Warjabakti telah cair seluruhnya pada tahun ke-1 usia tanaman berdasarkan kesepakatan pada saat awal program kolaboratif tersebut akan dilaksanakan.
3. Nilai Sisa
Nilai sisa merupakan taksiran harga pasar dari investasi pada akhir suatu usaha atau proyek. Nilai sisa dari program kolaboratif GMP-PHBM didapat
dengan perhitungan yang dikenalkan oleh Gittinger 1986. Peralatan yang digunakan dalam program ini yakni cangkul, arit, dan congkrang. Peralatan
tersebut digunakan untuk pemupukan dan penebangan pada tahun akhir program. Perhitungan nilai sisa dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 11 Estimasi Nilai Sisa per Hektar
No. Nama Alat a
Umur Ekonomis
tahun b
Sisa Umur Ekonomis
tahun c Harga
Satuan Rp
d Nilai sisa
tahun ke- 1 Rp
tahun e = cbd
Jumlah buah f
Total Nilai Sisa
Rp Tahun
g=exf 1
Cangkul 5
4 70.000 56.000
5 280.000
2 Arit
5 4 50.000
40.000 4
160.000 3
Congkrang 5
4 50.000 40.000
4 160.000
Total 600.000
6.1.2 Outflow Analisis Finansial
Outflow pada program kolaboratif GMP-PHBM berupa biaya-biaya yang
dikeluarkan baik saat program kolaboratif GMP-PHBM sedang dibangun maupun saat program kolaboratif GMP-PHBM sedang berjalan. Outflow pada program
kolaboratif GMP-PHBM dalam analisis finansial terdiri dari biaya investasi peralatan dan biaya operasional, seperti biaya pembelian bibit, biaya pemupukan,
biaya untuk tenaga kerja, dan biaya bagi hasil. Berikut penjelasan masing-masing komponen outflow dalam analisis finansial program kolaboratif GMP-PHBM.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha dengan umur ekonomis lebih dari satu tahun.
Biaya investasi pada program kolaboratif GMP-PHBM dihitung dari pembelian peralatan berupa cangkul,
congkrang, dan arit. Barang-barang investasi yang telah habis masa pakainya sebelum periode usaha berakhir, harus dibeli kembali atau mengalami re-
investasi. Rincian biaya komponen investasi yang digunakan oleh petani beserta umur ekonomisnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12 Rincian Biaya Investasi dan Umur Ekonomis per Hektar
No. Nama Alat
a Jumlah
buah b Harga Satuan
Rp c Total Biaya
Rp investasi d = bxc
Umur Ekonomis
tahun d 1
Cangkul 5
70.000 350.000
5 2
Arit 4
50.000 200.000
5 3
Congkrang 4
50.000 200.000
5
Berdasarkan tabel tersebut didapatkan informasi bahwa ketiga peralatan investasi memiliki umur ekonomis yang sama yakni lima tahun. Hal tersebut
mengakibatkan ketiga peralatan investasi tersebut harus dibeli kembali atau dilakukan re-investasi setiap lima tahun sekali dimulai dari awal pembelian, yaitu
pada saat tahun ke-0 pelaksanaan program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti.
2. Biaya Pembelian Bibit
Biaya pembelian bibit merupakan pengeluaran yang digunakan untuk pembelian bibit kopi. Petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa
Warjabakti hampir seluruhnya membeli bibit kopi yang dibelinya dari daerah Pangalengan. Harga pembelian bibit kopi per bibitnya adalah sebesar Rp 1.300.
Dalam satu hektar luas lot program kolaboratif GMP-PHBM ditanam 2.500 pohon kopi. Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, petani kopi arabika di Desa
Warjabakti biasanya melebihkan pembelian bibit sebesar 10 dari jumlah yang dibutuhkan untuk ditanam. Bibit tersebut nantinya digunakan untuk menggantikan
bibit kopi yang ditemukan mati dalam proses penyulaman. Total biaya pembelian bibit dalam program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti ditunjukkan
dalam tabel berikut. Tabel 13 Biaya Pembelian Bibit Program Kolaboratif GMP-PHBM
Rata-rata jumlah Pohon Kopi
pohonha a Cadangan
Penyulaman b
Harga Bibit Rp pohon c
Total Biaya Pembelian bibit Rpha
d=ax100+bxc 2.500
10 1.300
3.575.000
3. Biaya Pemupukan
Biaya pemupukan merupakan pengeluaran yang digunakan untuk membeli pupuk dalam program kolaboratif GMP-PHBM. Menurut ketua LMDH Taruna
Bina Tani, rata-rata petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa
Warjabakti hanya menggunakan dua jenis pupuk. Dua jenis pupuk tersebut yakni pupuk KCL dan pupuk phonska. Petani hutan di Desa Warjabakti ini baru tiga
tahun terakhir mengusahakan kopi, sehingga besaran penggunaan pupuk baru diketahui sampai tahun ke-3 program. Namun, besarnya tidak sesuai dengan yang
seharusnya, karena minimnya wawasan petani dalam pengusahaan kopi. Oleh sebab itu, besaran penggunaan pupuk dalam usaha kopi agroforestry ini
didapatkan dari pedoman budidaya dan pemeliharaan tanaman kopi dalam kebun campur oleh Hulupi dan Martini 2013. Data dari buku pedoman tersebut diolah
lebih rinci dalam Lampiran 1 tentang biaya pupuk sesuai pedoman budidaya kopi agroforestry
. Sebagai informasi, takaran pupuk phonska adalah 35 dari total pupuk anorganik yang biasa digunakan dalam suatu budidaya kopi arabika Urea,
SP-36, dan KCl
1
. Dalam satu tahun, terdapat dua kali waktu pemupukan, yakni pada awal musim hujan dan awal musim kemarau. Berikut tabel yang
menggambarkan biaya pemupukan pupuk phonska per hektar dalam program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti.
Tabel 14 Biaya Pupuk Phonska secara Finansial
Umur tahun a
Dosis Phonska Kg ha pemupukan b
Harga RpKg c
Total Biaya Rphatahun d =bxcx2
0-1 52,50
2.300 241.500
2 113,75
2.300 523.250
3 153,13
2.300 704.375
4 192,50
2.300 885.500
5-10 271,25
2.300 1.247.750
11-15 350,00
2.300 1.610.000
Sumber: Hulupi dan Martini 2013
Sementara biaya pemupukan menggunakan pupuk KCL per hektar dalam program kolaboratif GMP-PHBM ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 15 Biaya Pupuk KCL secara Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM
Umur tahun a
Dosis KCL Kg ha pemupukan b
Harga RpKg c
Total Biaya Rpha tahun d =bxcx2
0-1 37,5
3.500 262.500
2 100
3.500 700.000
3 125
3.500 875.000
4 175
3.500 1.225.000
Sumber: Hulupi dan Martini 2013
1
http:www.indonetwork.co.idpupuk_formula59039pupuk-npk-gramafix-kopi-coffee- fertilizer.htm diakses tanggal 30 Mei 2015