Iklim Hidrologi KEADAAN UMUM LOKASI

38 - Ekosistem Hutan Tropika Sub Alpin. Apabila digunakan klasifikasi vegetasi hutan Indonesia menurut Van Steenis Soerianegara dan Indrawan 1982, maka kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu mempunyai formasi hutan sebagai berikut : - Formasi Hutan Hujan Pegunungan elevasi 1.000 – 2.400 m dpl - Hutan Hujan Sub Alpin elevasi 2.400 – 3.150 m dpl Hutan Hujan Tropika Pegunungan Rendah sebagian besar berupa hutan sekunder dengan jenis tanaman Pinus Pinus merkusii, Puspa Schima noronhae, Bintami Podocarpus sp. yang merupakan vegetasi yang ditanam oleh Perum Perhutani ketika kawasan Gunung Merbabu masih berstatus Hutan Lindung. Ekosistem Hutan Hujan Tropika Pegunungan Tinggi ditumbuhi jenis- jenis antara lain Dempul Glochidion sp., Jurang Villebrunea rubescens, Keraminan Dysoxylum sp., Lotrok Nauclea obtuse, Luwing Ficus hispida, Akasia Acacia decurens, Puspa Schima noronhae, Kemlandingan gunung Albizzia montana, Sowo Engelhardia serrata , Tanganan Schefflera elliptica dan Pasang Quercus spicata. Sedangkan ekosistem Hutan Tropika Sub Alpin berada di sekitar puncak Gunung Merbabu yang ditumbuhi Edelweis Anaphalis javanica, Cantigi Vaccinium varingifolium dan rumput-rumputan. Keragaman fauna yang ada antara lain Monyet ekor panjang Macaca fascicularis, Elang jawa Spizaetus bartelsi, Elang hitam Ichtinaetus malayensis, Ayam hutan Gallus varius, Gagak kampung Corvus enca, Alap- alap Falco sp., Kutilang Pycnonotus aurigaster, Burung kacamata Zosterops montanus, dan Gelatik batu Parus major.

4.5. Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Gunung Merbabu mempunyai iklim tipe B dengan nilai Q = 31,42, dengan curah hujan berkisar antara 2.000 - 3.000 mm. Suhu sepanjang tahun berkisar antara 17º C - 30º C.

4.6. Hidrologi

Gunung Merbabu merupakan kawasan pengatur tata air di daerah di bawahnya. Pada kawasan yang termasuk wilayah Kabupaten Boyolali terdapat beberapa sungai yang mengalir diantaranya Kali Babrik, Kali Tanggi, Kali Soko, Kali Rejoso, Kali Jarak, dan Kali Batang. Beberapa sumber mata air yang muncul dimanfaatkan sebagai sumber air bagi masyarakat di sekitarnya seperti 39 Tuk Sipendok Petak 23 Perhutani, Tuk Muncar, Tuk Buyaran, Tuk Sampetan, Tuk Grenjeng Kecamatan Ampel, Tuk Babon, Tuk Gentong, Tuk Talangan Kecamatan Selo. Dari beberapa mata air tersebut, Tuk Sipendok mempunyai debit air yang paling besar yaitu ± 30 literdetik. Sedangkan pada kawasan yang termasuk wilayah Kabupaten Magelang beberapa sungai yang mengalir diantaranya Kali Sendoyo, Kali Candiroto, Kali Kediran, Kali Mangu, Kali Grenjengan, dan Kali Marong. Beberapa mata air yang muncul di beberapa lokasi kawasan gunung dimanfaatkan sebagai sumber mata air bagi masyarakat setempat, seperti Tuk Abang Petak 32 Perhutani Desa Wonolelo yang dimanfaatkan oleh penduduk Dusun Candran, Umbul Nglempong Sikendi Petak 26 Perhutani, Umbul Kukusan yang dimanfaatkan oleh penduduk Dusun Kenalan dan Dusun Kewiran. Kondisi hidrologi Gunung Merbabu dipengaruhi oleh aspek geofisik permukaan seperti sifat morfologi hidromorfologi, sifat morfometri hidromorfometri, sifat batuan hidrogeologi, sifat cuaca dan iklim hidromeorologi - klimatologi. Dari sifat morfologi, lereng Gunung Merbabu ke arah wilayah Boyolali didominasi oleh batuan bermateri lava, sedang ke arah wilayah Magelang lebih didominasi oleh batuan bermateri piroklastik. Ditinjau dari aspek cuaca dan iklim wilayah Boyolali merupakan daerah bayangan hujan leeward side, sedang wilayah Magelang merupakan wilayah hujan windward side. Pada citra Landsat TM berwarna Color Composite tampak jelas daerah bayangan hujan tampak lebih cerah karena refleksi dari lahan kering. Sebagai konsekuensinya ditinjau dari aspek hidrogeologi Gunung Merbabu memiliki potensi hidrologi yang cukup mencolok. Ketersediaan air di wilayah Magelang lebih permanen daripada di wilayah Boyolali. Kondisi sungai yang mengalir ke arah lereng Barat lebih permanen daripada ke arah lereng Timur. Banyak mata air dijumpai di lereng barat mulai dari mata air Sobleman yang menjadi hulu Sungai Bulak dan Sungai Gendil. Mata air Kecitran mengalir ke Kali Mangu dan yang cukup besar mata air Ketundan yang mengalir ke Sungai Soti Sotikawah Kondisi yang menarik ditinjau dari aspek hidrologi adalah pada peralihan lereng timur dan lereng selatan, di daerah peralihan ini ditemukan fenomena peralihan kondisi basah dan kering. Batas wilayah kering yang tegas di wilayah Desa Ngagrong dan kondisi basah dijumpai di wilayah Desa Selo. Hal ini berpengaruh pada kondisi tanaman dan kondisi penggunaan lahan dan produksi pertaniannya. Di wilayah Ngagrong masih banyak dijumpai pertanian lahan 40 kering, sedang di wilayah Selo dijumpai pertanian lahan basah karena perbedaan ketersediaan air wilayah.

4.7. Topografi