Gerakan Menabung Pohon Analisis Kelayakan Dan Efektivitas Program Gerakan Menabung Pohon Melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung)

I. Nilai bagi hasil kedua belah pihak, disajikan dalam Tabel 1 tentang mekanisme sharing. II. Hasil dari tanaman tumpang sari agroforestry diserahkan Perum Perhutani sepenuhnya kepada masyarakat desa hutan setempat Tabel 1 Mekanisme Sharing Perum Perhutani dengan Masyarakat Komoditas yang Diusahakan Perum Perhutani Masyarakat Desa Hutan Tanaman Hutan Jati 80 20 Tanaman Tahunan 20 80 Sumber: Noorvitastri dan Wijayanto 2003

2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi 2004, sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumberdaya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumberdaya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan bagaimana teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan, kayu, air, bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu eksis market based, sehingga transaksi barang dan jasa tersebut dapat dilakukan. Sumberdaya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Selain itu, sumberdaya alam juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya. Manfaat tersebut sering kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis, yang sering tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumberdaya. Nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut Fauzi 2004. Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai ekonomi kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar dan pendekatan non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia human capital atau pendekatan nilai yang hilang foregone earning, dan pendekatan biaya kesempatan opportunity cost. Sedangkan pendekatan harga non pasar dapat digunakan melalui pendekatan preferensi masyarakat non-market method. Beberapa pendekatan non pasar yang dapat digunakan antara lain adalah metode nilai hedonis hedonic pricing, metode biaya perjalanan travel cost, metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima ganti rugi contingent valuation, dan metode benefit transfer Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekosistem Hutan. Secara khusus dalam ekosistem hutan , nilai valuasi ekonomi akan sangat bermanfaat untuk menentukan apakah ekosistem hutan di suatu lokasi dapat dimanfaatkan atau sebaiknya dipertahankan dalam kondisi alaminya. Apabila ternyata dapat dimanfaatkan, valuasi ekonomi juga dapat memberikan arahan sejauh mana pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung dan bahkan mengurangi fungsi ekologisnya. Dengan demikian, konsep pemanfaatan berkelanjutan yang mempertahankan fungsi ekonomi dan ekologis dari ekosistem hutan masih dapat terus dipertahankan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekosistem Hutan.

2.6 Karakteristik Kopi Arabika

Kopi Coffea sp. merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia. Kopi dari Indonesia telah lama dikenal oleh masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Ada beberapa jenis kopi yang biasa ditanam di Indonesia, yaitu: kopi jenis arabika, robusta, dan beberapa kopi spesial dari jenis arabika yang berasal dari Indonesia diantaranya kopi luwak, lintong, toraja, dan lain sebagainya. Penanaman kopi di Indonesia pertama kali dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1696 dengan jenis kopi arabika, kemudian jenis kopi ini berkembang baik dan menjadi komoditas ekspor Indonesia Prastowo, 2010. Kopi arabika sendiri telah berkembang menjadi tanaman perkebunan rakyat sejak pertama kali kopi ditanam di Indonesia. Pada awalnya kopi jenis arabika ini hanya dapat ditanam pada daerah dataran tinggi, yakni daerah dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut mdpl ke atas. Hal ini dilakukan untuk menghindari tanaman kopi arabika terkena penyakit karat daun. Namun pada tahun 1956, kopi arabika jenis lini S yang berasal dari India masuk ke Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap penyakit karat daun serta dapat ditanam pada ketinggian 500 mdpl ke atas. Dengan demikian, maka seluruh zona vertikal secara potensial dapat ditanami kopi jenis arabika secara komersial Prastowo, 2010. Kopi jenis arabika varietas lini S 795 umumnya memiliki karakteristik tipe pertumbuhan agak melebar, daun rimbun sehingga batang pokok tidak tampak dari luar, buah seragam, nisbah biji buah 15,7, biji berukuran besar tetapi tidak seragam, berbunga pada umur 15-24 bulan, produktivitas 10-15 kwintal per hektar pada populasi 1.600 sampai 2.000 pohon. Pada ketinggian lebih dari 1.000 mdpl tahan serangan karat daun, sementara pada ketinggian kurang dari 900 mdpl agak tahan dengan serangan penyakit karat daun Prastowo, 2010. Keuntungan dari kopi jenis arabika varietas lini S 795 adalah cocok untuk petani pemula, rata-rata hasil panen per pohon dapat mencapai 0,5 sampai 1 kilogram per pohon, dan cita rasa sangat bagus. Namun kerugian dari kopi jenis arabika varietas lini S 795 ini yaitu tidak tahan hama nematoda cacing, jamur akar putih, dan jamur coklat Hulupi dan Martini, 2013.

2.7 Analisis Biaya dan Manfaat

Metode analisis biaya dan pendapatan pada awalnya digunakan untuk melihat apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak. Dalam metode analisis biaya dan manfaat ini yang disebut dengan kondisi menguntungkan adalah apabila manfaat yang dihasilkan dari usaha tersebut lebih besar dari biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan. Analisis untuk mengetahui efisiensi tingkat keuntungan suatu proses produksi ini yang disebut sebagai analisis biaya-manfaat Affianto et al, 2005. Menurut Husnan dan Muhammad 2000, Studi kelayakan dalam suatu proyek memuat tiga aspek, yaitu: manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri manfaat finansial, manfaat ekonomis proyek tersebut bagi negara tempat proyek dilaksanakan manfaat ekonomi, dan manfaat sosial proyek tersebut bagi lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitar proyek tersebut.

Dokumen yang terkait

Kesadaran Menabung Masyarakat Menengah Ke Bawah Di Bank Rakyat Indonesia Melalui Gerakan Indonesia Menabung (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)

0 34 85

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

ANALISIS PENGETAHUAN KOGNITIF PETANI HUTAN DALAM PELAKSANAKAN PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA JOMBLANG KECAMATAN JEPON KABUPATEN BLORA

2 18 131

Strategi Divisi Humas Dan Agraria (Hugra) Perusahaan Perum Perhutani Melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam Pembinaan Lingkungan Di Ciwidey Kabupaten Bandung

0 29 114

Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

0 2 91

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai resolusi konflik sumber daya hutan"Reviwer"

0 2 6

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai Resolusi Konflik Sumber Daya Hutan

0 7 109

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161