Tanah Gambut HASIL DAN PEMBAHASAN

daripada di hutan primer Palace et al. 2007 . Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, bahwa nekromassa yang terdapat di hutan sekunder dan di hutan bekas tebangan adalah 50 dan 100 lebih besar daripada nekromassa di hutan primer. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Dymond et al. 2010 yang menuliskan bahwa sumber utama biomassa kayu mati di hutan Canada yang dikelola secara lestari adalah biomassa kayu mati akibat pemanenan hutan sebesar 12,23 tonha dan akibat gangguan alam sebesar 31,37 tonha. Dalam penelitian ini, biomassa kayu mati akibat pemanenan hutan sebesar 40,25 tonha dan akibat gangguan alam sebesar 42,25 tonha.

8. Simpanan Karbon Total dalam Tanah dan Vegetasi Hutan Gambut

Tropika Gibbs et al. 2007 menyampaikan bahwa hal penting yang harus dilakukan untuk mengestimasi emisi CO 2 secara akurat dari degradasi hutan adalah dengan cara menghitung perbedaan simpanan karbon hutan berdasarkan tingkat degradasi hutan dari kondisi hutan primer ke hutan bekas tebangan, hutan sekunder, dan hutan terdegradasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa massa karbon pohon dan permudaan adalah sebesar 133,43 ton Cha di hutan primer, 97,19 ton Cha di hutan bekas tebangan, dan 86,43 ton Cha di hutan sekunder. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ludang dan Jaya 2007 bahwa karbon yang tersimpan di hutan gambut Kalimantan Tengah sebesar 351,33 tonCha di hutan primer, 173,33 ton Cha di hutan bekas tebangan, dan 143,33 di hutan bekas terbakar. Perbedaan tersebut diduga diakibatkan oleh perbedaan faktor lingkungan dan faktor tegakan hutan. Selain itu setiap jenis pohon juga memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap karbon dan dipengaruhi oleh faktor umur, diameter pohon dan kondisi tempat tumbuh. Lasco 2002 mengatakan bahwa aktivitas pemanenan kayu di hutan lahan kering berperan dalam menurunkan cadangan karbon di atas permukaan tanah minimal 50. Hal tersebut tidak sesuai dengan data hasil penelitian ini bahwa penurunan cadangan karbon di atas permukaan tanah dari hutan primer ke hutan bekas tebangan mencapai 27, dari hutan primer ke hutan sekunder mencapai 35, dan dari hutan primer ke hutan yang telah terdegradasi mencapai 98. Pada penelitian ini, simpanan karbon di atas permukaan tanah adalah 133,43 ton Cha di hutan primer, 97,19 ton Cha di hutan bekas tebangan, 86,43 ton Cha di hutan sekunder, dan 2,96 ton Cha di hutan terdegradasi. Dengan demikian, peningkatan degradasi hutan dari hutan primer menjadi hutan bekas tebangan, hutan sekunder, dan hutan terdegradasi telah menyebabkan penurunan jumlah simpanan karbon hutan di atas permukaan tanah. Selain itu, Lasco et al. 2006 menyebutkan bahwa hutan primer lahan kering Filipina memiliki simpanan karbon 258,30 ton Cha terdiri dari 66 sebagai karbon atas permukaan dan 34 sebagai karbon organik tanah. Hutan bekas tebangan lahan kering di Filipina menyimpan karbon atas permukaan sebesar 183 ton Cha lebih kecil daripada di hutan primer. Hutan produksi di lahan kering Filipina menghasilkan 40 kayu bulat dan sisanya 60 merupakan limbah kayu akibat pemanenan hutan. Pada penelitian ini, simpanan karbon pada pohon dan permudaan pohon, tiang, pancang, dan semai di atas tanah merupakan bagian terbesar dari seluruh simpanan karbon pada tumbuhan hutan rawa gambut yaitu rata-rata mencapai 60. Simpanan karbon pada tumbuhan non pohon herba, semak, dan tumbuhan bawah rata-rata 3 dari total tumbuhan. Simpanan karbon pada tumbuhan mati serasah dan nekromassa di lantai hutan adalah rata-rata sebesar 25 dari total tumbuhan. Simpanan karbon di bawah permukaan tanah yang meliputi biomassa akar seluruh jenis rata-rata 12 dari total tumbuhan. Pada penelitian ini, total biomassa dan simpanan karbon di hutan gambut tropika adalah 3092 tonha dan 1619 ton Cha pada ketebalan gambut 1 hingga 5 meter, terdiri dari biomassa dan karbon tumbuhan 8 serta bioamssa dan karbon tanah gambut 92 pada kedalaman 1 sampai 5 meter. Penelitian Istomo 2006 menunjukan nilai rata-rata biomassa total 5514,10 tonha, terdiri dari 6 biomassa tumbuhan dan 94 biomassa tanah gambut pada kedalaman 2 sampai 7 m. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa simpanan karbon pada tanah gambut sangat besar jika dibandingkan dengan simpanan karbon pada tumbuhan. Total simpanan karbon di hutan gambut tropika primer pada penelitian ini berkisar antara 1249 ton Cha sampai 1727 ton Cha pada ketebalan gambut 1 sampai 5 meter. Total simpanan karbon di hutan lahan kering tropika primer berkisar antara 169 – 258 ton Cha Lasco et al. 2006 , 107 – 161 ton Cha Cuesta et al. 2011 , 228 – 383 ton Cha Sierra et al. 2007 , dan 230 – 283 ton Cha Djomo et al. 2011 . Hal tersebut menunjukkan bahwa hutan gambut tropika lahan basah menyimpan karbon 10 kali daripada hutan tropika lahan kering. Faktor utama yang menentukan besarnya simpanan karbon di hutan gambut adalah besarnya jumlah karbon yang tersimpan pada biomassa tanah gambut yang memiliki ketebalan gambut 1 hingga 5 meter. Dengan demikian, hutan gambut tropika merupakan gudang simpanan karbon terbesar di antara tipe hutan lainnya. Untuk melindungi keberadaan tanah gambut, maka keberadaan tegakan hutan gambut harus dijaga dari terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Menurut Djufri 2004 , agar degradasi hutan rawa gambut tidak terus berlanjut dan tidak memberikan dampak negatif yang besar bagi lingkungan, maka pembukaan hutan rawa gambut untuk tujuan pertanian memerlukan pengkajian yang mendalam, dengan mempertimbangkan aspek ekologi, konservasi air dan tanah, perencanaan yang sangat hati-hati, penggunaan teknologi yang tepat, dan pemantauan yang cermat secara terus menerus.

B. Dampak Pemanenan Kayu di Hutan Gambut Alam Tropika 1.

Teknik Pemanenan Kayu Kegiatan pemanenan kayu di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber Riau dilakukan pada dua petak tebangan yaitu petak tebangan yang menerapkan teknik pemanenan hutan ramah lingkungan reduced impact logging_RIL dan petak tebangan yang menerapkan teknik pemanenan hutan konvensional conventional logging_CL. Kegiatan pemanenan kayu dimulai dari kegiatan penebangan, pembagian batang, penyaradan kayu dan pengangkutan kayu menuju logpond . Kegiatan pemanenan kayu di petak RIL diawali dengan kegiatan penebangan secara keseluruhan terhadap pohon yang ditebang, pembersihan cabang dan ujung pangkal serta pembagian batang dilakukan di tunggak tempat pohon tersebut dirobohkan, kegiatan penyaradan kayu dilakukan oleh tenaga manusia dengan alat ongkak, kemudian diakhiri dengan kegiatan pengangkutan kayu. Pemuatan kayu di petak RIL dilakukan oleh tenaga manusia, yaitu oleh para pelori. Kegiatan pemanenan kayu di petak RIL dilakukan oleh tenaga terampil dengan menerapkan teknik yang mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan mengurangi terjadinya limbah kayu. Kegiatan pemanenan kayu di petak CL diawali dengan kegiatan penebangan dan sekaligus dilakukan pembersihan cabang dan ujung pangkal langsung di tunggak pohon tersebut dirobohkan, kegiatan penyaradan kayu dilakukan dengan logfisher, pembagian batang dilakukan di TPn, kemudian diakhiri dengan kegiatan pengangkutan kayu. Pemuatan kayu di petak CL dilakukan oleh logfisher. Kegiatan pemanenan kayu di petak CL dilakukan oleh tenaga kurang terampil dan menerapkan teknik yang menghasilkan tingkat kerusakan tegakan tinggal dan jumlah limbah kayu yang tinggi.

2. Potensi Tegakan Hutan Sebelum Penebangan

Penelitian ini melakukan dua kali inventarisasi, yaitu inventarisasi tegakan sebelum pemanenan dan inventarisasi tegakan setelah pemanenan. Inventarisasi tegakan sebelum pemanenan dilakukan untuk mengetahui kerapatan pohon dan jumlah pohon yang ditebang. Inventarisasi tegakan setelah pemanenan dilakukan untuk mengetahui kerusakan tegakan tinggal yang terjadi akibat pemanenan. Berdasarkan hasil kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan diperoleh kerapatan pohon batangha dan potensi tegakan m 3 ha yang disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan pohon berdiameter 10 cm adalah 421 batangha atau sebesar 136,8 m 3 ha di petak yang menerapkan teknik RIL, dan 398 batangha atau sebesar 167,6 m 3 ha di petak yang menerapkan teknik CL. Potensi tegakan m 3 ha semakin tinggi dengan semakin besar diameter pohon. Kerapatan pohon batangha semakin tinggi dengan semakin kecil diameter pohon. Dengan lain kata, kerapatan pohon pada plot penelitian membentuk kurva J terbalik, dimana pohon berdiameter kecil lebih banyak daripada pohon berdiameter besar. Tabel 32 Kerapatan pohon dan potensi tegakan sebelum kegiatan penebangan Jumlah pohon yang ditebang rata-rata adalah 16 pohonha atau sebesar 41,6 m 3 ha di petak yang menerapkan teknik RIL, dan 17 pohonha atau sebesar 47,0 m 3 ha di petak yang menerapkan teknik CL.

3. Kerusakan Tegakan Tinggal

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, diperoleh data pada Tabel 33 bahwa kegiatan penebangan dengan intensitas 16 pohonha pada petak yang menerapkan teknik RIL menyebabkan terjadinya kerusakan sebesar 77 pohonha. Hal ini berarti bahwa setiap penebangan 1 pohonha mengakibatkan terjadinya kerusakan tegakan tinggal sebesar 5 pohonha. Tabel 33 Bentuk kerusakan pohon berdiameter 10 cm akibat penebangan pohon dan penyaradan kayu