Ecological Footprint Analisis kebijakan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di kawasan pesisir barat kabupaten Serang Provinsi Banten

29 Selanjutnya Gunn 1993 mengemukakan bahwa pembangunan suatu kawasan wisata yang baik dan berkelanjutan, apabila secara optimal didasarkan pada empat aspek sebagai berikut: 1. mempertahankan kelestarian lingkungannya. 2. meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. 3. menjamin kepuasan pengunjung. 4. meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Lebih lanjut Saparjadi 1999 menjelaskan bahwa pada skala mikro daya dukung lingkungan diwujudkan sebagai berikut: 1. Tingkat kepadatan pengunjung dalam luasan yang masih dapat didukung dalam besaran dan teknologi, sarana dan prasarana pemukiman yang tersedia. 2. Kepadatan bangunan dalam suatu kawasan. 3. Rasio antar unit bangunan dengan luasan kawasan floor area ratio. 4. Rasio jumlah orang dengan ruang yang tersedia di kawasan per capita ratio. 5. Jarak,ketinggian dan bangunan tidak menghalangi sirkulasi dan pemandangan. 6. Peruntukan pemukiman yang tidak berada di wilayah yang berpotensi bencana. 7. Ukuran dan jaringan jalan dan sarana transportasi yang memadai. 8. Terpenuhinya prasarana dan sarana lingkungan sosial umum. 9. Tercukupinya prasarana pembuangan dan pengolahan limbah. 10. Kawasan perlindungan konservasi dan zona penyangga. Dengan demikian daya dukung merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata pesisir yang berkelanjutan.

2.7 Ecological Footprint

Sachs 2003 diacu dalam Anielski 2005 mengatakan bahwa “Dunia tidak lagi dibagi oleh ideologi ‘kiri’ dan ‘kanan’ tetapi oleh mereka yang menerima adanya keterbatasan ekologis dan mereka yang tidak”. Oleh karena itu, perhatian terhadap keberlanjutan ekologi menjadi kewajiban bagi seluruh umat manusia. Dengan kata lain diperlukan suatu pendekatan, salah satu konsep pen- dekatan yang ditawarkan adalah ecological footprint sebagai panduan kebijakan 30 dan alat keberlanjutan pembangunan. Ecological footprint merupakan suatu kon- sep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyara- kat Adrianto 2006. Selain itu menurut Anielski 2005 diacu dalam Ditya 2007 ecological footprint adalah suatu alat untuk memonitor kemajuan ke arah keberlanjutan. Ini merupakan salah satu langkah penyampaian mengenai perbandingan konsumsi manusia yang secara langsung dengan batasan produktivitas sumberdaya alam. Ini merupakan suatu alat menarik untuk berkomunikasi, mengajar, dan perenca- naan dengan menggunakan kriteria ekologis minimum untuk keberlanjutan. Konsep ecological footprint pertama kali diperkenalkan oleh Wackerna- gel dan Rees, 1996 dalam bukunya yang berjudul: Our Ecological Foot- print:Reducing Human Impact on the Earth. Setiap diri kita memerlukan areal untuk konsumsi pangan dan papan footprint pangan dan papan, untuk bangu- nan, jalan, tempat pembuangan akhir TPA dan lain-lain degraded land foot- print , dan perlu hutan dan juga lautan untuk mengabsorbsi kelebihan CO 2 pada saat membakar BBM energy footprint. Jumlah footprint tersebut merupakan apa yang disebut ecological footprint diri kita. Venetoulis et al. 2004 menambahkan ecological footprint merupakan suatu alat untuk mengukur dan meneliti konsumsi sumberdaya alam oleh manu- sia dan output buangan di dalam konteks sumberdaya alam dapat diperbaharui dan memiliki kapasitas regenerasi biocapacity. Pendekatan ini memberikan pe- nilaian yang bersifat kuantitatif mengenai produktifitas area secara biologi yang diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya baik makanan, energi dan material serta untuk menyerap buangan dari individu, kota, wilayah, atau negara. Pada saat kita makan nasi, maka jumlah nasi yang kita konsumsi selama satu tahun memerlukan sejumlah areal yang khusus diperuntukkan untuk memenuhi kebu- tuhan nasi kita.Tidak penting lokasi areal itu dimana, tetapi pasti ada areal di permukaan bumi yang telah berproduksi untuk kita. Kertas dan kayu yang kita gunakan setiap tahun juga memerlukan sejumlah areal hutan yang khusus dipe- runtukkan untuk keperluan kita. Demikian pula areal untuk rumah, perkantoran, kawasan perkotaan, jalan dan lain-lain, merupakan areal yang harus tersedia untuk kita sebagai areal yang 31 secara ekologis telah ”terdegradasi” karena secara biologis tidak produktif lagi. Mengingat areal di permukaan bumi yang terbatas, ekspansi seseorang terhadap komponen-komponen kebutuhan tersebut pasti akan mengurangi atau berakibat kerugian pada orang lain. Analisis ecological footprint dari kebutuhan nyata ter- sebut dapat memberikan gambaran pada tingkat mana permukaan bumi dapat mendukung pola konsumsi manusia ketika populasi bertambah dan standar hidup di negara berkembang juga meningkat Palmer 1999. Secara konseptual ecological footprint tidak boleh melebihi biocapacity. Biocapacity dapat diartikan sebagai daya dukung biologis, atau daya dukung sa- ja. Ferguson 2002 mendefinisikan biocapacity sebagai ukuran ketersediaan areal produktif secara ekologis. Sementara itu daya dukung lingkungan dalam kaitan ini dapat disajikan dalam bentuk jumlah orang yang dapat hidup di lokasi tersebut, yang didukung oleh biocapacity yang ada. Daya dukung lingkungan carrying capacity adalah total biocapacity dibagi dengan total ecological foot- print. Menurut Rees 1996 yang dikutip dalam Wackernagel dan Yount 1998, ecological footprint adalah suatu indikator area-based yang digunakan untuk mengukur intensitas penggunaan sumberdaya oleh manusia dan aktivitas menghasilkan limbah di suatu area khusus dalam hubungan dengan kapasitas area untuk menyediakan aktivitas tersebut. Wackernagel dan Yount 1998 men- jelaskan bahwa analisis ecological footprint didasarkan pada dua fakta sederhana yakni sebagai berikut: Pertama, dapat ditelusuri banyaknya sumberdaya yang dikonsumsi pada suatu populasi manusia dan aliran buangannya. Kedua, bahwa sumberdaya dan aliran buangan tersebut dapat dikonversi ke suatu area yang pro- duktif untuk keperluan menyediakan sumberdaya dan asimilasi buangan. Setiap proses kehidupan akan memiliki ecological footprint dengan ukuran yang berbe- da. Pada skala global, manusia secara keseluruhan dapat dibandingkan dengan total kekayaan alam dan jasa yang tersedia. Ketika manusia dalam pemanfaatan- nya masih di dalam kemampuan alam melakukan regenerasi, maka keberlanjutan sebagai konsekuensinya. 32

2.8. Ecological Input-Output