas petak ukur penelitian. Potensi karbon total di atas permukaan tanah terdiri dari karbon pohon, pancang, semai, semak,
herba, tumbuhan bawah dan nekromassa. Potensi karbon di lantai hutan terdiri dari karbon serasah. Potensi karbon di bawah permukaan terdiri dari karbon tanah.
B. Pengukuran Dampak Pemanenan Kayu Di Hutan Gambut
1. Data Lapangan yang Dikumpulkan
Data komposisi dan struktur vegetasi di areal yang akan ditebang berupa hutan primer dan areal yang telah ditebang berupa hutan bekas tebangan.
Parameter yang diukur meliputi nama jenis, jumlah jenis, diameter dan tinggi pohon.
Sistem, teknik dan tahapan kegiatan pemanenan kayu di hutan alam gambut tropika.
Volume dan jumlah pohon yang ditebang per ha, volume dan jumlah pohon yang rusak per ha akibat penebangan, bentuk dan macam kerusakan pohon
akibat penebangan, volume limbah kayu per ha akibat penebangan, serta luas areal yang terbuka per ha akibat penebangan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data pohon diameter 5 cm dilakukan dengan membuat petak ukur 20m x 20m pada jalur yang telah dibuat sebanyak 25 petak dalam
setiap PCP seluas 1 ha. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi pohon, yaitu pengukuran diameter dan tinggi bebas cabangnya Tbc pohon pada setiap petak
ukur yang dibuat. Pohon-pohon yang ditebang dalam 6 PCP diukur diameter setinggi dada dan volume total pohon tersebut, yang terdiri dari volume tunggak,
volume batang bebas cabang, volume batang diatas cabang pertama diameter batang yang diukur ≥ 10 cm, dan volume cabang pohon diameter cabang yang
diukur ≥ 5 cm. Setelah penebangan selesai dilakukan inventarisasi dimensi pohon berdiameter ≥ 5 cm pada tegakan tinggal di 6 PCP.
2.1. Pengukuran Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu
Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan adalah kerusakan pohon yang tidak ditebang dengan diameter 5 cm akibat penebangan pohon.
Pengambilan data dilakukan pada 6 PCP yang sudah selesai dilaksanakan kegiatan penebangan pohon. Pengambilan data dilakukan dengan cara membuat plot
contoh pengamatan berbentuk lingkaran dengan jari-jari sepanjang pohon yang rebah.
Data pohon yang rusak dipisahkan menurut kelas diameter 5-10 cm, 10- 20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, dan seterusnya. Pengamatan bentuk kerusakan
pohon meliputi rusak tajuk, rusak kulit, rusak banir, rusak batang, condong dan roboh. Parameter yang diukur dan dicatat meliputi jenis dan diameter pohon
rusak, serta tipe dan tingkat kerusakan pohon. Kriteria kerusakan berat, sedang dan ringan ditentukan berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu
pohon rusak dan berdasarkan jumlah populasi pohon yang rusak per ha. Persen kerusakan pohon dihitung berdasarkan jumlah pohon yang rusak dibagi dengan
jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi jumlah pohon ditebang.
2.2. Pengukuran Limbah Pemanenan Kayu
Limbah pemanenan kayu di petak tebangan yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan pohon adalah bagian kayu dari pohon yang ditebang yang
seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil pada suatu waktu dan suatu tempat tertentu. Limbah pemanenan kayu yang berasal dari pohon yang ditebang
meliputi limbah tunggak, batang bebas cabang, batang berdiameter 10 cm diatas cabang pertama, serta cabang dan ranting berdiameter 5 cm. Besarnya limbah
yang terjadi pada pohon yang ditebang dapat digunakan sebagai suatu pendekatan dalam menentukan tingkat efisiensi pemanenan kayu atau faktor eksploitasi
exploitation factor.
3. Analisis Data
3.1. Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal
Analisis data ditujukan untuk mengetahui tingkat kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan, mengetahui hubungan tingkat kerusakan pohon
terhadap ketebalan gambut, intensitas tebang dan kerapatan tegakan. Tingkat kerusakan pohon dihitung dengan membandingkan jumlah kerusakan pohon
setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum pemanenan. Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hubungan antara tingkat kerusakan pohon
terhadap intensitas tebang dan kerapatan tegakan.
3.2. Persen Limbah Penebangan Pohon
Analisis data ditujukan untuk menghitung volume, persentase dan sebaran limbah yang terjadi di petak tebang akibat kegiatan pemanenan kayu,
menganalisis hubungan antara ketebalan gambut, intensitas tebang, dan bidang dasar terhadap volume limbah akibat kegiatan pemanenan kayu, serta menentukan
nilai faktor eksploitasi.
3.3. Tingkat Efisiensi Pemanenan Kayu
Tingkat efisiensi pemanenan kayu ditujukan untuk mengetahui berapa bagian volume pohon yang dimanfaatkan per satuan pohon atau per satuan luas
areal. Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat dihitung dengan pendekatan persentase volume kayu yang termanfaatkan sampai di tempat pengumpulan kayu
sementara TPn atau dengan pendekatan persentase limbah kayu yang terjadi akibat kegiatan penebangan pohon.
C. Penghitungan Nilai Manfaat Ekonomi Karbon
Kerangka analisis ekonomi dalam kerangka perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut terkait perdagangan karbon
skema REDD+ akan dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: 1 analisis kelayakan finansial
kegiatan konservasi hutan alam, kegiatan pemanfaatan hutan alam HA dan kegiatan pemanfaatan hutan tanaman industri HTI pada lahan
gambut; 2 analisis keuntungan yang hilang karena lahan bervegetasi hutan
dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan simpanan karbon atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industri untuk meningkatkan
penyerapan dan penyimpanan karbon; dan 3 analisis ekonomi wilayah untuk
mengetahui kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu di suatu wilayah tertentu.
Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha pengelolaan hutan gambut HA dan HTI
. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria nilai bersih kini Net Present Value,
NPV dan rasio antara keuntungan dan biaya benefit cost ratio, BCR. Suatu
usaha dinyatakan layak secara financial apabila nilai NPV lebih besar dari 1 dan nilai BCR lebih besar dari 1.
Analisis keuntungan yang hilang dari mempertahankan simpanan karbon bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial proyek karbon yang mampu
mempertahankan simpanan karbon melalui konservasi hutan alam dan atau pengelolaan hutan alam dan bagi peningkatan serapan CO
2
melalui pengelolaan hutan tanaman industri di lahan gambut. Keuntungan yang hilang dapat dianggap
sebagai biaya dari hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari usaha pengelolaan hutan gambut, apabila hutan dipertahankan tetap
sebagai hutan. Analisis keuntungan yang hilang untuk mempertahankan simpanan karbon pada setiap opsi pengelolaan hutan gambut dilakukan dengan
membandingkan penerimaan bersih nilai kini NPV dari setiap opsi pengelolaan hutan gambut dalam satu satuan luas lahan dan satu satuan waktu dengan
simpanan karbon rata-rata untuk satuan luas dan waktu yang sama apabila lahan bervegetasi hutan dipertahankan sebagai hutan untuk mempertahankan serapan
CO
2
atau lahan tidak bervegetasi hutan dijadikan hutan tanaman industry untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon.
Analisis ekonomi wilayah bertujuan untuk mengetahui manfaat atau kontribusi kegiatan pemanfaatan hutan alam dan hutan tanaman terhadap
perekonomian suatu wilayah tertentu kabupaten dan provinsi pada suatu periode waktu tertentu, terutama aspek penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. A nalisis mengenai ekonomi spasial
kewilayahan ini dilakukan dengan pendekatan penggunaan data sekunder dari hasil penelitian yang sudah ada.
Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai manfaat ekonomi karbon hutan gambut antara lain:
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan nilai manfaat ekonomi proyek REDD+ pada periode proyek life time tertentu.
Nilai manfaat ekonomi karbon akan dihitung dengan pendekatan ex ante full credit
dengan indicator NPV net present value. Pendekatan ini memberikan kredit karbon pada awal proyek, dimana pembayaran dilakukan diawal proyek
sehingga memberikan insentif bagi pembangunan hutan gambut.
Harga karbon akan menggunakan harga hipotesis yaitu US 6tC, US 9tC, dan US 12tC, atau menggunakan harga nyata riil yang berlaku di pasar.
Dalam kerangka perhitungan nilai manfaat ekonomi karbon, struktur biaya yang akan muncul meliputi biaya transaksi transaction cost dan biaya
abatasi abatement cost. Biaya abatasi merupakan biaya yang muncul untuk menghasilkan satu unit pengurangan emisi karbon atau untuk menghasilkan
satu unit penyerapan karbon biomassa. Biaya abatasi dapat didekati dengan biaya oportunitas opportunity cost yaitu biaya kesempatan yang hilang dari
penggunaan lain atau biaya yang muncul akibat pemilihan suatu alternative terbaik atas alternative penggunaan lahan lain
Ginoga Lugina 2007 .
Biaya transaksi merupakan biaya yang muncul untuk kepentingan pelaksanaan proyek REDD+ melipuri biaya persiapanperencanaan proyek REDD, biaya
registrasi, validasi, verifikasi dan sertifikasi, biaya implementasi serta biaya monitoring. Biaya transaksi dihitung dengan pendekatan persen share
terhadap total biaya proyek karbon yaitu 39,2 Ginoga Lugina 2007
. Penerimaan proyek karbon dihitung berdasarkan pendekatan penerimaan dari
kompensasi REDD+ sesuai dengan seberapa besar simpanan karbon yang mampu ditingkatkan atau seberapa besar emisi karbon yang mampu dihambat.
Besarnya persediaan karbon yang dapat dihasilkan dan dijual untuk menghasilkan CER certified emission reduction ditentukan dengan
menggunakan besarnya laju persediaan karbon yang dihasilkan setiap tahun Biaya oportunitas, biaya transaksi dan biaya total proyek karbon serta harga
penerimaan kompensasi karbon dinyatakan dalam satuan Rpton CO
2
dengan formula sebagai berikut:
o Biaya oportunitas Rpton CO
2
= NPVha Emisi CO
2
ha o
Biaya transaksi Rpton CO
2
= 39.2 x total biaya REDD o
Total biaya REDD Rpton CO
2
= biaya oportunitas + biaya transaksi o
Penerimaan REDD = harga satuan kompensasi x emisi CO
2
Beberapa hal yang akan dipertimbangkan dalam kerangka analisis nilai manfaat ekonomi pengelolaan hutan gambut HA dan HTI antara lain: