Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika
Analisis biaya break-even telah digunakan dalam analisis kelayakan usaha pencegahan deforestasi dan degradasi hutan oleh
Bellassen dan Gitz 2008 serta
Karky dan Skutsch 2009 .
Bellassen dan Gitz 2008 menggunakan indikator ini
untuk menganalisis pengurangan deforestasi dan degradasi hutan primer di Kamerun. Sedangkan
Karky dan Skutsch 2009 menggunakannya untuk
menganalisis profitabilitas pemanfaatan jasa penyimpanan karbon dan pengurangan deforestasi pada hutan kemasyarakatan di Nepal. Hasil penelitian
Silva-Chavez 2005 , biaya break-even di Bolivia berkisar antara 4
– 9ton CO
2
e. Sedangkan
Osafo 2005 menyatakan bahwa biaya break-even di Ghana sebesar
8tonCO
2
e. Bellassen dan Gitz 2008
mengungkapkan bahwa biaya break-even di Kamerun sekitar 2,85tonCO
2
e. Biaya break-even di Nepal berkisar antara 0,5 - 3,7tonCO
2
e Karky Skutsch 2009.
Biaya pembangunan hutan tanaman telah distandarkan oleh Kementrian Kehutanan Kemenhut melalui Permenhut No. P64 tahun 2009 tentang “Standar
Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Rakyat” pada tahun
2009. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.64 2009
menyatakan bahwa standar biaya pembangunan HTI dari nol tahun hingga umur delapan tahun sekitar
Rp.25.370.000ha. Nilai tersebut merupakan nilai biaya sekarang dan diperhitungkan pada tingkat diskonto 10.
Nilai manfaat hutan tanaman sebagai pencegah emisi dan penyerap karbon serta dampak negatif sebagai sumber emisi dinyatakan dalam neraca karbon hutan
tanaman. Neraca karbon hutan tanaman menurut Intergovernmental Panel on Climate Change_
IPCC 2006 merupakan perubahan stock karbon tahunan yang
dihitung melalui pendekatan gain and loss dengan rumus sebagai berikut: Cb = Cg
– Cl Keterangan:
o Cb merupakan perubahan stok karbon tahunan,
o Cg merupakan penambahan gain stok karbon tahunan
o Cl merupakan pengurangan loss stok karbon tahunan
Ginoga dan Lugina 2007 menyatakan bahwa aspek yang perlu
dipertimbangkan untuk tercapainya efisiensi di dalam pelaksanaan mekanisme
pembangunan bersih MPB adalah biaya dan waktu. Biaya mencakup pembuatan usulan proyek dan Dokumen Rancangan Proyek DRP termasuk persyaratan-
persyaratannya seperti biaya pengurusan surat kelayakan lahan MPB dari BupatiCamat, peta, Surat Keterangan Menteri Kehutanan, penyerahan DRP ke
Komisi Nasional MPB, Persetujuan Komisi Nasional MPB, Verifikasi, Pelaksanaan, Monitoring, Validasi, Sertifikasi, serta biaya konsultan. Waktu
antara lain waktu yang dibutuhkan untuk tahap persiapan pembuatan Usulan Proyek, penyusunan DRP, dan persyaratan-persyaratan DRP, dan tahap
pelaksanaan mencakup verifikasi, monitoring, validasi, penerbitan sertifikat. Nurfatriani dan Ginoga 2008
menyatakan bahwa pembagian biaya dan manfaat tidak bisa bersifat absolut atau merujuk pada teori tertentu, tapi
merupakan hasil kesepakatan antara pihak terkait dari mulai pembeli dan penjual dengan memperhatikan kontribusi masing-masing pihak dalam mekanisme karbon
offset . Prinsip pembayaran dan redistribusi pembayaran REDD adalah alokasi
insentif untuk para pihak berdasarkan nilai tambah yang diterima oleh para pihak dalam rangkaian menghasilkan kredit karbon dan sesuai dengan biaya oportunitas
pada tiap tingkatan. Perlu lebih diperjelas peran setiap pihak dalam pelaksanaan REDD, misalnya Pemerintah Daerah bukan hanya sebagai pemberi rekomendasi
saja. Dan perlu ditekankan lagi peluang untuk mengatur sendiri arah penggunaan insentif REDD yang tentunya harus dikembalikan kembali untuk pelestarian
hutan. Menurut
Gittinger 1986 salah satu cara untuk melihat kelayakan dari
analisis finansial adalah menggunakan Cast Flow Analysis. Alasan penggunaan metode ini adalah adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur
ekonomis kegiatan usaha. Cast Flow Analysis dilakukan setelah komponen- komponennya ditentukan dan diperoleh nilainya. Komponen tersebut
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu penghasilan atau manfaat benefit dan biaya cost. Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih net benefit yang
kemudian dijadikan nilai sekarang present value dengan mengalikannya dengan tingkat suku bunga discount rate yang ditetapkan. Tingkat diskonto ini harus
senilai dengan opportunity cost of capital atau biaya marginal kegiatan tersebut
dari sudut pandang pemilik modal atau peserta usaha dan biasanya tingkat diskonto merupakan tingkat usaha untuk meminjam modal.
Menurut Gittinger 1986
kriteria-kriteria yang digunakan dalam suatu evaluasi terhadap investasi proyek adalah Net Present Value NPV dan Benefit
Cost Ratio BCR. Net Present Value NPV adalah metode untuk menghitung
selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Menurut
Gittinger 1986 untuk menghitung nilai
sekarang perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat suku bunga yang relevan, tingkat bunga tersebut diperoleh dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman
jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan mempergunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik proyek. Proyek dinyatakan layak
jika NPV lebih besar atau sama dengan nol, yang berarti proyek tersebut minimal telah mengembalikan sebesar opportunity cost faktor produksi modal.