53
Jumlah PPengunjung
Area Lt
Rekreasi 1 1
50 m 1 orang setiap 50 m panjang
pantai Wisata Olah
Raga 1 1
50 m 1 orang setiap 50 m panjang
pantai Sumber: Yulianda 2007
Waktu kegiatan pengunjung Wp dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan suatu kegiatan wisata. Waktu
pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan Wt. Waktu kawasan adalah lama waktu area dibuka dalam satu hari, rata-rata waktu
kerja sekitar 8 jam per hari dari jam 8.00-16.00 selanjutnya prediksi waktu untuk setiap kegiatan disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6 Prediksi Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Setiap Kegiatan Wisata
Sumber: Yulianda 2007
3.5.5 Ecological Footprint Analysis EFA
Pendekatan ecological footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung ekologis untuk kegiatan pariwisata berkelanjutan. Pengaruh fisik dalam
perhitungan difokuskan pada ketersediaan areal yang diperkenalkan oleh Wackernagel dan Rees 1996 dan secara umum direferensikan untuk ecological
footprint Hubacek dan Giljum. 2002. Wackernagel dan Rees 1996, ecological
footprint didefinisikan sebagai total lahan yang dibutuhkan untuk mendukung suatu
populasi dengan spesifik lifestyle dan pemberian teknologi terhadap kebutuhan ruang dan mengabsorbsi semua buangan dan emisi dalam kurun waktu tertentu.
No Kegiatan Waktu yang di
butuhkan Wp jam
Total waktu 1 hari Wt jam
1 Berenang 2
4 2 Berperahu
1 8
3 Berjemur 2
4 4 Rekreasi
pantai 3
6 5
Olah raga air 2
4 6 Memancing
3 6
54
Adrianto 2006 menambahkan ecological footprint merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga
perbandingan ketersediaan areal untuk populasi di suatu wilayah dengan ketersediaan ecological capacity, defisit atau surplus keberlanjutan dapat
dikuantitatifkan. Analisis carrying capacity dilakukan dengan menggunakan pendekatan ecological footprint, dimana menurut Hubacek dan Giljum 2002
perhitungan ecological footprint adalah bagian dari kategori areal built-up dan kesesuaian areal langsung untuk infrastruktur, bukan pada dasar penggunaan areal
aktual tetapi diawali dengan konsumsi sumberdaya oleh suatu populasi yang spesifik dalam unit massa.
Metode ecological footprint sudah berkembang di negara lain dalam menilai daya dukung suatu kawasan. Namun demikian belum banyak lembaga yang
menerapkan pendekatan untuk mengembangkan aktivitas terkait dengan suatu rencana pengembangan. Ekologi footprint menekankan pada penilaian kemampuan
untuk menganalisis tingkat produktivitas kawasan, dan kapasitas daya dukung yang bisa di tampung untuk tetap bertahan Moffat et al. 2000.
Dalam analisis pengembangan kawasan wisata, digunakan konsep ecological footprint
model Haberl’s sebagai model dasar perhitungan ecological footprint
Haberl et al. 2001. Formula Ecological Footprint Analysis dinyatakan sebagai berikut:
..................................................6 Adrianto, 2006
Keterangan :
EF
ij
: Ecological Footprint
untuk kegiatan wisata hakapita DE
ij
: Ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-i hakapita IM
ij
: Produksi wisata “di impor” dari tempat lain ha EX
ij
: Jenis wisata yang “di ekspor” ke tempat lain ha Ylok
ij
: Produktivitas jenis ruang yang diperlukan untuk kegiatan wisata ke-I ha Yreg
ij
: Produktivitas jenis ruang untuk wisata ke-i ha
55
Menurut Lenzen dan Murray 2001, sumberdaya pariwisata pesisir termasuk dalam tipe taman dan perkebunan asli sehingga faktor pembobotan areal
potensinya sebesar 0.40. Secara rinci faktor pembobotan areal menurut tipe lahan disajikan pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7 Faktor Pembobotan Areal Menurut Tipe Lahan
No
Tipe Lahan Faktor Pembobotan
11 Gedung, pemukiman
1.00 2
Padang rumput atau daratan 0.80
3 Padang rumput dan perkebunan buatan
0.60 4
Taman dan perkebunan asli 0.40
5 Padang rumput kering
0.20
Sumber: Lenzen dan Murray, 2001
Selanjutnya, pemanfaatan sumberdaya secara optimal tercapai apabila nilai ecological footprint
sama dengan kapasitas biologi biocapacityBC dari sumberdaya alam yang di analisis. Sementara itu biocapacity dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Lenzen dan Murray 2001.
.................................................7 Lenzen Murray,2001
Keterangan : BC
lok
: Biocapacity hakapita A
k
: Luas lahan wisata kategori ke–k ha YF : Yield faktor land cover kategori ke–k
Lebih lanjut untuk mengestimasi daya dukung untuk kegiatan pariwisata pesisir berkelanjutan melalui pendekatan ecological footprint yaitu dengan
membandingkan nilai biocapacity dari pariwisata dengan nilai ecological footprint dari pariwisata tersebu
t. Hasil yang diperoleh berupa besaran parameter hakapita yang berarti kemampuan lingkungan dan ruang secara total dapat menghidupi
56
perkapita tersebut secara berkelanjutan jika potensi yang ada dimanfaatkan secara optimal.
Menurut Wilson dan Anielski 2005, pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan hidup memberikan dampak ekologis. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan dalam pemanfaatan ruang melalui pendekatan ecological footprint. Keberlanjutan dalam konteks ini, berarti untuk
mencapai hidup yang memuaskan tanpa melampaui kapasitas regeneratif suatu lingkungan dan luasan bumi yang produktif secara biologis Ludvianto, 2001.
Selanjutnya Adrianto 2006 menyebutkan bahwa pendekatan ecological footprint
merupakan suatu konsep daya dukung dengan memperhatikan tingkat konsumsi populasi, dimana perbedaan kebutuhan areal dengan ketersediaan
ecological capacity dapat menunjukkan overshoot atau undershoot terhadap
pemanfaatan ruang. Untuk mengestimasi daya dukung ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata pesisir didasarkan pada perbedaan tingkat kebutuhan
ruang EF terhadap ketersediaan ruang BC yang sesuai untuk pariwisata pesisir yang berkelanjutan. Jika nilai EF BC maka disebut overshoot dimana tingkat
kebutuhan ruang telah melebihi kemampuan ruang untuk mendukung pariwisata pesisir, demikian pula sebaliknya jika nilai EF BC maka disebut undershoot
Schaefer et.al. 2006. Analisis daya dukung ruang pembanding dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan ecological footprint berdasarkan kebutuhan ruang ekologi untuk pengembangan pariwisata dimana perhitungan ecological footprint
didasarkan tingkat kebutuhan pariwisata terhadap biocapacity yang didasarkan pada ketersediaan ruang yang secara ekologi mendukung pariwisata Adrianto 2006.
Lebih lanjut dalam menyajikan tampilan peta penentuan posisi dan luasan ruang kawasan Anyer-Cinangka diperlukan beberapa batasan dari kriteria ekologi, sosial
dan ekonomi serta partisipasi masyarakat sekitar. Suatu lokasi yang telah memenuhi syarat nilai kisaran dari batasan ketiga kriteria yang ditentukan akan ditetapkan, bila
tidak akan ditetapkan untuk zona lain atau pemanfaatan. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu posisi atau luasan tertentu
dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan untuk pembagian lahan. Kawasan pantai barat Serang dibandingkan dengan
57
peta komposit sehingga mendapatkan peta pembagian zona pada Gambar 7. Berdasarkan hal itu, kriteria yang digunakan untuk menentukan ruang dalam lahan
yang sesuai dengan potensi supply adalah: 1. Keanekaragaman: jumlah, kepadatan, penyebaran ekosistem.
2. Kekhasan: fungsi ekologis, lahan pariwisata. 3. Keterwakilan: mewakili nilai keanekaragaman hayati, kekhasan dan
kelangkaan.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan lahan sesuai potensi demand adalah: 1. Kependudukan: kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat
pendapatan masyarakat. 2. Wisatawan: jumlah, tujuan, tingkat persepsi.
3. Prasarana dan sarana: jumlah dan penyebaran. Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan Sistem Informasi
Geografis SIG dengan bantuan metode ArcView 3.3 yaitu sistem informasi spasial dengan mengunakan komputer yang melibatkan perangkat keras hardware,
perangkat lunak software, pemakaian data-data yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisa dan menyajikan kembali semua
bentuk informasi spasial. Dalam proses penyusunan kesesuaian lahan wisata untuk wilayah pesisir barat Serang, Banten dilakukan dengan cara tiga tahap yaitu:
• koleksi data seperti mengumpulkan data primer dan data sekunder. • analisis data seperti hasil survei lapangan, peta dasar, kriteria zonasi
ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan serta kriteria kesesuaian dan daya dukung dijadikan basis data. Sehingga terbentuk peta tematik 1, peta
tematik 2 dan peta tematik 3, kemudian di tumpangsusunkan atau overlay peta.
• sintesis merupakan hasil analisis tabular berupa peta kesesuaian wisata Kecamatan Anyer dan Kecamatan Cinangka.
Secara rinci proses penyusunan peta kesesuaian wisata tersebut disajikan pada Gambar 7. Salah satu kemampuan SIG adalah tersedianya teknik tumpang
susun overlay. Pada analisis ini komponen keruangan seperti biofisik dan sosial ekonomi budaya dapat dirumuskan berdasarkan ahli terkait. Masing-masing
58
SURVEI
KRITERIA BASIS DATA
KRITERIA EKOLOGI, SOSIAL,EKONOMI
PETA DASAR DATA
DATA PRIMER
PETA TEMATIK 1
S I N T H E S I S A N A L I S I S
DATA COLECTION
PETA KESESUAIAN KAWASAN PANTAI BARAT SERANG,BANTEN
ANALISIS TABULAR DAN SPASIAL PETA KOMPOSIT
OVERLAY PETA PETA TEMATIK 2
PETA TEMATIK
KAWASAN PANTAI BARAT
SERANG, BANTEN
komponen keruangan dijadikan peta tematik, kemudian di overlay-kan untuk mendapatkan peta komposit. Analisis tabular dilakukan untuk mencari suatu
posisi atau luaran tertentu dimuka bumi dengan memasukkan kriteria yang dipersyaratkan. Kriteria kesesuaian lahan dan daya dukung yang digunakan dalam
pembagian zonasi kawasan pesisir barat Serang Banten yang disajikan dalam
bentuk peta kesesuaian wisata.
59
Gambar 7
Proses Penyusunan Peta Kesesuaian Wisata di Wilayah Pesisir Barat Kabupaten Serang.
3.5.6 Analisis Input-Output