Jalur Interpretasi HASIL DAN PEMBAHASAN
diceritakan kesulitan yang dihadapi apabila terjadi kebakaran di medan yang terjal dan sulit untuk mendapatkan air seperti di gunung ini. Proses suksesi yang
berlangsung juga dapat menjadi bahan untuk menjelaskan proses alamiah yang terjadi setelah suatu kawasan dilanda kebakaran hutan.
Peralihan tipe vegetasi yang mulai terlihat pada jarak + 1.500 m dan ketinggian + 2.111 m dpl. Sebagai informasi bagi pengunjung perlu dijelaskan di
sini pengaruh ketinggian terhadap ekosistem hutan dan karakteristik pohon- pohonnya. Selanjutnya Pos II Pos Ijo yang berupa bangunan semi permanen
dari seng bercat hijau dan berada pada jarak + 1.650 m ketinggian + 2.160 m dpl dapat digunakan untuk beristirahat dan menikmati pemandangan di bawahnya.
Dapat disampaikan pula pos ini dinamakan juga Pos Pereng Putih karena berada di sekitar tebing yang batuannya berwarna putih mulai dari pos ini hingga jarak +
2.000 m. Selepas dari Pereng Putih pada jarak + 2.100 m ketinggian + 2.200 m dpl terdapat tikungan jalur yang dinamakan “Nglongok” yang berarti “melihat ke
bawah” karena dari lokasi ini pemandangan ke bawah serta Pereng Putih dapat terlihat dengan jelas.
Lokasi Pos III Gumuk Mentul dapat dicapai setelah berjalan + 2.375 m dengan ketinggian + 2.342 m dpl. Pos ini berupa bangunan semi permanen dari
batang kayu dan atap seng. Di lokasi ini pengunjung dapat beristirahat dan diberi penjelasan nama Gumuk Mentul yang berarti bukit kecil yang
bergelombang, sesuai dengan keadaan di sekitarnya. Pada jarak + 2.500 m dan ketinggian + 2.363 m dpl dapat dijumpai tumbuhan Arben yang buahnya dapat
dimakan ketika sudah matang dengan rasa manis keasaman. Setelah melewati jalur yang menanjak sejauh + 450 m, sampailah di Pos IV
Lempong Sampan pada ketinggian + 2.509 m dpl yang tumbuhannya sebagian berupa rumput-rumputan. Pos ini tidak memiliki bangunan apapun namun dapat
digunakan untuk membuka tenda dan bermalam. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, pada jaman dahulu Pos IV Lempong
Sampan merupakan alun-alun kerajaan yang berfungsi sebagai tempat beristirahat sebelum menghadap raja sekaligus tempat berlatih para prajurit dan
di sebelah barat Lempong Sampan merupakan pasarnya. Cantigi Vaccinium varingifolium yang merupakan tumbuhan khas pegunungan berupa perdu mulai
dapat dijumpai selepas Lempong Sampan. Di sini dapat disampaikan bahwa tumbuhan ini tahan terhadap belerang dan lazim ditemui di dekat kawah dan
solfatara. Daun mudanya dapat dimakan, begitu pula dengan buahnya yang hitam.
Puncak Pertapan atau Watu Gubug yang berada pada ketinggian + 2.729 m dpl merupakan persinggahan berikutnya setelah menempuh jarak + 3.600 m
dan jalur yang menanjak dari Pos IV Lempong Sampan. Dinamakan Watu Gubug karena di lokasi ini terdapat batu yang berongga seperti sebuah gubug
dan digunakan untuk bertapa. Konon Mbah Syarif, tokoh yang pernah mendiami Puncak Syarif juga sempat berlindung di sini dari hujan dan terik matahari.
Selama perjalanan menuju lokasi ini akan terlihat atau hanya terdengar suara burung Anis gunung Turdus poliocephalus. Seperti di beberapa gunung lain
seperti Gunung Merapi dan Gunung Lawu, burung ini sering menjadi teman perjalanan para pendaki di sekitar jalur pendakian. Khusus di Gunung Lawu,
burung ini disebut Jalak Gading. Puncak Pertapan juga mempunyai cerita tersendiri seperti Pos IV Lempong Sampan. Konon, lokasi ini dahulu disebut
Gunung Pertapan dan menjadi tempat berkumpul rakyat sebelum menghadap raja di puncak Gunung Merbabu.
Pada jarak + 4.100 m di ketinggian 2.885 m dpl terdapat titik pertemuan jalur pendakian Cunthel. Mendaki 50 m dari pertigaan tersebut akan dijumpai
menara antena komunikasi TNI ketinggian + 2.900 m dpl. Konon pada jaman dahulu rakyat yang menuju pusat kerajaan diintai melalui menara pengintai yang
berada di tempat yang sama dengan menara TNI yang sekarang. Di sekitar menara TNI tersebut pada jarak + 4.200 m terdapat Puncak Watu Tulis.
Dinamakan demikian karena dahulu terdapat batu bertulis prasasti bertuliskan huruf Jawa kuno di lokasi ini. Jalur selepas Puncak II Watu Tulis cenderung
menurun pada sebuah punggungan. Rumput Bubarjaran mulai dapat dijumpai pada jarak + 4.400 m di
ketinggian + 2.898 m dpl, namun di jalur ini tidak terdapat sabana seperti yang terdapat pada jalur Selo – Puncak. Di sini dapat disampaikan bahwa pada sisi
selatan Gunung Merbabu akan dijumpai daerah yang ditumbuhi rumput jenis ini sehingga membentuk sebuah sabana. Selanjutnya pada jarak + 4.600 m pada
ketinggian + 2.883 m dpl terdapat pal batas kabupaten yang dapat digunakan untuk menyampaikan bahwa Taman Nasional Gunung Merbabu meliputi 3
wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Semarang, Boyolali dan Magelang. Setelah berjalan jarak + 4.800 m ketinggian + 2.910 m dpl sampailah di Pos IV Helipad.
Pos ini dinamakan demikian karena berupa dataran yang menyerupai landasan
helikopter. Sekitar 50 m jalur berada di punggungan yang diapit dua kawah yaitu Kawah Candradimuka di sebelah kanan dan Kawah Mati di sebelah kiri. Kedua
kawah sedikit mengeluarkan asap putih dan bau belerang. Jalur pada jarak + 4.900 m ketinggian + 2.977 m dpl disebut sebagai “Jembatan Setan” karena
medannya yang sangat terjal dan memerlukan tenaga yang besar untuk melewatinya.
Puncak III Geger Sapi dapat dicapai setelah menempuh jarak + 5.100 m. Lokasi pada ketinggian + 3.000 mdpl ini disebut demikian karena berada pada
punggungantebing yang terlihat seperti punggung Bahasa Jawa=geger seekor sapi. Selanjutnya jalur bervariasi turun dan menanjak sekitar 300 m hingga
berada pada pertigaan menuju Puncak IV atau Puncak Syarif ke kiri dan puncak-puncak lain seperti Puncak Kenteng Songo serta Puncak Triangulasi ke
kanan. Puncak Syarif yang berada di ketinggian + 3.140 m dpl dicapai setelah berjalan menanjak + 125 meter ke arah kiri dari pertigaan tersebut. Pada puncak
yang juga mempunyai nama Puncak Kerto ini dapat dikisahkan cerita tentang tokoh yang bernama Mbah Syarif. Sedangkan Puncak V Ondorante dapat
dicapai setelah berjalan + 125 ke arah kanan dari pertigaan tersebut. Pada jarak + 5.850 ketinggian + 3.135 m dpl terdapat nisan memori Sugiyanto pendaki dari
STIKUBANK Yogyakarta yang meninggal pada tahun 2001. Di sini dapat diceritakan kronologi kecelakaan yang menimpanya.
Puncak Kenteng Songo yang berada pada ketinggian + 3.157 m dpl. dicapai setelah jarak Puncak Kenteng Songo + 5.900 m. Di sini dapat
diceritakan kepercayaan masyarakat tentang keberadaan batu berlubang di puncak ini. Sekitar 225 m dari Puncak Kenteng Songo atau jarak total + 6.125 m
sampailah pada Puncak Triangulasi yang berada pada ketinggian + 3.122 m dpl.
2 Jalur Tekelan IV
Jalur ini berawal di Dusun Tekelan yang merupakan salah satu Base Start jalur pendakian menuju puncak Gunung Merbabu. Posisi Base Start Dusun
Tekelan berada pada 110 25’ 41.4” BT 07 24’ 55.4” LS dengan ketinggian + 1.662 m dpl. Di sini dapat diterangkan bahwa Dusun Tekelan berada di dalam
enklave atau tanah milik yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, termasuk sejarah atau cerita rakyat tentang Galar Wutah dan
asal muasal Dusun Tekelan. Selanjutnya jalur melewati kebun dan pemukiman penduduk menuju perbatasan tanah milik penduduk dengan kawasan Taman
Nasional Gunung Merbabu pada jalur menuju air terjun Watu Tadah. Dari awal
jalur ini terdapat pemandangan hutan Pinus yang dapat dimanfaatkan untuk beristirahat sejenak sambil menerangkan manfaat getah pohon Pinus sebagai
bahan baku Gondorukem dan terpentin. Air terjun Krinjingan dapat dicapai setelah menempuh jarak + 450 m. Di lokasi ini dapat disampaikan proses siklus
air dan tutupan hutan yang mempengaruhi debit air terjun ini. Mata air dan bak pengendali air yang berada di dekat air terjun Krinjingan dapat melengkapi
penjelasan siklus air tersebut dan pemanfaatannya bagi penduduk Dusun Tekelan.
Untuk menuju “Dufan”, jalur kembali ke percabangan di awal jalur ini dan berbelok ke kiri. Pakis galar Cyathea contaminans yang batangnya
dimanfaatkan untuk media tanaman anggrek dapat ditemui pada jarak + 100 dari percabangan tersebut. Antanan atau Pegagan Centella asiatica yang
bermanfaat untuk mengobati radang hati, campak, bronkhitis dan lain-lain juga terdapat di sekitar bagian segmen jalur ini. Pada jarak + 300 m dari
percabangan terdapat pohon Kina Chinchona sp. yang kulitnya merupakan bahan baku obat malaria.
Setelah berjalan + 400 m dari perbatasan sampailah di lokasi “Dufan” atau Wetan Pereng. “Dufan” merupakan lembah berpemandangan alam yang indah
dengan sungai Kali Bacin yang terdapat di dasar lembah. Selanjutnya jalur memutar mengambil ke kanan pada pertigaan yang ada di
sekitar “Dufan”. Selanjutnya setelah menempuh jarak + 300 m dari “Dufan”, jalur akan sampai di perbatasan antara kawasan Taman Nasional Merbabu dengan
tanah milik penduduk Dusun Tekelan. Perjalanan dari ”Dufan” menuju perbatasan kemungkinan akan diwarnai oleh suara burung Alap-alap Falco sp.
yang statusnya dilindungi ini. Di antara “Dufan” dan batas kawasan dapat disampaikan manfaat Alang-alang Imperata cylindrica yang banyak tumbuh di
sepanjang jalur tersebut sebagai pereda panasdemam. Tumbuhan Mendang yang biasanya merupakan jenis tumbuhan pionir setelah terjadinya kebakaran
hutan banyak ditemui di sekitar batas kawasan.
3 Jalur TWA Tuk Songo - Air Terjun Krinjingan
Jalur ini berawal di pintu masuk TWA Tuk Songo Kopeng yang berada pada ketinggian + 1.410 m dpl. Dalam jarak 100 m akan melewati sebuah taman
bermain yang berada di hutan tanaman Pinus. Disini dapat disampaikan bahwa hutan sekunder pada kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dengan jenis-
jenis seperti Pinus Pinus merkusii dan Puspa Schima wallichii. Pohon-pohon
tersebut ditanam oleh Perum Perhutani yang merupakan pengelola kawasan ini sebelum berubah menjadi Taman Nasional Gunung Merbabu, sehingga dapat
diceritakan pula sejarah pembentukan Taman Nasional Gunung Merbabu. Selanjutnya jalur mendaki sekitar 400 m. Setelah itu jalur akan bertemu
pertigaan yang menghubungkan TWA Tuk Songo dengan Dusun Cunthel dan Dusun Tekelan yang keduanya merupakan Base start jalur pendakian menuju
puncak Gunung Merbabu. Untuk menuju Dusun Tekelan diambil arah ke ke kiri sedangkan ke Dusun Cunthel ke arah kanan.
Sekitar 500 m jalur akan sampai pada perbatasan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dengan tanah milik masyarakat Dusun Tekelan. Di
sini disampaikan bahwa Dusun Tekelan merupakan enklave atau pemukiman yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Ketika
melewati Dusun Tekelan dapat disampaikan asal muasal Dusun Tekelan. Selain itu jenis-jenis tanaman pertanian di jalur ini dapat dijadikan bahan interpretasi
alam. Selanjutnya jalur melewati kebun dan pemukiman penduduk hingga
kembali berada pada perbatasan tanah milik penduduk dengan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu pada jalur menuju air terjun Krinjingan dan “Dufan”.
Pada jarak + 50 m terdapat percabangan jalur menuju air terjun Krinjingan kiri dan “Dufan” kanan. Pemandangan hutan Pinus yang indah bisa dinikmati di
sini, selain penyampaian informasi mengenai manfaat dari getah pohon Pinus Pinus merkusii sebagai bahan baku pembuatan Gondorukem dan terpentin.
Perjalanan menuju air terjun Krinjingan akan diwarnai oleh suara burung Alap- alap Falco sp. yang terbang di sekitar jalur ini. Di sini dapat disampaikan
mengenai status dan karakteristik dari burung pemangsa raptor ini. Setelah menempuh jarak + 450 m dari awal perbatasan tanah milik penduduk dengan
kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu pada jalur menuju air terjun Krinjingan dan “Dufan”, sampailah pada air terjun Krinjingan. Di lokasi ini dapat
disampaikan siklus air yang mempengaruhi debit air terjun ini. Selain itu keberadaan mata air dan bak pengendali air di dekat air terjun Krinjingan dapat
pula ditambahkan untuk menjelaskan siklus air tersebut dan manfaatnya bagi penduduk Dusun Tekelan.
4 Jalur TWA Tuk Songo - Watu Tadah
Seperti jalur TWA Tuk Songo - Krinjingan, jalur ini juga berawal di pintu masuk TWA Tuk Songo Kopeng yang berada pada ketinggian + 1.662 m dpl.
Sebuah taman bermain yang berada di hutan tanaman Pinus akan terlihat dalam jarak + 100 m. Disini dapat diceritakan sejarah pembentukan Taman Nasional
Gunung Merbabu. Selain itu disampaikan juga jenis-jenis yang ditanam oleh Perum Perhutani seperti Pinus Pinus merkusii dan Puspa Schima wallichii
yang membentuk hutan sekunder. Selanjutnya sekitar 400 m ke depan jalur mendaki dan bertemu pertigaan yang menghubungkan TWA Tuk Songo dengan
Dusun Cunthel ke arah kiri dan Dusun Tekelan ke arah kanan. Kedua dusun ini merupakan Base Start jalur pendakian menuju puncak Gunung Merbabu yang
sudah banyak dikenal di kalangan pendaki gunung. Setelah berjalan + 500 m jalur akan sampai pada perbatasan kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu dengan tanah milik masyarakat Dusun Tekelan. Di sini disampaikan bahwa Dusun Tekelan merupakan enklave atau
pemukiman yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Disamping itu juga dapat diceritakan sejarah atau cerita rakyat tentang Galar
Wutah dan asal muasal Dusun Tekelan. Selain itu jenis-jenis tanaman pertanian di jalur ini dapat dijadikan bahan interpretasi alam.
Selanjutnya jalur sama dengan jalur pendakian Tekelan - Puncak dengan melewati kebun dan pemukiman penduduk hingga kembali berada pada
perbatasan tanah milik penduduk dengan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu pada jalur menuju air terjun Watu Tadah. Dari awal jalur ini hingga 300
m ke depan terdapat pemandangan hutan Pinus yang indah. Pada jarak + 400 m dengan ketinggian terdapat pohon Kina Chinchona sp. yang dapat
dimanfaatkan untuk obat penyakit malaria. Sebelah kiri jalur pada jarak + terdapat sungai kecil yang hanya berair pada musim hujan namun lingkungannya
cukup lembab meskipun pada musim kemarau. Dapat diceritakan di sini bahwa sebenarnya pada tempat ini dahulu terdapat banyak tumbuhan Kantung semar
Nepenthes sp., yaitu spesies tumbuhan dilindungi Undang-undang yang mempunyai kemampuan menjebak serangga dengan cairan yang ada di dalam
kantungnya. Namun pada saat ini tumbuhan tersebut sulit ditemui karena telah habis diburu untuk dijadikan tanaman hias.
Pada jarak + 900 m terdapat sarang burung Alap-alap Falco sp. di atas tebing sebelah kanan jalur. Di sini dapat disampaikan mengenai status dan
karakteristik dari burung pemangsa raptor ini. Pemandangan ke arah atas dari titik ini juga menarik. Setelah menempuh jarak + 1.000 m dari awal perbatasan
tanah milik penduduk dengan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu
sampailah di air terjun Watu Tadah yang tersembunyi dan dikelilingi tebing. Di sini juga dapat diceritakan peristiwa meninggalnya seorang pendaki yang
tersesat dan baru di ketemukan beberapa minggu setelah hilang di sekitar lingkungan air terjun ini.
5 Jalur TWA - “Dufan”
Jalur ini sama dengan jalur TWA - Krinjingan hingga sampai pada perbatasan tanah milik penduduk dengan kawasan Taman Nasional Gunung
Merbabu pada jalur menuju air terjun Krinjingan dan “Dufan”. Namun dari percabangan yang berada di dekat perbatasan tersebut diambil jalur ke kanan
untuk menuju lokasi “Dufan”. Di sini tersaji pemandangan hutan Pinus yang indah. Informasi mengenai manfaat dari getah pohon Pinus Pinus merkusii
sebagai bahan baku pembuatan Gondorukem dan terpentin dapat disampaikan di sini. Pada jarak + 100 dari perbatasan terdapat Pakis Galar Cyathea
contaminans. Batang jenis pohon ini banyak dimanfaatkan untuk media tanaman anggrek. Selain itu terdapat pula Antanan atau Pegagan Centella
asiatica yang bermanfaat untuk mengobati radang hati, campak, bronkhitis dan lain-lain. Pohon Kina yang kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
obat malaria dapat ditemui pada jarak + 300 m dari perbatasan. Lokasi “Dufan” atau Wetan Pereng setelah berjalan + 400 m dari
perbatasan. Di sini terdapat lembah dengan pemandangan alam yang indah. Selain itu pada sungai Kali Bacin yang terdapat di dasar lembah dapat
disampaikan informasi mengenai siklus air. Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan mengambil jalur ke kanan
memutar pada pertigaan yang ada di lingkungan “Dufan” ini. Jalur akan sampai di perbatasan antara kawasan Taman Nasional Merbabu dengan tanah milik
penduduk Dusun Tekelan setelah berjalan + 300 m dari “Dufan”. Selama menempuh jarak tersebut dapat disampaikan manfaat Alang-alang Imperata
cylindrica yang banyak tumbuh di sepanjang jalur tersebut sebagai pereda panasdemam. Pada perbatasan akan banyak dijumpai tumbuhan Mendang
yang biasanya merupakan jenis tumbuhan pionir setelah terjadinya kebakaran hutan. Perjalanan dari ”Dufan” menuju perbatasan juga diwarnai oleh suara
burung Alap-alap Falco sp. yang terbang di sekitar jalur ini, sehingga dapat disampaikan mengenai karakteristik dari burung yang statusnya dilindungi ini.
Gambar 50 dan 51 menunjukkan beberapa jalur Interpretasi Alam yang berada dalam wilayah Seksi Pengelolaan I Taman Nasional Gunung Merbabu.
6 Jalur Selo - Puncak
Jalur ini dimulai dari pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu yang berada di Desa Tarubatang yang berada pada ketinggian +
1.854 m dpl. Di lingkungan pintu masuk ini terdapat areal yang biasanya digunakan untuk berkemah Camping ground. Ekosistem di awal jalur
merupakan Hutan Sekunder dengan jenis-jenis seperti Pinus Pinus merkusii, Puspa Schima wallichii, Bintami Podocarpus imbricata yang ditanam oleh
Perum Perhutani, yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi sejarah kawasan konservasi ini sejak sebelum ditunjuk sampai menjadi taman nasional.
Selain itu dapat pula disampaikan manfaat getah pohon Pinus yang cukup dominan di areal ini sebagai bahan Gondorukem dan Terpentin yang merupakan
campuran berbagai zat kimia yang berguna bagi manusia, salah satunya sebagai campuran cat. Pada jarak 400 m ketinggian + 1.913 m dpl dapat ditemui
sebatang pohon Bintami Podocarpus imbricata yang sudah berumur 80 tahun. Di sini dapat disampaikan bahwa jenis pohon ini banyak dimanfaatkan
sebagai tanaman hias. Pada jarak 600 - 800 m tanaman Puspa padat dan dominan sehingga
dapat diceritakan manfaat jenis pohon ini sebagai pakan satwa daun mudanya sekaligus menjadi habitat berbagai jenis burung yang dapat dilihat di sini. Selain
itu terdapat pula tumbuhan bawah seperti Cakar Ayam Selaginella plana yang bermanfaat sebagai obat batuk, penurun panas dan pencuci darah. Setelah
menempuh jarak 800 m akan dijumpai pertigaan ”Pitikan”, dimana jalur ke kiri akan menuju puncak, sedangkan jalur ke kanan menuju ”Surga Burung” dan
daerah Jurang Warung. Pohon Kina Chinchona sp. yang terkenal sebagai obat malaria dapat
ditemui setelah berjalan sekitar 1000 m. Pada lokasi yang berada pada ketinggian + 2000 m dpl ini hutan sekunder mulai berkurang dan berangsur
digantikan dengan hutan alam pegunungan. Hal ini bisa digunakan untuk menceritakan pengaruh ketinggian terhadap ekosistem hutan dan karakteristik
pohon-pohonnya. Pada jarak 1200 m terdapat pohon Kayumanis Cinnamommum sp. dan
Kerangenan nama latinnya tidak teridentifikasi. Pohon Kayumanis kulitnya biasa digunakan sebagai penyedap masakan, sedangkan daun pohon
Kerangenan dapat digunakan untuk penghangat badan dengan cara meremas dan menggosokkannya ke tubuh.
Selanjutnya Pos I Dok Malang yang berada di ketinggian + 2.194 m dpl
dapat ditemui setelah berjalan sekitar 1700 m. Pos pendakian yang berupa tanah terbuka tanpa bangunan ini dapat digunakan untuk beristirahat sejenak.
Sekitar 100 m dari pos ini terdapat percabangan yang merupakan jalan pintas menuju Pos III Watu Tulis, namun sejak terjadinya kebakaran hutan pada jalur ini
pada tahun 2006 jalur ini tidak lagi digunakan dan tertutup vegetasi tumbuhan bawah. Jalan pintas yang sudah tidak aktif mati ini merupakan jalur interpretasi
alam Selo II. Berjalan 200 m dari Pos I Dok Malang jalur sedikit menurun, di sini pohon-pohon ditumbuhi berbagai jenis lumut yang menunjukkan daerah ini
mempunyai kelembaban yang lebih tinggi. Pada jarak 1900 m terdapat daerah yang mengalami kebakaran hutan pada tahun 2006 sehingga kondisi hutannya
terbuka. Namun kondisi ini dapat digunakan sebagai sarana penyuluhan pentingnya mencegah kebakaran hutan dan proses suksesi yang berlangsung
disini dapat menjadi bahan untuk menjelaskan proses alamiah tersebut. Pada jarak 2000 m terdapat sebuah alur. Alur ini disebabkan oleh bencana longsor
yang terjadi di awal tahun 2007 yang aliran lumpurnya mencapai pemukiman penduduk dan meminta korban jiwa. Hal ini bisa menjadi bahan diskusi
mengenai pentingnya melestarikan hutan untuk mencegah terjadinya bencana longsor.
Tumbuhan Kantung semar Nepenthes sp. dapat dijumpai pada jalur ini setelah menempuh jarak 2.200 m dari awal jalur dan pada ketinggian + 2.253 m
dpl. Kantung semar yang disebut penduduk Desa Tarubatang dengan nama ”Kala Pecika” merupakan flora yang unik, karena mempunyai kemampuan
menjebak serangga dengan cairan yang ada di dalam kantungnya. Uniknya lagi, penduduk setempat mempercayai air di dalam kantung dapat menyembuhkan
sakit mata. Selain itu dapat disampaikan pula bahwa tumbuhan ini statusnya dilindungi sehingga hanya hasil budidaya saja yang boleh diperdagangkan.
Selanjutnya pada jarak 2.300 m ketinggian 2274 m dpl perjalanan akan sampai di Pos II bayangan Dok Cilik. Disebut pos bayangan karena sebenarnya
pos ini bukanlah pos pendakian yang ”resmi”. Disini dapat diceritakan bahwa pos bayangan ini terbentuk karena jarak antara Pos I Dok Cilik dan Pos II
Pandean terlalu jauh + 1.100 m sehingga pendaki memerlukan sebuah pos diantara keduanya untuk beristirahat. Bila sedang beruntung, kawanan Lutung
kelabu Presbytis fredericae atau Rekrekan yang merupakan primata endemik Jawa Tengah dapat dilihat sedang berkumpul pada jarak 2400 m dan ketinggian
+ 2.287 m dpl, pada posisi tebing punggungan sebelah kanan jalur pendakian Selo - puncak. Satwa ini statusnya juga dilindungi perundang-undangan. Pada
jarak 2.700 m dapat dijumpai pohon Jurang atau Urang-urangan Villebrunea rubescens yang bunganya menjadi makanan burung Katik dan Sesap madu.
Pada ketinggian 2.800 m sampailah di Pos II Pandean. Lokasi pos yang berada pada ketinggian + 2.425 m vegetasinya merupakan peralihan antara
hutan hujan pegunungan dan hutan hujan sub alpin, sehingga kondisinya agak terbuka dengan pohon-pohon yang tumbuh sporadis. Setelah berjalan sekitar
3000 m, pada ketinggian + 2.464 m dpl mulai tumbuh Edelweis Anaphalis javanica. Flora ini merupakan flora khas pegunungan yang dikenal dengan
bunganya yang abadi. Selanjutnya pada jarak 3.400 m ketinggian 2.592 m dapat ditemui Pos III
Watu Tulis. Pada pos pendakian tanpa bangunan ini terdapat sebuah batu yang banyak bertuliskan coretan para pendaki. Di sini dapat disampaikan himbauan
agar tidak melakukan tindakan vandalisme yang mengurangi atau merusak keindahan alam seperti coretan pada batu dan sarana prasarana pendakian
maupun pahatan pada batang-batang pohon. Pos III ini juga sering disebut sebagai ”Bukit Penyesalan” karena banyak pendaki yang menyesal mengira bukit
ini sudah dekat dengan puncak Gunung Merbabu. Di lokasi inilah bertemu jalur pendakian Selo - Puncak dengan jalur non pendakian Selo II.
Pada jarak + 3600 m ketinggian + 2.674 m terdapat nisan memori Hery Susanto, seorang pendaki gunung dari Surabaya yang meninggal dunia pada
tanggal 23 Februari 1997. Kecelakaan pendakian yang dialami almarhum dapat diceritakan disini.
Mulai jarak 3.900 m dan ketinggian + 2.777 m dpl terdapat ekosistem sabana yang di kalangan pendaki yang biasa mendaki gunung ini disebut
Sabana I dan Sabana II. Sabana I dipisahkan oleh sebuah bukit dengan Sabana II pada jarak 4.500 m dan ketinggian + 2.867 m dpl. Sabana yang indah ini
didominasi rumput Bubarjaran. Pemandangan Gunung Merapi yang megah dapat dilihat dari lokasi ini. Jalur yang melewati sabana panjangnya mencapai +
900 m. Puncak Triangulasi yang berada pada jarak 5.487 m ketinggian + 3.122 m
dpl, dapat dicapai sekitar 1 jam dari Sabana II dengan perjuangan yang berat karena medan jalur yang terjal. Sekitar 225 m dari Puncak Triangulasi atau jarak
total + 5.625 m sampailah pada Puncak Kenteng Songo yang berada pada
ketinggian + 3.157 m dpl. Dari kedua puncak ini dapat dilihat pemandangan alam secara menyeluruh tanpa halangan. Di sini dapat diceritakan mengenai
berbagai pendapat yang berbeda mengenai batu berlubang kenteng di Puncak Kenteng Songo. Selain itu dapat pula dijelaskan mengenai tumbuhan Cantigi
atau Sentigi atau Manis rejo yang mempunyai nama ilmiah Vaccinium varingifolium yang merupakan tumbuhan khas pegunungan, tahan terhadap
belerang sehingga lazim ditemui di dekat kawah dan solfatara.
7 Jalur Selo II
Sejak awal jalur pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu hingga ke Pos III Watu Tulis, interpretasi alam di jalur ini sama dengan interpretasi alam
jalur Selo - Puncak. Pada Pos III Watu Tulis jalur ini terpisah dari jalur Selo - puncak dengan mengambil jalur ke kiri arah barat. Berjalan sekitar + 100 dari
Watu Tulis akan dijumpai areal yang mengalami kebakaran hutan, sehingga kondisinya terbuka, banyak batang pohon yang menghitam menjadi arang dan
mati walaupun proses suksesi yang ditandai dengan tumbuhnya jenis-jenis tumbuhan bawah seperti Sapen dan Mendang dan berbagai jenis rumput. Selain
itu banyak ditemui tumbuhan perdu yang dinamakan Arben. Arben mempunyai buah yang mirip buah Arbei sehingga yang berarti ’seperti Arbei’ yang dapat
dimakan, dengan rasa manis keasaman. Jalur ini akan melewati areal tersebut sepanjang + 750 m. Setelah itu jalur akan menempuh medan yang penuh
dengan Alang-alang Imperata cylindrica sepanjang + 200 m. Akar tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai pereda panasdemam. Kemudian jalur melewati
hutan sekunder yang tidak terbakar. Setelah + 500 m jalur akan bertemu kembali dengan jalur pendakian Selo - puncak.
8 Jalur Selo III
Sejak awal jalur pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu hingga ke pertigaan ”Pitikan” interpretasi alam di jalur ini sama dengan interpretasi alam
jalur Selo – Puncak. Namun mulai dari pertigaan tersebut jalur berbelok ke kanan menuju ”Surga Burung” yang berjarak sekitar 100 m. Pada lokasi ini
dapat dijumpai berbagai jenis burung seperti Pleci atau Kacamata biasa Zosterops palpebrosus, Cikrak daun Philloscopus erivirgatus, Sikatan belang
Ficedula westermanni, Sepah gunung Pericrocotus miniatus, Ceret gunung Cettia volcania, Bentet Lanius schach, Sepah hutan Pericrocotus flameus,
Kipasan biasa Rhipidura javanica, Kipasan ekor merah R. phoenicura, Cipoh kacat Aegithina tiphia, Sikatan ninon Eumyas indigo, Gelatik batu Parus
major, Kacamata gunung Zosterops montanus, Cikrak kutub Philloscopus
borealis, Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus, Kutilang Pycnonotus aurigaster dan lain-lain.
Pada jarak 900 m ketinggian + 1.954 m dpl jalur akan berada di tepi jurang yang lembab. Salah satu tumbuhan yang ada adalah Pakis Galar Cyathea
contaminans yang batangnya biasa digunakan sebagai media tanaman anggrek. Tidak jauh akan terdapat pertigaan, jalur yang lurus menuju Desa Surodadi
sedangkan jalur yang ke kiri menuju hutan Pinus yang dapat dijangkau setelah 200 m. Di hutan Pinus yang merupakan tanaman tahun 1979 ini juga dapat
dilihat berbagai jenis burung, salah satunya Sepah hutan Pericrocotus flameus yang biasa terbang berkelompok dari pohon ke pohon. Di sini juga dapat
disampaikan manfaat dari getah pohon Pinus sebagai bahan baku pembuatan Gondorukem dan terpentin.
Selanjutnya jalur menurun dan melewati pohon-pohon dari jenis Akasia dekuren pada jarak + 2.100 hingga 2.200 m. Pada Setelah menempuh jalur
sepanjang 2.225 m akan dijumpai pal batas yang berjumlah 2 buah. Di sini dapat diceritakan bahwa pal batas berfungsi sebagai tanda batas antara kawasan
Taman Nasional Merbabu dengan tanah milik masyarakat. Adapun bentuk dari 2 pal yang berbeda tersebut menunjukkan waktu pemasangannya, dimana pal
yang berbentuk persegi dipasang lebih dahulu pada masa awal pengelolaan Perhutani, sedangkan pal yang berbentuk bulat merupakan pal yang terbaru.
Setelah menempuh jarak + 2.800 m sampailah pada lembah dengan sungai kecil di dasarnya. Meskipun sungai ini musiman namun suasana lembab cukup
terasa dengan banyaknya tumbuhan sejenis suplir dan Pakis Galar. Sekitar 100 dari lembah jalur bertemu dengan jalan setapak yang menghubungkan Desa
Tarubatang dengan Desa Surodadi. Untuk kembali ke Desa Tarubatang, jalur menuju ke arah kanan. Pada jarak + 3.600 m ketinggian + 1.864 m dpl
terdapat mata air. Di sini dapat disampaikan siklus air dan peranan hutan dalam menyimpan air hujan. Di sekitar mata air ini terdapat nisan memori
mahasiswa UNS yang meninggal pada tahun 1992. Kronologi kecelakaan yang terjadi juga dapat diceritakan. Selanjutnya jalur berakhir di pintu masuk kawasan
Taman Nasional Gunung Merbabu setelah menempuh jarak + 3.800 m. Gambar 52 menunjukkan peta jalur Interpretasi Alam Selo - Puncak,
sedangkan Gambar 53 menunjukkan peta jalur Interpretasi Alam Selo II dan Selo III yang berada dalam wilayah Seksi Pengelolaan II Taman Nasional Gunung
Merbabu.