Perumusan Masalah Penelitian PENDAHULUAN

7. Ruang Lingkup Penelitian

Telaah pustaka untuk memperoleh informasi perkembangan ilmu pengetahuan terkait: 1 efisiensi pemanenan hutan gambut dan potensi dampaknya yang meliputi tingkat kerusakan tegakan tinggal dan potensi limbah; 2 simpanan karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut serta perubahannya akibat pemanenan kayu dan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman; 3 nilai manfaat ekonomi karbon; serta 4 pilihan strategi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon. Pengumpulan data di lapangan dan di laboratorium yang meliputi: 1 Analisis vegetasi hutan gambut untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan hutan gambut pada berbagai kondisi hutan gambut; 2 Pengukuran efisiensi pemanenan hutan gambut dan potensi dampaknya yang berupa kerusakan tegakan tinggal dan potensi limbah; 3 Pengukuran total biomassa tumbuhan dan tanah gambut; 4 Pengukuran pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan biomassa dan massa karbon pohon; 5 Pengambilan sampelcontoh uji bagian-bagian tumbuhan dan tanah gambut di lokasi pengelolaan hutan gambut; 6 Pengukuran kadar karbon dari contoh uji bagian- bagian tumbuhan dan tanah gambut di laboratorium; 7 Pengukuran kadar karbon dari contoh uji bagian-bagian pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan massa karbon; dan 8 Pendugaan simpanan biomassa dan massa karbon pohon berdasarkan model persamaan alometrik yang telah dibuat. Pengolahan dan analisis data penelitian yang meliputi: 1 Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan hutan gambut; 2 Analisis efisiensi dan dampak pemanenan kayu di hutan gambut; 3 Analisis simpanan massa karbon di tanah dan vegetasi hutan gambut; 4 Analisis perkembangan dan perubahan simpanan massa karbon hutan gambut akibat kegiatan pemanenan kayu dan konversi hutan gambut menjadi hutan tanaman gambut; 5 Analisis nilai manfaat ekonomi pengelolaan hutan gambut tropika terkait skema perdagangan karbon; dan 6 Analisis perumusan kemungkinan pilihan-pilihan strategi pengelolaan hutan gambut terkait skema perdagangan karbon dengan mempertimbangkan aspek manfaat ekonomi karbon hutan, aspek ekologi, aspek perubahan simpanan karbon hutan, dan aspek penurunan serapan CO 2 .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Potensi Hutan Gambut Tropika Indonesia

Berdasarkan data satelit tahun 2006 dari Departemen Kehutanan, Indonesia memiliki luas total lahan gambut peat land sekitar 21 juta hektar yang terdapat di Sumatera seluas 7,2 juta hektar 34, Kalimantan seluas 5,8 juta hektar 27 dan Papua seluas 8,1 juta hektar 39. Lahan gambut tersebut memiliki kedalaman kurang dari 3 meter seluas 17,3 juta hektar 82 dan kedalaman lebih dari 3 meter seluas 3,7 juta hektar 18. Luas hutan gambut alam natural peat forest di Indonesia pada tahun 2006 sekitar 12 juta hektar 57 dari luas total lahan gambut yang terdapat di Sumatera seluas 2,9 juta hektar 24, Kalimantan seluas 2,9 juta hektar 24 dan Papua seluas 6,2 juta hektar 52. Penggunaan hutan gambut alam tersebut antara lain sebagai fungsi konservasi seluas 2,4 juta hektar 20, fungsi perlindungan seluas 1,0 juta hektar 8 dan fungsi produksi seluas 8,6 juta hektar 72 BAPPENAS 2009. Hutan gambut bersifat sangat fragil rapuh dimana sekali dibuka maka akan merubah ekosistem dan untuk mengembalikannya pada ekosistem semula memakan waktu yang sangat lama, karena ekosistem hutan gambut merupakan ekosistem yang telah stabil sebagai hasil dari interaksi ribuan tahun antara komponen biotik dan lingkungannya. Kestabilan ekosistem gambut menghasilkan tata air yang seimbang dan mempertahankan keberadaan flora dan faunanya. Pembukaan vegetasi penutup lahan gambut dapat mengakibatkan dipercepatnya proses dekomposisi, terjadinya subsidensi amblesan dan mengubah ciri dari ekosistem hutan gambut. Jenis flora dan fauna di hutan gambut relatif terbatas, sedangkan tanah gambut mengandung lebih dari 65 bahan organic. Sifat fisik yang dimiliki tanah gambut adalah mampu menyerap air yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering kering berkelanjutan, gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah 0,1-0,2 gcm 3 dan mempunyai sifat hidrofobik sulit menyerap air dan akan mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami amblesan subsidensi dan mudah terbakar Budianta 2003. Bintang et al. 2005 menyatakan bahwa terdapat perbedaan laju subsidensi pada berbagai ketebalan gambut. Laju subsidensi lebih besar pada gambut yang lebih tebal dibandingkan dengan gambut dangkal. Laju penurunan muka tanah juga lebih besar pada awal tahun dimulainya subsidensi. Pada ketebalan gambut 200 cm diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm selang waktu 3,5 bulan sedangkan pada gambut sedang ketebalan 0-200 cm laju subsidensi sebesar 10-50 cm selang waktu 9-10 tahun dan untuk gambut dangkal ketebalan 0-100 cm laju subsidensi 10 cm selang waktu 8 tahun. Pengelolaan pada tanah gambut telah menyebabkan subsidensi, pada hutan alam gambut yang dibuat paritkanal drainase pada triwulan pertama diperoleh subsidensi sebesar 3,5 cm namun di lokasi yang sama laju subsidensi adalah 24 cm untuk waktu 3,5 tahun. Laju subsidensi pada tahun pertama lebih besar dibandingkan pada tahun berikutnya. Pengelolaan lahan gambut yang berbeda menyebabkan laju subsidensi juga berbeda. Beberapa sifat tanah yang mempengaruhi subsidensi adalah ketebalan gambut, tingkat kematangan, dan pengelolaan yang adatelah dilakukan terhadap tanah gambut serta lamanya usia pengelolaan gambut.

2. Pengelolaan Hutan Gambut Tropika Indonesia

Daryono 2009 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara bijaksana yakni: 1 lahan gambut mempunyai sifat dan karakter yang spesifik, seperti adanya subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air merupakan hal yang penting; 2 adanya kegiatan penebangan liar illegal logging atau ekploitasi sumber daya alam tanpa terkendali; 3 perubahan iklim; 4 adanya bahaya api di lahan gambut; 5 pengembangan lahan gambut yang tidak tepat; dan 6 tekanan sosial yang tinggi. Menurut Daryono 2009 , beberapa strategi pengelolaan hutan gambut yang dapat dilakukan antara lain: 1 keberadaan hutan gambut yang ada harus tetap dijaga dari kerusakan; 2 pemanfaatan lahan gambut harus memberikan dampak pengembangan ekonomi dan sosial; 3 menurunkan dan mencegah timbulnya kebakaran di lahan gambut; 4 pendekatan ekonomi baru terkait masalah carbon stock penyimpanan karbon dan konservasi biodiversity; dan 5