Desa Warjabakti adalah manfaat privat dari pengusahaan kopi, serta tambahan manfaat sosial sebagai penyimpanan karbon oleh tanaman kopi, pengamanan
tegakan hutan lindung, bagi hasil, dan upah yang diterima masyarakat melalui program kolaboratif GMP-PHBM. Manfaat sosial lain seperti perlindungan mata
air dan perlindungan erosi tidak dihitung dalam penelitian ini karena nilai-nilai dari manfaat sosial tersebut belum terlihat secara signifikan. Hal tersebut
mengakibatkan kurang lengkapnya data-data pendukung untuk menilai manfaat- manfaat sosial tersebut. Sementara untuk komponen biaya, biaya yang dihitung
dari keberadaan program kolaboratif GMP-PHBM adalah biaya privat untuk investasi dan operasional, serta biaya sosial dari pendapatan petani yang hilang
akibat peralihan komoditi yang diusahakan oleh petani. Komponen inflow analisis ekonomi terdiri dari penerimaan dari penjualan
buah kopi, dana sponsor dari Pertamina Foundation, nilai sisa, bagi hasil, upah yang diterima masyarakat, penyimpanan karbon oleh tanaman kopi, dan
perlindungan tegakan hutan lindung. Penjelasan terhadap komponen penerimaan dari penjualan buah kopi, dana sponsor dari Pertamina Foundation, dan nilai sisa
telah dijelaskan sebelumnya, sehingga komponen dalam inflow analisis ekonomi selain tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Upah yang Diterima Masyarakat
Upah tenaga kerja dalam program kolaboratif GMP-PHBM terdiri dari jasa land clearing, pembuatan lubang, penanaman, penyulaman, pemupukan,
pemangkasan, pemanenan, dan pengangkutan. Besaran nilai upah dari masing- masing komponen telah ditampilkan sebelumnya dalam Tabel 16 tentang rincian
tenaga kerja beserta upahnya. Perhitungan upah yang diterima masyarakat didapatkan dari penjumlahan besaran upah dari setiap komponen jasa tenaga kerja
setiap tahunnya. Hasil perhitungan lebih rinci dari upah yang diterima masyarakat ini dapat dilihat pada Lampiran 3 mengenai analisis ekonomi program kolaboratif
GMP-PHBM.
2. Penyimpanan Karbon oleh Tanaman Kopi
Nilai penyimpanan karbon oleh tanaman kopi didapat dari perhitungan total cadangan karbon di atas permukaan tanah tanaman kopi dikalikan dengan
harga karbon di pasar internasional. Besaran total cadangan karbon tanaman kopi
diambil dari penelitian Wibawa et al. 2010. Harga karbon sendiri di pasar internasional besarannya berbeda-beda. Harga karbon diambil dari harga karbon
di China sebagai patokan untuk negara asia. Besaran harga karbon tahun 2015 dengan patokan negara China menurut Neslen 2015 adalah sebesar 6 US per
ton. Apabila harga tersebut dikonversikan dengan nilai kurs April 2015 sebesar Rp 13.002, didapatkan harga karbon sebesar Rp 78.012ton. Perhitungan secara
rinci penyimpanan karbon oleh tanaman kopi dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 20 Penyimpanan Karbon oleh Tanaman Kopi
No Umur Kopi
a Cadangan Karbon
Tonhatahun b Harga Rp ton c
Total Rp ha tahun d=bxc
1 1- 3 tahun 1,35
78.012 105.316
2 4-8 tahun 9,21
78.012 718.491
3 9-12 tahun 15,82
78.012 1.234.150
4 13-15 tahun 15,67
78.012 1.222.448
Sumber: Wibawa et al. 2010
3. Perlindungan Tegakan Hutan Lindung
Pengusahaan ruang dalam hutan lindung melalui program kolaboratif GMP-PHBM menimbulkan manfaat sosial tersendiri bagi Perum Perhutani
sebagai pemilik lahan dan masyarakat sekitar hutan lindung. Salah satu manfaat tersebut yakni perlindungan tegakan hutan lindung. Sebelum tahun 2008, sebelum
adanya program PHBM tersebut, keamanan hutan menjadi tanggung jawab Perum Perhutani sendiri. Namun setelah adanya kerjasama pengusahaan ruang hutan
lindung melalui program PHBM pada tahun 2008 antara Perhutani KPH Bandung Selatan dengan LMDH Taruna Bina Tani, tanggung jawab pengamanan hutan
turut melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam pengamanan hutan lindung pun bersifat sukarela, karena usaha masyarakat membutuhkan tegakan
utama di hutan lindung sebagai tanaman naungan dalam pengusahaan kopi. Sebelum adanya program kolaboratif GMP-PHBM, terjadi pencurian lima buah
tegakan pinus pada tahun 2010 yang terjadi di anak petak 27B, yang kini lokasi tersebut menjadi lokasi pelaksanaan program kolaboratif GMP-PHBM. Menurut
kepala RPH Logawa, semenjak adanya program kolaboratif GMP-PHBM dari tahun 2012 sampai tahun 2015 tidak pernah terjadi lagi kasus pencurian tegakan
dalam hutan lindung Desa Warjabakti.
Nilai perlindungan tegakan hutan lindung didapat dengan menggunakan asumsi program kolaboratif GMP-PHBM dapat mencegah kejadian pencurian
tegakan hutan lindung tersebut terulang setiap tahunnya dimulai dari awal pelaksanaan program. Nilai rata-rata kerugian akibat pencurian tegakan hutan
lindung Desa Warjabakti setiap tahunnya didapat dengan menggunakan metode market price.
Kerugian sebesar Rp 469.000 terjadi akibat kejadian pencurian pada anak petak 27B. Nilai tersebut dihimpun dari data kerugian bagi RPH Logawa
akibat pencurian tersebut, seperti yang ditampilkan pada Tabel 21. Harga kerugian tegakan pinus tersebut ditetapkan oleh RPH Logawa yang menjabat saat kejadian,
sehingga tidak diperoleh data harga yang pasti. Berdasarkan data RPH Logawa, anak petak 27B memiliki luas sebesar 5 hektar. Penelitian ini menggunakan
analisis dalam satuan hektar, sehingga nilai perlindungan tegakan hutan lindung tersebut dikonversikan kepada satuan nilai per hektar. Setelah dilakukan konversi,
didapatkan nilai sebesar Rp 93.800hatahun. Berikut data pencurian tegakan hutan lindung yang terjadi pada anak petak 27B pada tahun 2010.
Tabel 21 Rata-Rata Pencurian Tegakan Hutan Lindung Warjabakti
No Nomor Tunggak
Nilai Kerugian Rp 1 Tunggak Pinus 1
95.000 2 Tunggak Pinus 2
90.000 3 Tunggak Pinus 3
110.000 4 Tunggak Pinus 4
80.000 5 Tunggak Pinus 5
94.000 Total Kerugian Rptahun a
469.000 Luas Anak Petak 27B ha b
5 Total Kerugian Rphatahun c = ab
93.800 Sumber: RPH Logawa 2010
4. Bagi Hasil
Bagi hasil merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk memberikan hak pihak lain yang persentasenya sudah diatur dalam program GMP dan program
PHBM. Bagi hasil dalam analisis ekonomi merupakan social benefit yang diterima oleh masyarakat. Besaran persentase masing-masing skema tersebut telah
dijelaskan sebelumnya dalam analisis finansial. Hasil perhitungan lebih rinci dari biaya bagi hasil ini dapat dilihat pada Lampiran 3 mengenai analisis ekonomi
program kolaboratif GMP-PHBM.
6.1.5 Outflow Analisis Ekonomi
Outflow pada program kolaboratif GMP-PHBM dalam analisis ekonomi
terdiri dari biaya investasi peralatan dan biaya operasional, seperti biaya pembelian bibit, biaya pemupukan, dan biaya tenaga kerja. Namun yang
membedakan dengan analisis finansial adalah dalam analisis ekonomi dilakukan pendekatan harga bayangan dalam mendapatkan nilai-nilainya dan juga terdapat
pendapatan yang hilang bagi masyarakat akibat peralihan pengusahaan dari hortikultura bawang daun menjadi pengusahaan tanaman keras kopi. Biaya
pemupukan khusus untuk pupuk Phonska NPK perhitungannya menggunakan harga bayangan, sedangkan komponen lain selain pupuk Phonska, menggunakan
harga aktualnya. Perhitungan beserta alasan penggunaan jenis harga dari masing- masing komponen Outflow dalam analisis ekonomi tersebut dijelaskan sebagai
berikut.
1. Biaya Investasi dan Pembelian Bibit
Perhitungan biaya investasi untuk peralatan dan biaya pembelian bibit dalam program kolaboratif GMP-PHBM didasarkan kepada harga pasar. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung harga dari peralatan dan bibit tersebut, sehingga distorsi pasar
sangat kecil atau dalam kata lain pasar mendekati persaingan sempurna. Besaran biaya untuk peralatan dan pembelian bibit telah dijelaskan sebelumnya dalam
analisis finansial. Rincian harga untuk peralatan sendiri telah dijelaskan dalam Tabel 12, besaran tersebut digunakan dalam analisis ekonomi pada Lampiran 3
tentang analisis ekonomi program kolaboratif GMP-PHBM.
2. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja pun dalam analisis ekonomi ini menggunakan upah aktualnya. Hal ini dilakukan berdasarkan teori dari Gittinger 1986. Menurut
Gittinger, biaya pengorbanan dari tenaga kerja tidak terdidik unskilled labor dinilai dari nilai marjinal produk. Lebih lanjut jika di daerah tersebut memiliki
tenaga kerja melimpah dan sebagian besar tenaga kerja tersebut memperoleh pekerjaan pada musim-musim sibuk seperti pada saat pemanenan dan penanaman,
maka besar upah aktual yang diterima tenaga kerja tersebut merupakan perkiraan terbaik atas biaya pengorbanan tenaga kerja. Menurut ketua LMDH Taruna Bina
Tani, hampir sebagian besar buruh tani di Desa Warjabakti berpendidikan terakhir
sekolah dasar, sehingga buruh tani tersebut akan menganggur apabila tidak ada aktivitas dari pengusahaan kopi melalui program kolaboratif GMP-PHBM.
Karakteristik tersebut sesuai dengan salah satu karakteristik yang dikemukakan oleh Gittinger 1986, sehingga perhitungan biaya pengorbanan dari tenaga kerja
di Desa Warjabakti sama dengan besaran tingkat upah aktual yang berlaku di desa tersebut. Hasil perhitungan lebih rinci dari biaya tenaga kerja ini dapat dilihat
pada Lampiran 3 mengenai analisis kelayakan secara ekonomi.
3. Biaya Pemupukan
Biaya pemupukan merupakan pengeluaran yang digunakan untuk membeli pupuk dalam program kolaboratif GMP-PHBM. Seperti diketahui sebelumnya,
rata-rata petani dalam program ini menggunakan dua jenis pupuk, yakni pupuk KCL dan Phonska. Menurut peraturan Menteri Pertanian nomor 130Permentan
SR.130112014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi HET Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, pemerintah hanya
mensubsidi jenis pupuk urea, SP-36, ZA, NPK, dan organik. Hal tersebut mengakibatkan perhitungan harga bayangan untuk pupuk KCL didasarkan kepada
harga pasar. Besaran harga untuk pupuk KCL adalah sebesar Rp 3.500Kg. Pupuk Phonska NPK merupakan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah,
sehingga perhitungannya menggunakan pendekatan harga bayangan. Namun karena informasi mengenai besaran subsidi pemerintah terhadap pupuk Phonska
NPK sulit didapat, maka penentuan harga bayangan pupuk ini berdasarkan harga Free on Board
FOB high purity compound fertilizer di China pada bulan Mei tahun 2015, yakni sebesar 400 US per ton
2
. Nilai tersebut kemudian ditambahkan biaya pengapalan dan asuransi sebesar 10 dari FOB menurut
Peraturan Menteri Keuangan nomor 160KMK.042010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, sehingga didapatkan harga Cost, Insurance, and
Freight CIF. Harga ini dikonversi dengan harga sosial nilai tukar SER rupiah
pada tahun 2014. SER didapatkan dari perhitungan yang dikenalkan oleh Squire dan Van Der Tak 1975 dalam Gittinger 1986 yang telah dijelaskan dalam
metode penelitian. Perhitungan OERt menggunakan nilai rata-rata tukar rupiah
2
http:www.alibaba.comproduct-detailHigh-Purity-Compound-Fertilizer-Water- Soluble_1965657288.html diakses pada tanggal 30 Mei 2015
terhadap dollar Amerika pada tahun 2014, yakni sebesar Rp 11.938. Sementara nilai Standard Convertion Factor menurut Rosegrant 1987 dalam Gittinger
1986, didapatkan dengan rumus yang telah dijelaskan dalam metode penelitian. Apabila metode perhitungan tersebut dirangkum dalam sebuah tabel,
maka perhitungan harga sosial nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika menjadi sebagai berikut:
Tabel 22 Harga Sosial Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar tahun 2014
Keterangan Jumlah Rp
Total Ekspor Xt 2.104.579.381.976.580
Total Impor Mt 2.127.098.712.630.490
Penerimaan Pajak Ekspor Txt 32.300.000.000.000
Penerimaan Pajak Impor Tmt 11.300.000.000.000
Xt + Mt a 4.231.678.094.607.070
Xt – Txt b
2.072.279.381.976.580 Mt
– Tmt c 2.115.798.712.630.490
OERt 11.938
SCFt a b+c 1,010
SERt 11.815
Sumber: BPS 2015 Kemenkeu 2015
Menurut perhitungan tersebut didapatkan harga sosial nilai tukar sebesar Rp 11.815. Nilai tersebut digunakan untuk mengkonversi harga CIF. Setelah itu
harga CIF terkonversi dikurangi dengan biaya transportasi dan penanganan, besaran biaya transportasi dan penanganan pupuk Phonska NPK didapatkan dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo 2013, yakni sebesar Rp 387, 8 atau dibulatkan menjadi sebesar Rp 388. Setelah dikurangi biaya transportasi dan
penanganan tersebut didapatkan harga paritas impor pupuk Phonska NPK. Rincian perhitungan harga sosial pupuk Phonska NPK di Desa Warjabakti
dijelaskan sebagai berikut: Tabel 23 Harga Sosial Pupuk Phonska NPK di Desa Warjabakti
Keterangan Jumlah
Harga FOB USTon a 400
Pengapalan dan Asuransi b 40
Harga CIF USTon c = a+b 440
Nilai Tukar 11.815
Harga CIF RpKg d 5.199
Transportasi dan Penanganan e 388
Nilai Sebelum Pemrosesan f = d-e 4.811
Faktor Konversi Proses 100
Harga Paritas Impor RpKg 4.811
Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan harga FOB, didapatkan harga paritas impor sebesar Rp 4.811Kg. Harga paritas impor tersebut
digunakan sebagai harga bayangan untuk pupuk Phonska NPK. Rincian biaya pemupukan dengan menggunakan harga bayangan ditampilkan dalam Lampiran 1
tentang biaya pemupukan sesuai pedoman budidaya kopi agroforestry. Berikut tabel yang menggambarkan biaya pemupukan pupuk Phonska NPK per hektar
yang digunakan oleh petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti.
Tabel 24 Biaya Pupuk Phonska secara Ekonomi
Umur tahun a
Dosis Phonska Kg ha pemupukan b
Harga RpKg c
Total Biaya Rphatahun d =bxcx2
0-1 52,50
4.811 505.155
2 113,75
4.811 1.094.503
3 153,13
4.811 1.473.369
4 192,50
4.811 1.852.235
5-10 271,25
4.811 2.609.968
11-15 350,00
4.811 3.367.700
Sumber: Hulupi dan Martini 2013
4. Pendapatan yang Hilang
Pendapatan yang hilang merupakan social cost yang harus ditanggung oleh petani Desa Warjabakti akibat peralihan komoditi yang diusahakan dari
hortikultura menjadi tanaman keras kopi. Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, sebagian besar jenis tanaman hortikultura yang dahulu diusahakan di Desa
Warjabakti adalah bawang daun. Besarnya pendapatan yang hilang didapat dari perhitungan analisis pendapatan dari bawang daun. Analisis pendapatan dari
pengusahaan agroforestry bawang daun di Desa Warjabakti ditampilkan dalam Lampiran 4 tentang analisis pendapatan agroforestry bawang daun di Desa
Warjabakti. Menurut ketua LMDH Taruna Bina Tani, produktivitas bawang daun di
Desa Warjabakti dapat mendekati 16 ton per hektar dalam satu kali panen. Harga yang biasanya didapatkan untuk bawang daun sendiri pada tingkat petani adalah
Rp 5.000Kg. Bawang daun dalam satu tahun, dapat dipanen sampai empat kali musim panen. Biaya dalam pengusahaan bawang daun terdiri dari biaya investasi
peralatan dan biaya operasional, seperti biaya pembelian bibit, biaya pemupukan,