Pilihan Strategi Pengelolaan Hutan Gambut Tropika
hutan alam primer pada harga 3, 6, 9, dan 12 UStCO
2
e adalah sebesar 20, 22, 23, dan 25 juta rupiahha pada intensitas penebangan 16 pohonha, dan sebesar 12,
14, 16, dan 17 juta rupiahha pada intensitas penebangan 10 pohonha. Pilihan pencegahan konversi dan penerapan teknik RIL tanpa pengurangan intensitas
penebangan berimplikasi pada peningkatan keuntungan NPV sekitar 43 yaitu dari Rp 14 jutaha menjadi Rp 20 jutaha pada harga kompensasi karbon 3
UStCO
2
e. Pilihan pencegahan konversi dan penerapan teknik RIL dengan melakukan pengurangan intensitas penebangan sebesar 40 berimplikasi pada
peningkatan keuntungan NPV sekitar 22 yaitu dari Rp 14 jutaha menjadi Rp 17 jutaha pada harga kompensasi karbon 12 UStCO
2
e. Dengan demikian, pilihan pengurangan intensitas penebangan memerlukan harga kompensasi karbon
lebih tinggi dari 12 UStCO2e untuk mengkompensasi pengurangan produksi kayu. Dapat dikatakan bahwa harga kompensasi karbon masih sangat murah untuk
dapat mengkompensasi kehilangan pendapatan dari pengurangan produksi kayu. Konsekuensi ekologi dari tidak mengkonversi hutan gambut menjadi HTI
adalah tidak adanya pembuatan kanal-kanal yang menyebabkan terjadinya subsidensi tanah gambut yang mengakibatkan penurunan simpanan karbon tanah
gambut. Pilihan ini berpeluang memberikan manfaat ekologi yang sangat besar yaitu mempertahankan fungsi tata air atau hodrologis, fungsi biodiversitas, fungsi
kelestarian hutan, serta fungsi gudang simpanan dan serapan karbon atas dan bawah permukaan.
Implikasi sosial dan ekonomi wilayah dari usaha kayu hutan alam HA adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi regionalwilayah sekitar hutan,
peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja baru, forward dan backward linkage
, serta penyedia bahan baku kayu bulat untuk industri kayu lapis dan industri turunannya. Adanya usaha kayu HA menyebabkan berdirinya industri
kayu olahan kayu lapis dan turunannya yang selanjutnya memiliki efek pengganda lain, yaitu peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja baru
sekitar industri pengolahan kayu, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi regionalwilayah sekitar industri pengolahan kayu.
Tabel 41 memperlihatkan berbagai pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia dan implikasinya terhadap aspek ekologi, ekonomi
dan sosial. Pilihanopsi strategi pengelolaan hutan gambut tropika di Indonesia antara lain:
1. Hutan gambut alam terdegradasi dikonversi menjadi HTI dan dikelola untuk usaha kayu HTI IUPHHK-HTI
2. Hutan gambut alam terdegradasi dikonversi menjadi HTI dan dikelola untuk usaha kayu dan karbon IUPHHK-HTI dan IUP-RAP KARBON
3. Hutan gambut alam primer, bekas tebangan, dan sekunder tidak dikonversi menjadi HTI, tapi dipertahankan simpanan karbonnya dan
direhabilitasi hutannya untuk usaha karbon hutan alam IUP-PAN KARBON
4. Hutan gambut alam primer, bekas tebangan, dan sekunder tidak dikonversi menjadi HTI, tapi dipertahankan simpanan karbonnya untuk
usaha kayu hutan alam IUPHHK-HA penerapan teknik CL 5. Hutan gambut alam primer, bekas tebangan, dan sekunder tidak
dikonversi menjadi HTI, tapi dipertahankan simpanan karbonnya untuk usaha kayu hutan alam IUPHHK-HA penerapan teknik RIL
6. Hutan gambut alam primer, bekas tebangan, dan sekunder tidak dikonversi menjadi HTI, tapi dipertahankan simpanan karbonnya untuk
usaha karbon dan kayu hutan alam IUP-PAN KARBON dan IUPHHK- HA penerapan teknik RIL
7. Hutan gambut alam primer, bekas tebangan, dan sekunder tidak dikonversi menjadi HTI, tapi dipertahankan simpanan karbonnya untuk
usaha karbon dan kayu hutan alam IUP-PAN KARBON dan IUPHHK- HA penerapan teknik RIL dan pengurangan intensitas penebangan
Pilihan konversi HA terdegradasi menjadi HTI dan dikelola untuk usaha kayu HTI opsi 1 dan usaha kayu dan karbon opsi 2 berpeluang memiliki
implikasi positif terhadap aspek ekonomi dan sosial, namun berpotensi memiliki implikasi negatif terhadap aspek ekologi yaitu terjadinya subsidensi tanah gambut
dalam proses konversi HA menjadi HTI. Pilihan mempertahankan HA primer, bekas tebangan dan sekunder untuk tidak dikonversi menjadi HTI tapi dikelola
untuk usaha karbon opsi 3 berpotensi memberikan implikasi positif terhadap