Interpretasi Alam TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Interpretasi Alam

Cara paling langsung bagi masyarakat umum untuk mempelajari kawasan yang dilindungi adalah melihatnya sendiri MacKinnon et al. 1990. Penting artinya bagi mereka untuk mendapat kesan pertama yang baik. Harus selalu diingat bahwa mendidik bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai tujuan akhir. Kawasan konservasi memerlukan dukungan dan penghargaan dari pengunjung, dan pengunjung perlu dibuat senang. Cara untuk menyampaikan hal tersebut pada masyarakat adalah melalu jasa informasi dan interpretasi. Tilden 1975 mendefinisikan interpretasi alam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan menunjukkan arti dan hubungan antara seseorang dengan alam lingkungannya dengan menggunakan benda-benda aslinya, melalui pengalaman langsung di lapangan dan dengan media ilustratif seperti, foto, slide, film dan sebagainya. Selanjutnya Sharpe 1982 menyatakan interpretasi adalah suatu mata rantai antara pengunjung dan sumber daya alam yang ada. MacKinnon et al. 1990 menyatakan bahwa interpretasi dalam taman nasional berbeda dengan informasi. Interpretasi bukanlah sekedar daftar berisi fakta, melainkan mencoba mengungkapkan konsep, arti dan hubungan keterkaitan gejala alam. Interpretasi berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan tujuan dan kebijakan taman serta berusaha mengembangkan perhatian bagi keperluan perlindungan. Interpretasi juga harus mendidik pengunjung untuk menghargai kawasan perlindungan bagi wilayah dan bangsa. Menurut Ditjen PHPA 1988, interpretasi konservasi alam adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditujukan kepada pengunjung kawasan konservasi alam dan merupakan kombinasi dari enam hal, yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan dan inspirasi serta promosi. Kegiatan interpretasi itu diselenggarakan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pengunjung dan dengan cara mempertemukan pengunjung dengan obyek-obyek interpretasi, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengalaman langsung melalui panca inderanya seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman atau perabaan. Muntasib 2003b menyimpulkan bahwa interpretasi alam adalah suatu seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan wisata alam kepada pengunjung sehingga dapat memberikan inspirasi, menggugah pemikiran untuk mengetahui menyadari, mendidik dan bila mungkin menarik minat pengunjung untuk ikut melakukan konservasi. Kegiatan wisata alam dan ekowisata berkaitan erat dengan pembelajaran dan kesadaran lingkungan. Jika ekowisata dimaksudkan untuk mempromosikan suatu perjalanan yang bertanggung jawab maka penyelenggaraan ekowisata harus mempunyai bekal interpretasi dan pendidikan tentang kawasan yang akan ditawarkan. 2.1.1. Sejarah Perkembangan Interpretasi di Indonesia Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun maka tinjauan sejarah perkembangan interpretasi dapat dibagi ke dalam 3 periode, yaitu Muntasib 2003b : 1. Periode 1980 - 1990 Merupakan periode peletakan dasar interpretasi di Indonesia. Usaha pengembangan interpretasi tidak bisa dilepaskan dari pengalaman dan mengikuti mata kuliah dan merasakan langsung bagi para dosen serta para pengelola taman wisata alam dan taman nasional yang sekolah atau berkesempatan mengikuti kursus di negara-negara barat, terutama di Amerika Serikat. Pada periode tersebut mulai dikenalkan mata kuliah di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Pendidikan Konservasi dan Interpretasi. Juga pada periode ini telah diterbitkan buku ”Pedoman Interpretasi Taman Nasional” oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata pada tahun 1988. Bahkan dalam struktur organisasi telah terdapat penugasan untuk interpretasi. Pelatihan-pelatihan interpretasi juga mulai diadakan di Pusdiklat Kehutanan. Beberapa taman nasional sudah pula mengembangkan berbagai program interpretasi serta tanda- tanda interpretasi di lapangan papan nama, papan interpretasi, media interpretasi dan sebagainya. 2. Periode 1991 - 2000 Periode ini merupakan periode dorman dari interpretasi namun menjelang akhir 2000 dengan makin gencarnya pengembangan ekowisata, serta mulai disadarai oleh para pelaku ekowisata bahwa interpretasi merupakan salah satu kunci keberhasilan ekowisata, walaupun saat itu beberapa taman nasional mulai memiliki kegiatan-kegiatan berkaitan dengan interpretasi. 3. Periode 2000 - sekarang Pada periode ini perhatian terhadap interpretasi mulai meluas bukan hanya di lingkungan Departemen Kehutanan dan Perguruan-perguruan Tinggi Kehutanan, namun sudah meluas kepada berbagai kegiatan yang berkaitan dengan wisata alam dan ekowisata. Apalagi dengan Deklarasi Quebec serta Tahun Ekowisata dan Pegunungan Nasional Tahun 2002 dan rekomendasi dari lokakarya tersebut salah satunya interpretasi sebagai prioritas untuk dikembangkan. Diharapkan pada periode ini mulai diteruskan sosialisasi tentang perlunya interpretasi bagi pengembangan wisata alam dan ekowisata. 2.1.2. Unsur-unsur Interpretasi Unsur-unsur interpretasi ada tiga Ditjen PHPA 1988, yaitu : a. Pengunjung Beberapa hal yang berkaitan dengan pengunjung yang perlu dianalisis dan diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan interpretasi antara lain : 1. Tempat-tempat yang paling banyak mendapat perhatian pengunjung 2. Asal sebagian besar pengunjung 3. Distribusi musiman pengunjung 4. Persentase jumlah pengunjung yang melewati pintu utama dan pintu lainnya. Informasi yang harus dikumpulkan untuk mengetahui karakteristik pengunjung dalam rangka penyusunan program interpretasi adalah : 1. Proporsi pengunjung nusantara dan mancanegara 2. Ukuran kelompok, distribusi umur dan tingkat pendidikan 3. Distribusi musiman kunjungan, waktu berkunjung, lama tinggal dan frekuensi kunjungan ulang 4. Jenis transportasi, tema dan media yang paling menarik bagi pengunjung. b. Pemandu Wisata Kualitas tenaga pemandu wisata sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam interpretasi. Syarat pemandu wisata harus mempunyai kemampuan : 1. Menguasai beberapa ilmu atau ahli dalam bidang ilmu tertentu flora, fauna, sejarah, geologi atau budaya yang berkaitan dengan obyek wisata 2. Menguasai pengetahuan di bidang pendidikan dan komunikasi masa serta sekaligus mempraktekkannya 3. Menguasai cara-cara melaksanakan interpretasi secara baik dan benar. c. Obyek Interpretasi Obyek interpretasi adalah segala yang ada di dalam kawasan bersangkutan dan digunakan sebagai obyek dalam menyelenggarakan interpretasi. Terdapat dua macam obyek interpretasi yaitu obyek sumberdaya alam, dan obyek sejarah dan budaya Ditjen PHPA 1988. Agar program interpretasi dapat berlangsung dengan baik, maka pemilihan dan penggunaan serta pemeliharaan obyek interpretasi perlu dilaksanakan. Dalam pemilihan obyek interpretasi harus memperhatikan sifat dan keadaan pengunjung serta sifat sumberdaya alam, sejarah dan budaya yang menjadi obyek interpretasi. Ciri-ciri utama obyek interpretasi yang harus diperhatikan adalah FAO 1976, diacu dalam Rahmat 1996 : a. Ciri-ciri geologis 1. Strata geologis yang representatif 2. Strata yang menunjukkan asal-usul suatu daerah 3. Tanda-tanda kehidupan prasejarah dan perkembangan evolusi yang berasosiasi dengan geologis 4. Ciri-ciri fisiografis seperti gua, jembatan alam, kawah, air terjun, danau, mata air dan delta sungai. b. Ciri-ciri biologis 1. Flora dan fauna yang khas dan penting 2. Tapak di mana satwa sering terlihat 3. Tanda-tanda yang menunjukkan hubungan ekologis yang penting 4. Spesimen yang menarikkhusus seperti pohon raksasa, pohon berumur ratusan tahun dan tanaman hibrida 5. Tanda-tanda yang menunjukkan hubungan penting antara manusia dengan lingkungan seperti perubahan vegetasi dan artefak benda-benda sederhana seperti alat atau perhiasan yang menunjukkan keindahan. c. Ciri-ciri Sejarah Manusia 1. Tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan manusia primitif seperti tapak budaya prasejarah, reruntuhan, artefak dan piktograf sistem tulisan kuno 2. Tanda-tanda yang menunjukkan adanya budaya suatu suku 3. Tapak, artefak dan dokumen yang berhubungan dengan sejarah penghuni 4. Tanda-tanda yang menunjukkan penggunaan sumberdaya pada masa lalu seperti perubahan vegetasi, bekas penggergajian, pertambangan dan peternakan. 2.1.3. Tipe Interpretasi Menurut kegiatannya, Aldridge 1972, diacu dalam Muntasib 2003a membagi interpretasi alam ke dalam empat tipe, yaitu : a. Interpretasi tempat historis bersejarah Merupakan seni dalam menjelaskan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan masa lampau atau berhubungan dengan keadaan budaya b. Interpretasi tempat alami Menjelaskan karakteristik suatu daerah melalui hubungan antara batu- batuan, tanah, flora, fauna dan manusia c. Interpretasi lingkungan hidup Menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungannya d. Pendidikan pelestarian Mengajarkan tentang tata lingkungan melalui disiplin ilmu bumi, kehidupan dan sosial serta seni. 2.1.4. Metode Interpretasi Metode interpretasi adalah cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan interpretasi. Penentuan penggunaan metode interpretasi berdasarkan 2 dua faktor yaitu obyek interpretasi dan pengunjung Ditjen PHPA 1988. Menurut Berkmuller 1981, metode interpretasi terbagi atas : a. Dengan pemandu Guided TrailsGT, pengunjung mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai obyek-obyek interpretasi dengan bantuan pemandu b. Pemanduan sendiri Self Guided TrailsSGT, pengunjung mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai obyek-obyek interpretasi dengan bantuan tanda Sign in Place, Audio Trail, Leaflet dan Marker Trail. Sharpe 1982 menganjurkan agar metode SGT digunakan dalam keadaan frekuensi pengunjung tinggi dan ketersediaan pemandu terbatas. Sedangkan menurut Soedargo et al. 1989, secara garis besar metode interpretasi lingkungan terdiri dari : a. Pelayanan langsung personal service, yaitu dilakukan langsung oleh petugas interpretasi kepada pengunjung b. Pelayanan tidak langsung non-personal service, yaitu dilakukan melalui suatu media di mana petugas interpretasi tidak berhubungan langsung dengan pengunjung. 2.1.5. Sarana Interpretasi Menurut Muntasib 2003a, sarana interpretasi terdiri dari : a. Jalan setapak interpretasi 1 Jalan setapak yang memerlukan kehadiran pemandu wisata alam 2 Jalan setapak yang tidak memerlukan kehadiran pemandu wisata alam tetapi lengkap dengan petunjuk-petunjuk guided trails b. Wisma cinta alam, yang merupakan tempat transit terprenting dari suatu kawasan karena disini pengunjung mendapat sambutan dan mendapat bekal informasi yang dibutuhkan c. Pusat informasi, yang sebenarnya merupakan tempat transit kedua dari pengunjung untuk lebih memperjelas atau melengkapi informasi yang sudah didapatkan di wisma cinta alam d. Jalur interpretasi, yang merupakan jalur khusus yang digunakan untuk orang- orang yang memeasuki kawasan dengan lingkungan yang sangat menarik untuk tujuan menghargai nilai-nilai kawasan yang dipandu oleh petugas kawasan tersebut e. Bumi Perkemahan, yaitu tempat menikmati alam dengan santai, bermalam dalam tenda di tempat terbuka. 2.1.6. Program Interpretasi Menurut Sharpe 1982, program interpretasi adalah pengetahuan dari seluruh usaha interpretasi, yaitu mencakup personil, fasilitas dan seluruh kegiatan interpretasi, kelembagaan serta tempat rekreasi itu sendiri. Intinya, bahwa program interpretasi menghubungkan sumberdaya alam atau budaya suatu areal dengan pengunjung yang menggunakan berbagai macam variasi. Sedangkan menurut Ditjen PHPA 1988, program interpretasi merupakan suatu pola pelaksanaan interpretasi menurut waktu tertentu dan skenario cerita tertentu pula. Skenario cerita interpretasi adalah garis-garis besar cerita yang akan menjadi tuntunan dalam pelaksanaan interpretasi. Demikian pula dijelaskan bahwa “materi interpretasi” adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyusun suatu program interpretasi dan yang akan menjadi isi dan maksud interpretasi yang diprogramkan tersebut. Selain itu dijelaskan pula bahwa media interpretasi adalah alat untuk berkomunikasi dengan pengunjung dalam rangka penyelenggaraan interpretasi seperti foto, poster, slide, video, brosur, booklet dan leaflet. 2.2. Perencanaan Interpretasi 2.2.1. Sasaran Perencanaan