Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

22

2.5 Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu PWPT atau Integrated Coastal Zone Management ICZM pertama kali dikemukakan pada Konferensi Pesisir Dunia World Conference of Coast yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka pan- jang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, ke- naikan muka air laut, serta dampak akibat perubahan iklim dunia Sugiarto 1996 Lebih jauh, Sugiarto 1996 juga menyatakan bahwa konsep PWPT me- nyediakan suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menak- lukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti adanya pengaturan institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorien- tasi pada satu sektor, konflik kepentingan, kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya, serta ku- rangnya informasi dan sumberdaya. Dahuri, et al, 2001 mendefenisikan PWTP sebagai suatu pendekatan pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpa- du integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanju- tan. Guna mewujudkan hal tersebut maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut sangat penting, keterpaduan tersebut men- cakup lima aspek, yaitu : a keterpaduan wilayahekologis; b keterpaduan sek- toral; c keterpaduan kebijakan secara vertikal; d keterpaduan disiplin ilmu; dan e keterpaduan stakeholder. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaanpemanfaatan ka- wasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwu- jud one plan dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanju- tan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat 23 pemerintah tertentu horizontal integration; antar tingkat pemerintahan dari mu- lai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat vertical integration . Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu interdisciplinary approaches, yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Seperti diuraikan di atas, bahwa wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai ber- pasir, dan lainnya yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Peru- bahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosis- tem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam ke- giatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland area maupun lautan ocean. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan la- jutingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan per- tumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan berkelanjutan. Kondisi empiris semacam ini mensyaratkan bahwa Pengelola- an Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu PWPLT harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis ecological linkages tersebut, yang dapat mempen- garuhi suatu wilayah pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu membe- rikan makna bahwa wilayah dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara be- rencana dapat dieksploitasi, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup yang sifatnya hayati dan manusiawi. Menjaga dan melestarikan wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap pe- rubahan ekosistemnya, diperlukan perhatian yang serius dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berjalan secara berkelanjutan dan lestari. Adapun arah tujuan pengelolaan potensi sumberdaya pesisir adalah agar mampu meningkatkan pengelolaan secara terpadu untuk mencapai pemanfaatan sumber- daya secara optimal, efisien, efektif yang mengarah pada peningkatan upaya pe- lestarian lingkungan. 24 Pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu memerlukan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan pengelolaan kawasan daerah aliran sungai, yang merupakan satu kesatuan ekosistem. Degradasi lingkungan perairan pesisir meru- pakan hasil akibat kegiatan manusia yang tidak hanya bersumber di kawasan pesi- sir itu sendiri, namun juga bersumber di sepanjang daerah aliran sungai yang mengalir ke kawasan pesisir. Penanganan permasalahan pencemaran perairan misalnya, memerlukan penanganan menyeluruh terhadap seluruh aktifitas penghasil limbah di sepanjang daerah aliran sungai, mulai dari daerah hulu sampai ke hilir. Tanpa melakukan pengelolaan menyeluruh melibatkan daerah aliran sungai, akan menjadikan upaya pengelolaan kawasan pesisir, khususnya pengelolaan pencemaran akan menjadi kurang mengenai sasaran dan sifatnya sementara saja. Pengelolaan kawasan pesi- sir terpadu hendaknya dilakukan dengan prinsip-prinsip “good governance” yaitu keterbukaan openness, partisipasi participation, akuntabilitas accountability, efektivitas effectiveness dan keterhubungan coherence, dan juga dengan saling menghargai respect, transparan transparency dan kepercayaan trust. Perlakuan kawasan pesisir dan daerah aliran sungai sebagai suatu kesatuan ekosistem, sejalan dengan konsep pengelolaan secara terpadu integrated semua stakeholder di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai, tidak hanya berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan pesisir dan daerah aliran sungai, namun juga turut aktif bernegosiasi dalam perumusan kebijakan dan konsep pengelolaan kawasan tersebut, sesuai dengan kondisi lokal di masing-masing kawasan. Bappenas 1998 menyatakan untuk mencapai pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan, maka diperlukan arah Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. PKSPL-IPB 1998 menyatakan bahwa arah kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan meliputi empat aspek utama yaitu: 1 aspek teknis dan ekologis; 2 aspek sosial ekonomi budaya; 3 aspek sosial politik dan 4 aspek hukum dan kelembagaan termasuk pertahanan dan keamanan. Pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan memberikan makna bahwa wilayah dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara berencana dapat dieksploitasi, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup yang 25 sifatnya hayati dan manusiawi. Untuk menjaga dan melestarikan wilayah pesisir dan laut yang sangat rentan terhadap perubahan ekosistemnya, diperlukan perha- tian yang serius dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berja- lan secara berkelanjutan dan lestari. Adapun arah tujuan dari pengembangan dan pengelolaan potensi sumberdaya pesisir adalah agar mampu meningkatkan penge- lolaan secara terpadu untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang mengarah pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebu- tuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi menda- tang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya WCED 1987. Dengan demikian eko- sistem alamiah seperti kawasan pesisir memiliki 4 empat fungsi pokok bagi pengembangan ekonomi masyarakat pesisir, yaitui: i jasa-jasa pendukung kehi- dupan; ii jasa-jasa kenyamanan; iii penyedia sumberdaya alam dan iv pene- rima limbah Ortolano dalam Dahuri 2001. Keempat fungsi ekosistem diatas, secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: i kehar- monisan spasial; dan ii kapasitas asimilasi; dan iii pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial spatial suitability mensyaratkan, bahwa dalam suatu wi- layah pembangunan memiliki tiga zona, yaitu zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan utlilization, wilayah pembangunan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona pre- servasi dan konservasi. Contoh daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan spawning ground dan jalur hijau pantai. Dalam zona preservasi ini tidak diper- kenankan adanya kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu, bebe- rapa kegiatan pembangunan seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan bakau dan perikanan secara berkelanjutan sustainable basis dapat berlangsung dalam zona konservasi Dahuri et al. 1998. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah pemban- gunan sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur hara; membersihkan limbah secara alamiah; dan sumber keanekaragaman hayati biodiversity. Bergantung pada kondisi alamnya, 26 luas zona preservasi dan konservasi yang optimal dalam suatu kawasan pemban- gunan sebaiknya 30-50 dari luas totalnya. Selanjutnya, setiap kegiatan pembangunan industri wisata, pertanian, bu- didaya, perikanan, pemukiman dan lainnya dalam zona pemanfaatan hendaknya ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai, sehingga membentuk suatu mozaik yang harmonis. Penempatan setiap kegiatan dalam zona pemanfaatan ini hendaknya memperhatikan : i kesesuaian suitability dari unit lahan atau perai- ran bagi setiap kegiatan pembangunan; ii pengaruh dampak kegiatan pemban- gunan di lahan atasdaratan, terutama dalam bentuk pencemaran, sedimentasi dan perubahan regim hidrologi; dan iii keserasian compatability antar kegiatan pembangunan Dahuri 2001. Lebih lanjut terdapat enam sistem utama dalam setiap pembangunan eko- nomi nasional, yaitu sistem kependudukan, sumberdaya alam, lingkungan dan ekologi, ilmu dan teknologi, serta masyarakat. Namun demikian penduduk dan sumberdaya alam serta lingkungan merupakan sistem-sistem yang paling funda- mental, karena sumberdaya lingkungan merupakan dasar bagi pembangunan ber- kelanjutan Suparmoko 1997. Upaya pengelolaan sumberdaya harus dilaksanakan secara konsisten untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan me- merlukan adanya kontinuitas pertumbuhan ekonomi dan bukannya stagnasi karena rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan. Pembangunan Indonesia yang ber- wawasan lingkungan lebih tepat untuk mencapai sasaran pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan Kusumastanto 1995. Salah satu prasyarat bagi ter- laksananya pembangunan yang berkelanjutan adalah tersedianya neraca sumber- daya alam dan lingkungan. Terciptanya tingkat penghasilan yang berkelanjutan memerlukan pengetahuan mengenai berapa volume sumberdaya alam dapat dini- lai serta bagaimana kualitasnya, untuk terciptanya kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang.

2.6 Kesesuaian dan Daya Dukung Untuk Parwisata Pesisir