sekitar hutan, peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja baru, forward dan backward linkage, serta penyedia bahan baku kayu bulat untuk
industri kayu lapis dan industri pulp. Adanya usaha kayu HTI dan HA menyebabkan berdirinya industri kayu olahan kayu lapis dan pulp yang
selanjutnya memiliki efek pengganda lain, yaitu peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru sekitar industri pengolahan kayu, serta
peningkatan pertumbuhan ekonomi regionalwilayah sekitar industri pengolahan kayu.
2. Pilihan Mempertahankan Hutan Gambut Alam Sebagai Simpanan
Karbon
Simpanan karbon atas permukaan di hutan primer, bekas tebangan dan sekunder lebih besar daripada di HTI pulp. Dengan demikian, konversi hutan
primer, bekas tebangan dan sekunder menjadi HTI pulp menyebabkan terjadinya penurunan simpanan karbon atau penurunan serapan CO
2
. Pilihan lain adalah tidak mengkonversi hutan primer, bekas tebangan dan sekunder menjadi HTI
pulp, tapi mempertahankannya dan merehabilitasinya untuk mencegah terjadinya penurunan serapan CO
2
. Upaya ini juga dapat ditawarkan dalam perdagangan karbon sebagai usaha pemanfaatan jasa mempertahankan simpanan karbon UP-
PAN KARBON. Bila pilihan HTI diganti dengan pilihan konservasi karbon, maka biaya proyek karbon mencakup biaya transaksi dan biaya oportunitas.
Dalam konteks ini, biaya oportunitas merupakan biaya yang harus ditanggung sebesar kehilangan kesempatan atau keuntungan dari usaha kayu HTI.
Pilihan mempertahankan dan merehabilitasi hutan gambut alam untuk tidak dikonversi menjadi HTI pulp berpotensi mampu mempertahankan simpanan
karbon sebesar 148 tonCha atau 543 tonCO
2
eha di hutan primer, 85 tonCha atau 311 tonCO
2
eha di hutan bekas tebangan, dan 88 tonCha atau 321 tonCO
2
eha di hutan sekunder. Keuntungan NPV hasil penjualan jasa mempertahankan
simpanan karbon tersebut adalah Rp 49 jutaha pada harga karbon 9 UStonCO
2
e di hutan primer, Rp 26 jutaha pada harga karbon 12 UStonCO
2
e di hutan bekas tebangan, dan Rp 29 jutaha pada harga karbon 12 UStonCO
2
e di hutan sekunder.
Pilihan ini berpeluang memberikan manfaat ekologi yang sangat besar yaitu mempertahankan fungsi tata air atau hodrologis, fungsi biodiversitas, fungsi
kelestarian hutan, serta fungsi gudang simpanan dan serapan karbon atas dan bawah permukaan. Namun demikian, pilihan ini memiliki implikasi negatif
terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi regional, penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan pengangguran baru, pengurangan suplai bahan baku
kayu, menghilangkan efek pengganda lainnya baik ke belakang backward linkage
maupun ke depan forward linkage. Dampak tersebut berlanjut pada terbukanya akses hutan dan meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap
hutan untuk meningkatkan pendapatannya, sehingga kelestarian hutan terancam. Untuk mengamankan hutan dari akses masyarakat, maka seyogyanya pendapatan
dari kompensasi karbon digunakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan usaha, serta upaya
pelestarian dan pengamanan hutan.
3. Pilihan Mengelola Hutan Gambut Alam secara Lestari
Pilihan lain strategi pengelolaan hutan gambut tropika adalah tidak mengkonversi hutan primer, bekas tebangan dan sekunder menjadi HTI pulp, tapi
memanfaatkannya untuk usaha kayu bulat hutan alam. Pilihan ini juga berpeluang dapat menahan kehilangan simpanan karbon vegetasi akibat tidak dikonversi
menjadi HTI pulp. Pilihan ini layak ditawarkan dalam perdagangan karbon sebagai usaha pemanfaatan jasa mempertahankan simpanan karbon UP-PAN
KARBON sehingga merupakan upaya kombinasi antara usaha kayu dan usaha karbon. Bila pilihan HTI diganti dengan pilihan pemanfaatan kayu dan karbon,
maka biaya proyek karbon mencakup biaya transaksi dan biaya oportunitas. Dalam konteks ini, biaya oportunitas merupakan biaya yang harus ditanggung
sebesar kehilangan kesempatan atau keuntungan dari usaha kayu HTI. Perubahan simpanan karbon vegetasi hutan gambut alam pada unit
pengelolaan hutan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu perubahan penerapan teknik CL menjadi RIL dan pengurangan intensitas penebangan untuk meningkatkan serapan
CO
2
. Keuntungan NPV yang diperoleh dari PHPL usaha kayu saja tanpa ikut proyek karbon adalah sebesar Rp 12 jutaha untuk intensitas penebangan 16
pohonha dengan menerapkan teknik pemanenan konvensional conventional logging
_CL. Penerapan teknik pemanenan ramah lingkungan reduced impact logging
_RIL dengan intensitas penebangan 16 pohonha memberikan peningkatan keuntungan NPV sebesar Rp 14 jutaha atau 10. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan efisiensi RIL sebesar 9,47 dan peningkatan biaya pelatihan RIL sebesar 5,20
Muhdi 2012 .
Perubahan penerapan teknik CL menjadi RIL memberikan potensi peningkatan serapan CO
2
sebesar 18,2 tonCha pada akhir daur 40 tahun atau rata- rata 9,3 tonChatahun. Pengurangan intensitas penebangan 10 pohonha
berpotensi meningkatan serapan CO
2
dan meningkatan simpanan karbon tegakan persediaan sebesar 36,1 tonCha pada akhir daur 40 tahun atau rata-rata 18,5
tonChatahun. Pengurangan intensitas penebangan menjadi 5 pohonha berpotensi meningkatkan serapan CO
2
dan meningkatan simpanan karbon tegakan persediaan sebesar 43,5 tonCha pada akhir daur 40 tahun atau rata-rata 22,3 tonChatahun.
Hal ini disebabkan oleh pencegahan penurunan simpanan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal dan akibat limbah penebangan yang berimplikasi pada
peningkatan simpanan karbon persediaan tegakan tinggal. Pilihan mempertahankan hutan gambut alam tidak dikonversi menjadi HTI
dan melakukan perubahan penerapan teknik CL menjadi RIL memberikan potensi peningkatan simpanan karbon sebesar rata-rata 136,7 tonChatahun pada kondisi
hutan primer dan rata-rata 77,1 tonChatahun pada kondisi hutan bekas tebangan. Pilihan mempertahankan hutan gambut alam tidak dikonversi menjadi HTI dan
melakukan perubahan penerapan teknik CL menjadi RIL serta melakukan pengurangan intensitas penebangan menjadi 10 pohonha berpotensi meningkatan
simpanan karbon tegakan persediaan sebesar rata-rata 146,7 tonChatahun pada kondisi hutan primer dan rata-rata 86,2 tonChatahun pada kondisi hutan bekas
tebangan. Hal ini disebabkan oleh pencegahan penurunan simpanan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal dan akibat limbah penebangan yang berimplikasi pada
peningkatan simpanan karbon persediaan tegakan tinggal, serta pencegahan penurunan simpanan karbon akibat konversi menjadi HTI.
Pilihan mempertahankan hutan gambut tidak dikonversi dan melakukan penerapan teknik RIL memberikan keuntungan NPV dari usaha kayu dan karbon
hutan alam primer pada harga 3, 6, 9, dan 12 UStCO
2
e adalah sebesar 20, 22, 23, dan 25 juta rupiahha pada intensitas penebangan 16 pohonha, dan sebesar 12,
14, 16, dan 17 juta rupiahha pada intensitas penebangan 10 pohonha. Pilihan pencegahan konversi dan penerapan teknik RIL tanpa pengurangan intensitas
penebangan berimplikasi pada peningkatan keuntungan NPV sekitar 43 yaitu dari Rp 14 jutaha menjadi Rp 20 jutaha pada harga kompensasi karbon 3
UStCO
2
e. Pilihan pencegahan konversi dan penerapan teknik RIL dengan melakukan pengurangan intensitas penebangan sebesar 40 berimplikasi pada
peningkatan keuntungan NPV sekitar 22 yaitu dari Rp 14 jutaha menjadi Rp 17 jutaha pada harga kompensasi karbon 12 UStCO
2
e. Dengan demikian, pilihan pengurangan intensitas penebangan memerlukan harga kompensasi karbon
lebih tinggi dari 12 UStCO2e untuk mengkompensasi pengurangan produksi kayu. Dapat dikatakan bahwa harga kompensasi karbon masih sangat murah untuk
dapat mengkompensasi kehilangan pendapatan dari pengurangan produksi kayu. Konsekuensi ekologi dari tidak mengkonversi hutan gambut menjadi HTI
adalah tidak adanya pembuatan kanal-kanal yang menyebabkan terjadinya subsidensi tanah gambut yang mengakibatkan penurunan simpanan karbon tanah
gambut. Pilihan ini berpeluang memberikan manfaat ekologi yang sangat besar yaitu mempertahankan fungsi tata air atau hodrologis, fungsi biodiversitas, fungsi
kelestarian hutan, serta fungsi gudang simpanan dan serapan karbon atas dan bawah permukaan.
Implikasi sosial dan ekonomi wilayah dari usaha kayu hutan alam HA adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi regionalwilayah sekitar hutan,
peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja baru, forward dan backward linkage
, serta penyedia bahan baku kayu bulat untuk industri kayu lapis dan industri turunannya. Adanya usaha kayu HA menyebabkan berdirinya industri
kayu olahan kayu lapis dan turunannya yang selanjutnya memiliki efek pengganda lain, yaitu peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru
sekitar industri pengolahan kayu, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi regionalwilayah sekitar industri pengolahan kayu.
Tabel 41 memperlihatkan berbagai pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia dan implikasinya terhadap aspek ekologi, ekonomi