Rencana Satuan atau Unit Interpretasi a. Lokasi Interpretasi

b. Jalur Interpretasi

Sesuai dengan hasil sintesa terhadap potensi sumberdaya alam dan demand pengguna kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu yang telah dilakukan, interpretasi alam berada pada 8 jalur yaitu : 1 Jalur Tekelan - Puncak Pada awal jalur interpretasi Tekelan - Puncak ini dapat disampaikan bahwa Dusun Tekelan merupakan pemukiman yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu atau yang biasa disebut enklave. Di sebelah kiri jalur dapat dilihat hutan yang masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, sedangkan di sebelah kanan yang berupa tanah yang ditumbuhi berbagai jenis pohon atau lahan pertanian yang ditanami bermacam komoditi pertanian merupakan tanah milik masyarakat Dusun Tekelan. Hutan Sekunder pada kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dengan jenis-jenis seperti Pinus Pinus merkusii, Puspa Schima wallichii, Bintami Podocarpus imbricata yang ditanam oleh Perum Perhutani, merupakan bahan untuk menceritakan sejarah pembentukan Taman Nasional Gunung Merbabu. Pada jarak + 200 m ketinggian 1.802 m dpl terdapat pohon Galar atau Awar-awar Ficus septica yang bisa digunakan untuk menceritakan kisah ”Galar Wutah” dan asal muasal Dusun Tekelan. Selanjutnya pada jarak + 300 m dapat dijumpai tumbuhan Murbei atau Besaran menurut penduduk Tekelan. Murbei merupakan pakan ulat sutera, sehingga informasi ini dapat digunakan untuk menjelaskan manfaat tumbuhan ini. Pos I Pending dapat dicapai setelah berjalan + 700 m. Pada pos yang berupa bangunan permanen ini berdiri di atas tanah milik masyarakat ini dapat disampaikan mengenai bak pengendali dan pipa air yang berada di sekitarnya. Pada jarak + 900 m terdapat sungai kecil di dasar lembah yang bernama Kali Sowo. Di sungai kecil ini dapat diceritakan siklus air dan kaitannya dengan hutan. Pada jarak + 1.200 m ketinggian + 2.037 m dpl, jalur meninggalkan enklave dan memasuki kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Perbatasan antara tanah milik dan kawasan ditandai dengan adanya tumbuhan Bambu Cendani Bambusa multiplex atau Pringgendani menurut masyarakat setempat yang memanfaatkan bambu jenis ini sebagai ajir tanaman pertanian mereka. Lokasi bekas kebakaran yang melanda jalur ini pada bulan Agustus 2006 ditemui pada jarak + 1.300 m ketinggian + 2.065 m dpl. Disini dapat disampaikan pentingnya mencegah kebakaran hutan dan dapat pula diceritakan kesulitan yang dihadapi apabila terjadi kebakaran di medan yang terjal dan sulit untuk mendapatkan air seperti di gunung ini. Proses suksesi yang berlangsung juga dapat menjadi bahan untuk menjelaskan proses alamiah yang terjadi setelah suatu kawasan dilanda kebakaran hutan. Peralihan tipe vegetasi yang mulai terlihat pada jarak + 1.500 m dan ketinggian + 2.111 m dpl. Sebagai informasi bagi pengunjung perlu dijelaskan di sini pengaruh ketinggian terhadap ekosistem hutan dan karakteristik pohon- pohonnya. Selanjutnya Pos II Pos Ijo yang berupa bangunan semi permanen dari seng bercat hijau dan berada pada jarak + 1.650 m ketinggian + 2.160 m dpl dapat digunakan untuk beristirahat dan menikmati pemandangan di bawahnya. Dapat disampaikan pula pos ini dinamakan juga Pos Pereng Putih karena berada di sekitar tebing yang batuannya berwarna putih mulai dari pos ini hingga jarak + 2.000 m. Selepas dari Pereng Putih pada jarak + 2.100 m ketinggian + 2.200 m dpl terdapat tikungan jalur yang dinamakan “Nglongok” yang berarti “melihat ke bawah” karena dari lokasi ini pemandangan ke bawah serta Pereng Putih dapat terlihat dengan jelas. Lokasi Pos III Gumuk Mentul dapat dicapai setelah berjalan + 2.375 m dengan ketinggian + 2.342 m dpl. Pos ini berupa bangunan semi permanen dari batang kayu dan atap seng. Di lokasi ini pengunjung dapat beristirahat dan diberi penjelasan nama Gumuk Mentul yang berarti bukit kecil yang bergelombang, sesuai dengan keadaan di sekitarnya. Pada jarak + 2.500 m dan ketinggian + 2.363 m dpl dapat dijumpai tumbuhan Arben yang buahnya dapat dimakan ketika sudah matang dengan rasa manis keasaman. Setelah melewati jalur yang menanjak sejauh + 450 m, sampailah di Pos IV Lempong Sampan pada ketinggian + 2.509 m dpl yang tumbuhannya sebagian berupa rumput-rumputan. Pos ini tidak memiliki bangunan apapun namun dapat digunakan untuk membuka tenda dan bermalam. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, pada jaman dahulu Pos IV Lempong Sampan merupakan alun-alun kerajaan yang berfungsi sebagai tempat beristirahat sebelum menghadap raja sekaligus tempat berlatih para prajurit dan di sebelah barat Lempong Sampan merupakan pasarnya. Cantigi Vaccinium varingifolium yang merupakan tumbuhan khas pegunungan berupa perdu mulai dapat dijumpai selepas Lempong Sampan. Di sini dapat disampaikan bahwa tumbuhan ini tahan terhadap belerang dan lazim ditemui di dekat kawah dan