Inflow Analisis Finansial Analisis Kelayakan Program Kolaboratif GMP-PHBM

satu tahun selama tahun ke-1, pemupukan selama dua kali dalam satu tahun, pemangkasan, pemanenan, dan pengangkutan. Tenaga kerja tersebut didapatkan dari anggota LMDH Taruna Bina Tani sendiri dan juga anggota keluarganya yang menganggur, sehingga ia bekerja di luar usaha tani keluarganya. Besaran penggunaan tenaga kerja tersebut ditampilkan dalam satuan hektar. Program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti sendiri menggunakan lahan seluas 477,05 hektar, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengusahaan kopi melalui program kolaboratif GMP-PHBM dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di Desa Warjabakti cukup besar. Tenaga kerja sewa yang digunakan dalam program kolaboratif GMP- PHBM bekerja selama 8 jam per hari, dimulai dari pukul 7 pagi sampai pukul 3 sore. Proses land clearing merupakan proses menyiapkan lahan untuk digunakan dalam pengusahaan kopi. Setelah disiapkan, kemudian dilanjutkan proses pembuatan lubang tanam untuk penanaman bibit kopi. Setelah enam bulan penanaman, setiap tiga bulan sekali dalam usia tanam tahun ke-1, dilakukan proses penyulaman untuk mengganti bibit kopi yang mati dengan bibit cadangan. Tanaman kopi tersebut diberi pupuk dengan frekuensi sebanyak dua kali dalam satu tahun, yakni pada awal musim hujan dan awal musim kemarau. Kemudian setelah dua tahun penanaman, setiap sehabis panen dilakukan proses pemangkasan, proses ini dilakukan untuk membuang batang-batang kopi yang kurang baik. Setelah tiga tahun usia penanaman, pohon kopi sudah mulai belajar panen. Pemanenan dilakukan hanya untuk memetik buah kopi dari pohonnya dan kemudian melakukan proses pengangkutan dari kebun kopi yang berada di hutan lindung Desa Warjabakti sampai ke kendaraan milik pihak pemborong buah kopi, yaitu PT. Berkah Tatar Sunda.

5. Biaya Bagi Hasil

Biaya bagi hasil merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk memberikan hak pihak lain yang persentasenya sudah diatur dalam program GMP dan program PHBM. Sesuai dengan skema program GMP, besar persentase kewajiban proses bagi hasil dari penerimaan pengusahaan kopi arabika oleh masing-masing pihak ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 17 Skema Bagi Hasil Program GMP No. Stakeholders Persentase Bagi Hasil 1 Petani dan pemilik lahan 70 2 Relawan 20 3 Desa 5 4 Dana keberlanjutan untuk Pertamina Foundation 5 Sumber: Pertamina Foundation 2012a Pihak petani dan pemilik lahan dalam skema program GMP merupakan satu kesatuan. Padahal kondisi program GMP di Desa Warjabakti, petani dan pemilik lahan merupakan dua hal yang terpisah. Pemilik lahan program GMP di Desa Warjabakti merupakan pihak Perhutani, sehingga bagi hasil dari usaha tersebut dilakukan kembali menggunakan skema PHBM sesuai dengan perjanjian kerjasama PHBM antara pihak Perum Perhutani KPH Bandung Selatan dengan pihak LMDH Taruna Bina Tani. Besaran persentase bagi hasil untuk program PHBM ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 18 Skema Bagi Hasil Program PHBM No. Stakeholders Persentase Bagi Hasil 1 Petani dan pemilik lahan 80 dari 70 penerimaan 2 Perum Perhutani pemilik lahan 20 dari 70 penerimaan Sumber: KPH Bandung Selatan 2011 Hasil perhitungan lebih rinci dari biaya bagi hasil ini dapat dilihat pada Lampiran 2 mengenai analisis finansial program kolaboratif GMP-PHBM. Pada kondisi aktualnya sampai bulan Mei 2015, skema program GMP tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya, hanya skema program PHBM lah yang telah berjalan. Hal tersebut dikarenakan dana sponsor dari Pertamina Foundation baru dicairkan sebesar 50 dari kesepakatan awal. Penyebabnya adalah birokrasi dalam program GMP sendiri yang berbelit. Menurut relawan program GMP di Desa Warjabakti, petani dan relawan menolak untuk melaksanakan skema tersebut dilaksanakan sebelum haknya dibayarkan. Namun apabila dana sponsor tersebut telah dicairkan, skema program tersebut dilaksanakan oleh relawan. Relawan bertugas menghimpun dana penerimaan dana dari petani untuk diberikan kepada pemerintah desa sebagai kas pembangunan dan kepada Pertamina Foundation sebagai dana keberlanjutan. Sementara bagi hasil untuk Perum Perhutani dibayarkan petani secara kolektif melalui LMDH Taruna Bina Tani sebagai koordinator dana bagi hasil bagi Perum Perhutani, yang dalam hal ini dimandatkan kepada RPH Logawa.

6.1.3 Kriteria Kelayakan Secara Finansial

Kelayakan investasi program kolaboratif GMP-PHBM secara finansial menggunakan kriteria Net Present Value NPV, Net Benefit Cost Ratio Net BC, dan Internal Rate of Return IRR. Berdasarkan analisis menggunakan arus kas seperti yang ditampilkan pada Lampiran 2 tentang analisis finansial, present value program kolaboratif GMP-PHBM sempat bernilai negatif dari tahun ke-0 serta tahun ke-2 sampai tahun ke-5. Hal tersebut dikarenakan pada tahun ke-0 dan tahun ke-2, biaya investasi dan operasional terus dikeluarkan, sementara tanaman kopi belum berbuah. Sementara pada tahun ke-3 sampai tahun ke-5, hasil dari tanaman kopi belum mampu menutupi biaya operasional yang dikeluarkan karena produktivitas tanaman kopi belum optimal. Hasil analisis kelayakan secara finansial program kolaboratif GMP-PHBM menggunakan kriteria NPV, Net BC, dan IRR, adalah sebagai berikut: Tabel 19 Kriteria Kelayakan secara Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti No. Kriteria Kelayakan Besaran Kesimpulan 1 NPV 92.373.910 Layak 2 Net BC 4,95 Layak 3 IRR 33 Layak Nilai Net Present Value NPV didapat dari menjumlahkan nilai present value PV dari tahun ke-0 sampai tahun ke-15. Setelah dilakukan penjumlahan, didapatkan hasil NPV sebesar 92.373.910. Hal ini menunjukkan bahwa program ini akan memberikan manfaat bersih sebesar 92.373.910. Berdasarkan kriteria NPV, suatu proyek atau usaha layak untuk dijalankan apabila memiliki nilai NPV lebih besar daripada nol. Kesimpulan menurut kriteria tersebut, program kolaboratif GMP-PHBM layak untuk dilaksanakan secara finansial. Meskipun bernilai layak, manfaat bersih dari usaha ini apabila dikonversikan kepada nilai per tahun dinilai masih rendah. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh peningkatan nilai tambah dan kelembagaan sektor hilir yang belum ada pada petani LMDH Taruna Bina Tani. Berdasarkan penelitian terdahulu dari Fadli 2014 yang meneliti tentang perkebunan agroforestry kopi arabika, petani di Desa Cipada, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat yang tergabung dalam LMDH Padamukti telah memiliki koperasi. Koperasi tersebut bekerja sama juga dengan Perhutani setempat. Kerjasama tersebut berdampak positif pada peningkatan nilai tambah, peningkatan harga, dan pendapatan petani anggota LMDH. Apabila hal tersebut direplikasi kepada LMDH Taruna Bina Tani, diharapkan dampak positif tersebut dapat dirasakan juga oleh mereka. Nilai Net Benefit Cost Ratio Net BC didapat dengan membandingkan antara pemasukan dan pengeluaran. Setelah dilakukan perbandingan, didapatkan hasil Net BC sebesar 4,95. Hal ini berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan manfaat bersih sebesar Rp 4,95. Berdasarkan kriteria Net BC, suatu proyek atau usaha layak untuk dijalankan apabila memiliki nilai Net BC lebih besar daripada satu. Kesimpulan menurut kriteria tersebut, program kolaboratif GMP-PHBM layak untuk dilaksanakan secara finansial. Nilai Internal Rate of Return IRR atau tingkat pengembalian modal minimum digunakan untuk melihat perbandingan investasi program kolaboratif GMP-PHBM dengan investasi di tempat lain, dalam hal ini apabila dana investasi ditabung di bank. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan hasil IRR sebesar 33. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mampu memberikan tingkat pengembalian modal sebesar 33. Berdasarkan kriteria IRR, suatu proyek atau usaha layak untuk dijalankan apabila memiliki nilai IRR lebih besar daripada nilai discount rate atau suku bunganya. Kesimpulan menurut kriteria tersebut, program kolaboratif GMP-PHBM layak untuk dilaksanakan secara finansial.

6.1.4 Inflow Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi menghitung manfaat-manfaat dan biaya-biaya dalam proyek dari segi pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan sebagai yang berkepentingan dalam proyek Gray et al., 1988. Perbedaan antara analisis finansial dan ekonomi telah dijelaskan sebelumnya dalam tinjauan pustaka. Pada analisis ekonomi, manfaat dan biaya yang dihitung tidak hanya yang bersifat privat saja, namun juga memasukkan manfaat dan biaya yang bersifat sosial. Manfaat yang dihitung dari keberadaan program kolaboratif GMP-PHBM pada Desa Warjabakti adalah manfaat privat dari pengusahaan kopi, serta tambahan manfaat sosial sebagai penyimpanan karbon oleh tanaman kopi, pengamanan tegakan hutan lindung, bagi hasil, dan upah yang diterima masyarakat melalui program kolaboratif GMP-PHBM. Manfaat sosial lain seperti perlindungan mata air dan perlindungan erosi tidak dihitung dalam penelitian ini karena nilai-nilai dari manfaat sosial tersebut belum terlihat secara signifikan. Hal tersebut mengakibatkan kurang lengkapnya data-data pendukung untuk menilai manfaat- manfaat sosial tersebut. Sementara untuk komponen biaya, biaya yang dihitung dari keberadaan program kolaboratif GMP-PHBM adalah biaya privat untuk investasi dan operasional, serta biaya sosial dari pendapatan petani yang hilang akibat peralihan komoditi yang diusahakan oleh petani. Komponen inflow analisis ekonomi terdiri dari penerimaan dari penjualan buah kopi, dana sponsor dari Pertamina Foundation, nilai sisa, bagi hasil, upah yang diterima masyarakat, penyimpanan karbon oleh tanaman kopi, dan perlindungan tegakan hutan lindung. Penjelasan terhadap komponen penerimaan dari penjualan buah kopi, dana sponsor dari Pertamina Foundation, dan nilai sisa telah dijelaskan sebelumnya, sehingga komponen dalam inflow analisis ekonomi selain tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Upah yang Diterima Masyarakat

Upah tenaga kerja dalam program kolaboratif GMP-PHBM terdiri dari jasa land clearing, pembuatan lubang, penanaman, penyulaman, pemupukan, pemangkasan, pemanenan, dan pengangkutan. Besaran nilai upah dari masing- masing komponen telah ditampilkan sebelumnya dalam Tabel 16 tentang rincian tenaga kerja beserta upahnya. Perhitungan upah yang diterima masyarakat didapatkan dari penjumlahan besaran upah dari setiap komponen jasa tenaga kerja setiap tahunnya. Hasil perhitungan lebih rinci dari upah yang diterima masyarakat ini dapat dilihat pada Lampiran 3 mengenai analisis ekonomi program kolaboratif GMP-PHBM.

2. Penyimpanan Karbon oleh Tanaman Kopi

Nilai penyimpanan karbon oleh tanaman kopi didapat dari perhitungan total cadangan karbon di atas permukaan tanah tanaman kopi dikalikan dengan harga karbon di pasar internasional. Besaran total cadangan karbon tanaman kopi

Dokumen yang terkait

Kesadaran Menabung Masyarakat Menengah Ke Bawah Di Bank Rakyat Indonesia Melalui Gerakan Indonesia Menabung (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)

0 34 85

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

ANALISIS PENGETAHUAN KOGNITIF PETANI HUTAN DALAM PELAKSANAKAN PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA JOMBLANG KECAMATAN JEPON KABUPATEN BLORA

2 18 131

Strategi Divisi Humas Dan Agraria (Hugra) Perusahaan Perum Perhutani Melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam Pembinaan Lingkungan Di Ciwidey Kabupaten Bandung

0 29 114

Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

0 2 91

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai resolusi konflik sumber daya hutan"Reviwer"

0 2 6

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai Resolusi Konflik Sumber Daya Hutan

0 7 109

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161