1. Meningkatkan tanggung jawab Perhutani, masyarakat setempat, dan
pemangku kepentingan terkait atas keberlanjutan fungsi dan kegunaan hutan.
2. Meningkatkan peran Perhutani, masyarakat setempat, dan pemangku
kepentingan terkait dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 3.
Meningkatkan pendapatan Perhutani, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan terkait secara serempak.
4. Meningkatkan kualitas sumberdaya hutan sesuai dengan ciri-ciri
wilayahnya, 5.
Menyesuaikan kegiatan pengelolaan hutan agar sejalan dengan pembangunan daerah serta dinamika keadaan sosial masyarakat sekitar
hutan. Terdapat tiga aktor penting dalam kebijakan PHBM. Aktor tersebut yaitu:
1 Perum Perhutani; 2 Masyarakat desa hutan melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH; 3 Pihak yang berkepentingan stakeholders misalnya
pemerintah daerah, lembaga pendidikan, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, lembaga ekonomi masyarakat, dan pihak swasta. Diantara ketiga
aktor tersebut menjalin pola kemitraan sejajar dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Ketiga aktor utama ini secara bersama-sama membuat beberapa kegiatan dalam program
PHBM. Kegiatan tersebut diantaranya: 1 Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan; 2 Pemanfaatan sumberdaya hutan; serta 3 perlindungan dan
konservasi alam. Hal-hal tersebutlah yang menentukan secara nyata keberhasilan dari kebijakan-kebijakan dalam program PHBM Rosyadi dan Sobandi, 2014.
2.4 Bagi Hasil
Terdapat dua macam sistem bagi hasil dalam ilmu ekonomi yang biasa digunakan, yakni bagi hasil yang berdasarkan nilai pendapatan atau benefit
sharing dan bagi hasil yang berdasarkan nilai keuntungan atau profit sharing.
Keduanya pun sama-sama berpangkal pada perhitungan saham atau kontribusi masing-masing pihak dalam proses produksi. Dalam konsep profit sharing, tidak
terdapat lagi beban biaya atau biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh salah satu pihak atau keduanya setelah bagi hasil. Sebaliknya, jika setelah bagi hasil
dilaksanakan masih terdapat biaya-biaya yang perlu dikeluarkan, maka konsep tersebut dinamakan benefit sharing Affianto et al, 2005.
Menurut pandangan ilmu ekonomi, pengusahaan hutan adalah usaha ekonomi. Usaha ekonomi dalam hal ini memiliki arti usaha untuk menghasilkan
barang atau jasa untuk dikonsumsi masyarakat, sehingga usaha tersebut memiliki nilai ekonomi. Oleh sebab itu, kegiatan PHBM pun dapat dikategorikan sebagai
usaha ekonomi. Selain menghasilkan kayu dan hasil hutan non kayu yang merupakan kepentingan Perum Perhutani, lahan PHBM juga diharapkan dapat
menghasilkan hasil pertanian jangka pendek padi, jagung, palawija, dan lain sebagainya maupun hasil pertanian jangka panjang buah-buahan dan tanaman
keras pada umumnya. Hasil-hasil pertanian tersebut merupakan kepentingan petani hutan dalam program PHBM. Lahan yang digunakan dalam program
PHBM tersebut dapat juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan, seperti kegiatan ekowisata, pengelolaan sumber air minum, dan jasa lingkungan lainnya Affianto
et al, 2005.
Menurut Surat
Keputusan Direksi
Perum Perhutani
nomor 436KPTsDIR2011 tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu, berbagi adalah
pembagian peran, hak, dan kewajiban, antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang
berkepentingan dalam pemanfaatan lahan tanah dan atau ruang, waktu, dan pengelolaan kegiatan. Sementara itu, pihak yang berkepentingan stakeholders
adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta
berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yaitu pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga ekonomi masyarakat,
lembaga sosial masyarakat, usaha swasta, lembaga pendidikan, dan lembaga donor.
Menurut Noorvitastri dan Wijayanto 2003, mekanisme bagi hasil dalam kemitraan antara Perum Perhutani dengan masyarakat secara garis besar adalah
sebagai berikut: