Potensi Tegakan Hutan Sebelum Penebangan

C. Perkembangan Simpanan Karbon Vegetasi Hutan Gambut Tropika

Perkembangan simpanan karbon hutan gambut tropika diduga dengan menggunakan pendekatan bertambah dan berkurang gain and loss method. Pendekatan ini menghitung penambahan biomassa dan karbon akibat penambahan riap volume tegakan dikurangi dengan kehilangan biomassa dan karbon akibat kegiatan pemanenan kayu. Metode ini disarankan oleh IPCC 2006 untuk menghitung keseimbangan bersih net balance antara simpanan karbon yang bertambah dan simpanan karbon yang berkurang dalam suatu gudang karbon tertentu. Penambahan simpanan karbon carbon gain adalah hasil proses pertumbuhan kembali regrowth. Pengurangan simpanan karbon carbon loss adalah perpindahan karbon antar gudang akibat kegiatan pemanenan kayu. Kegiatan suatu unit manajemen hutan UMH atau unit pengelolaan hutan UPH yang berpotensi meningkatkan simpanan karbon di atas permukaan tanah adalah kegiatan penanaman pengayaan dan rehabilitasi lahan kosong. Peningkatan simpanan karbon terjadi juga akibat adanya pertumbuhan kembali regrowth tegakan tinggal di areal bekas tebangan LOA yaitu berupa riap volume tegakan m 3 hatahun. Kegiatan yang berpotensi mengurangi simpanan karbon tegakan di atas permukaan tanah adalah kegiatan penebangan pohon yang menyebabkan terjadinya limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal, kegiatan pembukaan wilayah hutan dan kegiatan perambahan hutan. Penelitian ini hanya fokus pada perkembangan simpanan karbon dalam gudang tegakan hutan di atas permukaan tanah. Penambahan simpanan karbon didekati oleh biomassa tegakan tinggal yang tumbuh kembali regrowth. Pengurangan simpanan karbon didekati oleh biomassa kayu yang hilang akibat penebangan pohon yang menyebabkan terjadinya limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal. Riap volume tegakan tinggal di hutan bekas tebangan diperoleh dari data hasil penelitian Prasetyo 2006 yang telah dikonfirmasi oleh Istomo 2012 di lokasi yang sama yang diukur tahun 2002 dan 2003 pada 9 petak ukur permanen PUP. Tegakan hutan bekas tebangan sebelum ditebang memiliki riap volume pada semua jenis adalah 0,47 m 3 hatahun, terdiri dari jenis komersil 0,31 m 3 hatahun dan jenis non komersil 0,16 m 3 hatahun. Tegakan hutan bekas tebangan sesaat setelah ditebang memiliki riap volume pada semua jenis adalah 3,53 m 3 hatahun, terdiri dari jenis komersil 2,14 m 3 hatahun dan jenis non komersil 1,39 m 3 hatahun. Hutan primer yang belum pernah ditebang diasumsikan kondisinya klimaks, sehingga memiliki riap volume 0 m 3 hatahun. Riap volume hutan bekas tebangan di hutan gambut lebih rendah daripada di hutan tanah kering, karena faktor kesuburan tanah gambut yang lebih rendah daripada tanah mineral. Wahyono 2007 menyebutkan riap volume hutan bekas tebangan berkisar antara 3,1 –5,7 m 3 hatahun. Hilwan 2012 menyebutkan riap volume hutan bekas tebangan sebelum ditebang adalah 1,7 m 3 hatahun, dan setelah ditebang adalah 4,2 m 3 hatahun. Kondisi ekologi dan potensi tegakan pohonha dan m 3 ha sebelum ditebang dan setelah ditebang diperoleh dari pengukuran 6 petak contoh penelitian dengan luas masing-masing 1 ha. Pengukuran tersebut juga mencakup pengamatan kegiatan penebangan pohon dengan intensitas berbeda beserta pengukuran besarnya limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon. Pada petak CL, potensi tegakan berdiameter 10 cm sebelum ditebang adalah 399 batangha atau 149,9 m 3 ha. Setelah ditebang dengan intensitas penebangan 16 pohonha atau 38,0 m3ha, maka jumlah tegakan tinggal yang rusak sebanyak 165 pohonha atau 32,0 m 3 ha dengan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 46. Dengan demikian, jumlah tegakan tinggal setelah penebangan adalah 218 pohonha atau 79,9 m 3 ha, sehingga terjadi penurunan stok tegakan berdiri sebesar 48 dari kondisi awal. Pada petak RIL dengan potensi awal dan intensitas penebangan yang relatif sama, terjadi kerusakan tegakan tinggal sebanyak 116 pohonha atau 22,4 m 3 ha dengan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 19. Dengan demikian, jumlah tegakan tinggal setelah penebangan adalah 268 pohonha atau 89,5 m3ha, sehingga terjadi penurunan stok tegakan berdiri sebesar 22 dari kondisi awal. Penerapan teknik RIL mampu meningkatkan stok tegakan tinggal sekitar 26 dibandingkan dengan penerapan teknik CL.