Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Indonesia

Keterangan:  W adalah biomassa pohon  D adalah diameter pohon pada setinggi dada 130 cm  a dan b adalah konstanta Beberapa model alometrik pendugaan biomassa tumbuhan dan tanah gambut antara lain sebagai berikut:  Model alometrik pendugaan biomassa hutan tropika lembab untuk semua jenis vegetasi tidak membuat model penduga per bagian pohon W = 0.118 D 2.53 R 2 =97 Brown 1997  Persamaan alometrik penduga berat kering pohon 5 cm W = bj 0.11 D 2.62 Kettering et al. 2001  Model alometrik pendugaan biomassa pohon berdiameter 10 cm W = 0.1886 D 2.3702 R 2 =95 Istomo 2002

5. Pendekatan Finansial Perhitungan Biaya Dan Manfaat Ekonomi Karbon

Penelitian mengenai manfaat dan biaya REDD sudah dilakukan di beberapa negara, diantaranya oleh Silva-Chavez 2005 di Bolivia, Osafo 2005 di Ghana, Nepstad, et al. 2007 di Brazil, Bellassen dan Gitz 2008 di Kamerun, serta Karky dan Skutsch 2009 di Nepal. Bellassen dan Gitz 2008 melakukan kajian pada hutan primer di Kamerun dengan opsi pengelolaan berupa konservasi hutan, pemanfaatan hutan atau konversi hutan menjadi areal pertanian. Karky dan Skutsch 2009 melakukan kajian profitabilitas pada hutan kemasyarakatan di Nepal. Grieg-Gran 2008 melakukan evaluasi manfaat dan biaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia yang merupakan bagian dari analisis tingkat global. Harga CO 2 per ton di pasar sukarela setelah dikurangi biaya transaksi adalah sebesar 4,77 Capoor Ambrosi 2009 . Biaya transaksi transaction cost merupakan biaya yang diperlukan untuk administrasi, monitoring dan verifikasi jasa pengurangan emisi dan penyerapan karbon dioksida, hingga jasa ini dapat diperjualbelikan di pasar karbon. Biaya monitoring dan verifikasi karbon merupakan komponen biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan untuk proyek-proyek karbon kehutanan. Biaya ini disebut juga sebagai biaya transaksi. Analisis biaya break-even telah digunakan dalam analisis kelayakan usaha pencegahan deforestasi dan degradasi hutan oleh Bellassen dan Gitz 2008 serta Karky dan Skutsch 2009 . Bellassen dan Gitz 2008 menggunakan indikator ini untuk menganalisis pengurangan deforestasi dan degradasi hutan primer di Kamerun. Sedangkan Karky dan Skutsch 2009 menggunakannya untuk menganalisis profitabilitas pemanfaatan jasa penyimpanan karbon dan pengurangan deforestasi pada hutan kemasyarakatan di Nepal. Hasil penelitian Silva-Chavez 2005 , biaya break-even di Bolivia berkisar antara 4 – 9ton CO 2 e. Sedangkan Osafo 2005 menyatakan bahwa biaya break-even di Ghana sebesar 8tonCO 2 e. Bellassen dan Gitz 2008 mengungkapkan bahwa biaya break-even di Kamerun sekitar 2,85tonCO 2 e. Biaya break-even di Nepal berkisar antara 0,5 - 3,7tonCO 2 e Karky Skutsch 2009. Biaya pembangunan hutan tanaman telah distandarkan oleh Kementrian Kehutanan Kemenhut melalui Permenhut No. P64 tahun 2009 tentang “Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Hutan Rakyat” pada tahun 2009. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.64 2009 menyatakan bahwa standar biaya pembangunan HTI dari nol tahun hingga umur delapan tahun sekitar Rp.25.370.000ha. Nilai tersebut merupakan nilai biaya sekarang dan diperhitungkan pada tingkat diskonto 10. Nilai manfaat hutan tanaman sebagai pencegah emisi dan penyerap karbon serta dampak negatif sebagai sumber emisi dinyatakan dalam neraca karbon hutan tanaman. Neraca karbon hutan tanaman menurut Intergovernmental Panel on Climate Change_ IPCC 2006 merupakan perubahan stock karbon tahunan yang dihitung melalui pendekatan gain and loss dengan rumus sebagai berikut: Cb = Cg – Cl Keterangan: o Cb merupakan perubahan stok karbon tahunan, o Cg merupakan penambahan gain stok karbon tahunan o Cl merupakan pengurangan loss stok karbon tahunan Ginoga dan Lugina 2007 menyatakan bahwa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk tercapainya efisiensi di dalam pelaksanaan mekanisme