Kerusakan Tegakan Tinggal HASIL DAN PEMBAHASAN
m
3
hatahun dan jenis non komersil 0,16 m
3
hatahun. Tegakan hutan bekas tebangan sesaat setelah ditebang memiliki riap volume pada semua jenis adalah
3,53 m
3
hatahun, terdiri dari jenis komersil 2,14 m
3
hatahun dan jenis non komersil 1,39 m
3
hatahun. Hutan primer yang belum pernah ditebang diasumsikan kondisinya klimaks, sehingga memiliki riap volume 0 m
3
hatahun. Riap volume hutan bekas tebangan di hutan gambut lebih rendah daripada di
hutan tanah kering, karena faktor kesuburan tanah gambut yang lebih rendah daripada tanah mineral.
Wahyono 2007 menyebutkan riap volume hutan bekas
tebangan berkisar antara 3,1 –5,7 m
3
hatahun. Hilwan 2012
menyebutkan riap volume hutan bekas tebangan sebelum ditebang adalah 1,7 m
3
hatahun, dan setelah ditebang adalah 4,2 m
3
hatahun. Kondisi ekologi dan potensi tegakan pohonha dan m
3
ha sebelum ditebang dan setelah ditebang diperoleh dari pengukuran 6 petak contoh penelitian
dengan luas masing-masing 1 ha. Pengukuran tersebut juga mencakup pengamatan kegiatan penebangan pohon dengan intensitas berbeda beserta
pengukuran besarnya limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon.
Pada petak CL, potensi tegakan berdiameter 10 cm sebelum ditebang adalah 399 batangha atau 149,9 m
3
ha. Setelah ditebang dengan intensitas penebangan 16 pohonha atau 38,0 m3ha, maka jumlah tegakan tinggal yang
rusak sebanyak 165 pohonha atau 32,0 m
3
ha dengan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 46. Dengan demikian, jumlah tegakan tinggal setelah
penebangan adalah 218 pohonha atau 79,9 m
3
ha, sehingga terjadi penurunan stok tegakan berdiri sebesar 48 dari kondisi awal.
Pada petak RIL dengan potensi awal dan intensitas penebangan yang relatif sama, terjadi kerusakan tegakan tinggal sebanyak 116 pohonha atau 22,4
m
3
ha dengan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 19. Dengan demikian, jumlah tegakan tinggal setelah penebangan adalah 268 pohonha atau 89,5 m3ha,
sehingga terjadi penurunan stok tegakan berdiri sebesar 22 dari kondisi awal. Penerapan teknik RIL mampu meningkatkan stok tegakan tinggal sekitar 26
dibandingkan dengan penerapan teknik CL.
Apabila intensitas penebangan diturunkan 40 menjadi 10 pohonha dan tetap menerapkan teknik RIL maka peningkatan stok tegakan tinggal bertambah
dari 26 menjadi 39. Apabila intensitas penebangan diturunkan lagi menjadi 5 pohonha dan tetap menerapkan teknik RIL maka stok tegakan tinggal meningkat
lebih tinggi lagi yaitu menjadi 49. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknik RIL dan pengurangan intensitas penebangan mampu meningkatkan stok tegakan
tinggal. Peningkatan stok tegakan hutan berarti peningkatan simpanan karbon hutan.