Kerangka Pendekatan Penyelesaian Masalah Penelitian

Bintang et al. 2005 menyatakan bahwa terdapat perbedaan laju subsidensi pada berbagai ketebalan gambut. Laju subsidensi lebih besar pada gambut yang lebih tebal dibandingkan dengan gambut dangkal. Laju penurunan muka tanah juga lebih besar pada awal tahun dimulainya subsidensi. Pada ketebalan gambut 200 cm diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm selang waktu 3,5 bulan sedangkan pada gambut sedang ketebalan 0-200 cm laju subsidensi sebesar 10-50 cm selang waktu 9-10 tahun dan untuk gambut dangkal ketebalan 0-100 cm laju subsidensi 10 cm selang waktu 8 tahun. Pengelolaan pada tanah gambut telah menyebabkan subsidensi, pada hutan alam gambut yang dibuat paritkanal drainase pada triwulan pertama diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm namun di lokasi yang sama laju subsidensi adalah 24 cm untuk waktu 3,5 tahun. Laju subsidensi pada tahun pertama lebih besar dibandingkan pada tahun berikutnya. Pengelolaan lahan gambut yang berbeda menyebabkan laju subsidensi juga berbeda. Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi subsidensi adalah ketebalan gambut, tingkat kematangan, dan pengelolaan yang adatelah dilakukan terhadap tanah gambut serta lamanya usia pengelolaan gambut.

2. Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Indonesia

Daryono 2009 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara bijaksana yakni: 1 lahan gambut mempunyai sifat dan karakter yang spesifik, seperti adanya subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air merupakan hal yang penting; 2 adanya kegiatan penebangan liar illegal logging atau ekploitasi sumber daya alam tanpa terkendali; 3 perubahan iklim; 4 adanya bahaya api di lahan gambut; 5 pengembangan lahan gambut yang tidak tepat; dan 6 tekanan sosial yang tinggi. Menurut Daryono 2009 , beberapa strategi pengelolaan hutan gambut yang dapat dilakukan antara lain: 1 keberadaan hutan gambut yang ada harus tetap dijaga dari kerusakan; 2 pemanfaatan lahan gambut harus memberikan dampak pengembangan ekonomi dan sosial; 3 menurunkan dan mencegah timbulnya kebakaran di lahan gambut; 4 pendekatan ekonomi baru terkait masalah carbon stock penyimpanan karbon dan konservasi biodiversity; dan 5 pendekatan ekonomi baru melalui suatu strategi implementasi untuk konservasi hutan gambut dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. Daryono 2009 menyebutkan beberapa praktek pengelolaan hutan yang dapat dilakukan untuk memperkecil laju peningkatan karbon dioksida di atmosfer antara lain: 1 pengelolaan untuk mengkonservasi karbon; 2 pengelolaan untuk pengambilan dan penyimpanan karbon; dan 3 pengelolaan untuk mencari substitusi karbon. Pengelolaan dengan mengkonservasi karbon terutama mengamankan gudang karbon yang sudah ada di hutan yang dilakukan melalui pencegahan deforestasi, pengawetan hutan cagar alam, perbaikan cara-cara pengelolaan hutan misalnya praktek pemanenan dan silvikultur yang ramah, pengendalian kebakaran, efisiensi pemakaian kayu, dan pemupukan, dan mengendalikan gangguan lain oleh manusia dan serangan hama. Pengelolaan melalui pengambilan dan penyimpanan karbon adalah memperluas simpanan karbon pada ekosistem hutan dengan meningkatkan luas atau kepadatan karbon di hutan alam atau hutan tanaman dan meningkatkan masa simpan produk-produk kayu yang tahan lama. Hal tersebut mencakup kegiatan aforestasi penanaman pohon pada areal tidak berhutan dalam waktu yang lama, reforestasi penanaman pohon-pohon kembali pada areal yang sebelumnya pernah berhutan, hutan kota dan agroforestri. Kegiatan lainnya termasuk permudaan alam, pengayaan tanaman dan pengelolaan produk kayu dari hutan. Pengelolaan untuk mensubstitusi karbon bertujuan meningkatkan transfer karbon dari biomassa hutan ke dalam produk misalnya kayu bahan bangunan atau bahan bakar biomassa untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil dan produk berbasis semen. Pengelolaan substitusi karbon adalah potensi mitigasi yang terbesar untuk jangka panjang.

3. Biomassa dan Karbon di Tanah dan Tumbuhan Hutan Gambut Tropika

Menurut Brown 1997 , biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu, biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah above ground biomass dan biomassa di bawah permukaan tanah below ground biomass. Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan dalam 3 komponen pokok Hairiah Rahayu 2007 yaitu: 1 biomassa yaitu massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim; 2 nekromasa yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak atau telah tumbang tergeletak di permukaan tanah, tunggak atau ranting dan daun-daun gugur serasah yang belum lapuk; dan 3 bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup tanaman, hewan dan manusia yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2 mm. Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian berpotensi melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO 2 yang mampu diserap oleh hutan dan daratan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa apabila diikuti dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses fotosintesis. Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 tCha yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi relatif lambat, sekitar 5 tCha Rahayu et al. 2007 . Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan cara: a mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, b meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan c mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun tidak langsung angin, biomasa, aliran air, radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi Rahayu et al. 2007 . Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara: a meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, b menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan c mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon Hairiah Rahayu 2007 . Untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut Rahayu et al. 2007 . Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Sekuestrasi karbon diartikan sebagai pengambilan CO 2 secara semi permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam komponen organik, atau disebut juga fiksasi karbon Hairiah et al. 2001b . Dalam konteks pertumbuhan hutan, sekuestrasi karbon adalah riap atau pertambahan terhadap persediaan karbon yang dikandung hutan Murdiyarso Herawati 2005 . Sekuestrasi karbon dapat ditentukan sebagai hasil produktivitas bersih tahunan karbon net primary production, NPP dalam tChatahun dikalikan dengan paruh-hidup harapan dalam tahun karbon yang terikat Hairiah et al. 2001b . Konsep paruh-hidup karbon dikaitkan dengan besarnya persediaan karbon tetap yang diikat di dalam vegetasi dan berapa lama karbon tersebut tetap ada sebelum kembali dalam bentuk CO 2 ke atmosfer karena dekomposisi atau pembakaran. Paruh-hidup karbon waktu dalam tahun, diambil setengah massa karbon untuk lapuk, diduga untuk setiap bagian yang berbeda dari komponen vegetasi misalnya 0,3 tahun untuk serasah daun, 1 tahun untuk serasah cabang, 4 tahun untuk kayu mati dan 20-30 tahun untuk kayu yang hidup. Potensi sekuestrasi karbon pada ekosistem daratan tergantung pada macam dan kondisi ekosistem, yaitu komposisi spesies, struktur dan distribusi umur khusus untuk hutan. Kondisi tempat tumbuh juga penting akibat pengaruh iklim dan tanah, gangguan alami dan tindakan pengelolaan Hairiah et al. 2001b .