Metode Pengumpulan Data Prioritas Utama high importance low performance

kas bersih di masa mendatang Husnan dan Muhammad, 2000. Secara matematis, internal rate of return program kolaboratif GMP-PHBM dapat dihitung dengan rumus: � = � 1 + � 1 � 1 − � 2 � [� 2 − � 1 ] Keterangan: IRR = Internal Rate of Return i 1 = Discount Rate yang menghasilkan NPV yang bernilai positif i 2 = Discount Rate yang menghasilkan NPV yang bernilai negatif NPV 1 = NPV yang bernilai positif NPV 2 = NPV yang bernilai negatif Kriteria Penilaian IRR: Program kolaboratif GMP-PHBM dinilai layak untuk dilanjutkan apabila memiliki nilai IRR ≥ tingkat Discount Rate yang berlaku. Apabila progam kolaboratif GMP-PHBM memiliki nilai IRR tingkat Discount Rate yang berlaku, maka program kolaboratif GMP-PHBM ini dapat disimpulkan tidak layak dilanjutkan.

4.5.2 Importance Performance Analysis IPA

Metode IPA dapat menjelaskan hubungan antara tingkat kepentingan peserta program kolaboratif GMP-PHBM dengan tingkat kepuasan kinerja program kolaboratif GMP-PHBM ini di lapangan yang menghasilkan nilai kesesuaian harapan peserta program tersebut. Teknik ini dipopulerkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Martilla dan James di dalam artikel yang berjudul “Importance-Performance Analysis” yang dipublikasikan dalam Journal of Marketing. Dalam teknik ini responden menilai tingkat kepentingan atribut yang relevan dari program kolaboratif GMP-PHBM dan tingkat kinerja program perceived performance pada masing-masing atribut tersebut. Matriks-matriks ini bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumberdaya proyek yang terbatas kepada bidang-bidang spesifik. Pengalokasian tersebut merupakan bagian dari perbaikan atas kinerja. Perbaikan kinerja dengan menggunakan metode ini pun dapat berdampak besar pada kepuasan peserta program. Selain itu bidang atau atribut yang perlu dipertahankan maupun atribut yang perlu dikurangi prioritasnya dapat diketahui melalui metode ini. Meskipun demikian, batas antara persepsi tinggi atau rendahnya suatu penilaian kepentingan maupun kepuasan kinerja dalam metode IPA ini relatif arbitary menyesuaikan tergantung konteks penelitian Tjiptono dan Chandra, 2005. Pada tahap awal, responden diminta menilai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan kinerja dari tiga indikator manfaat program kolaboratif GMP- PHBM, dimana masing-masing indikator diturunkan terhadap lima sub indikator. Indikator dan sub indikator tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 6 Indikator dan Sub Indikator Manfaat Program Kolaboratif GMP-PHBM No Indikator Sub Indikator 1 Manfaat bidang ekonomi Pendapatan dari program GMP dapat meningkatkan kesejahteraan 2 Program GMP dapat memberikan dampak nyata terhadap perekonomian lokal. 3 Program GMP dapat mengurangi kemiskinan di sekitar kawasan program. 4 Dana hibah atau bantuan yang diberikan program GMP sesuai dengan kesepakatan. 5 Bagi hasil yang didapat melalui program GMP sesuai dengan kesepakatan. 6 Manfaat bidang sosial Pemberdayaan masyarakat lokal melalui program GMP. 7 Penerimaan pembinaan dari Pertamina Foundation. 8 Bertambahnya wawasan baru melalui program GMP. 9 Pemahaman peserta program GMP tentang pentingnya menjaga hutan lindung. 10 Kesesuaian pelaksanaan kesepakatan dalam program GMP di bidang sosial. 11 Manfaat bidang ekologis Keadaan udara sekitar kawasan program GMP 12 Keadaan air sekitar kawasan program GMP 13 Keadaan unsur hara tanah sekitar kawasan program GMP 14 Pengamanan hutan lindung melalui program GMP 15 Penambahan keanekaragaman hutan lindung melalui program GMP Sumber: Pertamina Foundation 2012a dan KPH Bandung Selatan 2011 Penentuan tingkat kepentingan program kolaboratif GMP-PHBM yaitu dengan memberikan penilaian menggunakan skala likert, dengan rentang nilai satu sampai dengan empat pada setiap pertanyaan. Rincian kriteria masing-masing nilai untuk tingkat kepuasan dijelaskan dalam Lampiran 5 tentang rincian kriteria nilai tingkat kepuasan, sementara rincian kriteria masing-masing nilai untuk tingkat kepentingan dijelaskan dalam Lampiran 6 tentang rincian kriteria nilai tingkat kepentingan. Dalam metode IPA pula diperlukan pengukuran tingkat kesesuaian untuk mengetahui seberapa besar peserta program puas terhadap kinerja program, dan seberapa besar pihak penyedia program memahami apa yang diinginkan peserta program terhadap jasa yang mereka berikan. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan tingkat kesesuaian program kolaboratif GMP- PHBM adalah sebagai berikut: i X = �=1 Ȳ� = �=1 �� = Xi Yi ∗ 100 Keterangan: Tki = Tingkat Kesesuaian X = Nilai Penilaian Kepuasan Kinerja Y = Nilai Penilaian Kepentingan n = Jumlah Responden i = Sub indikator manfaat program ke-i i = 1,2,3, ..., 15 Xi = Nilai Rata-Rata Penilaian Kepuasan Kinerja Yi = Nilai Rata-Rata Penilaian Kepentingan Tahap selanjutnya yaitu menempatkan nilai rata-rata penilaian kepuasan kinerja program dan nilai rata-rata penilaian tingkat kepentingan dari masing- masing sub indikator manfaat program ini ke dalam diagram cartesius yang dibagi menjadi empat bagian. Diagram cartesius tersebut memuat sumbu diagram yang menunjukkan tingkat kepuasan kinerja dan kepentingan sub indikator tersebut Meng et al., 2011. Nilai rata-rata dari tingkat kepuasan kinerja dan tingkat kepentingan tersebut menunjukkan koordinat untuk menempatkannya ke dalam diagram cartesius. Nilai rata-rata dari seluruh nilai tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan sub indikator menjadi pembagi sumbu, baik untuk sumbu tingkat kepentingan maupun sumbu tingkat kepentingan, dalam diagram cartesius tersebut. Pembagian sumbu dengan menggunakan nilai rata-rata dari nilai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan kinerja dilakukan karena setelah dilakukan penilaian, nilai dari sub indikator menunjukkan hasil yang cukup besar. Hampir semua sub indikator memiliki nilai lebih dari 3. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai kendala dari kepuasan kinerja maupun kepentingan dari sub indikator tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan sumbu pembagi antara kriteria rendah dan tinggi didasarkan kepada nilai rata-ratanya. Apabila nilai suatu sub indikator kurang dari nilai rata-rata keseluruhan, maka sub indikator tersebut dinilai „kurang‟. Hal sebaliknya pun demikian, apabila nilai suatu sub indikator lebih dari nilai rata- rata keseluruhan, maka sub indikator tersebut dinilai „tinggi‟. Secara jelas bangunan diagram cartesius tingkat kepentingan dan tingkat kinerja sub indikator manfaat program kolaboratif ini dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai Kepentingan Tinggi Prioritas Utama Pertahankan Prestasi Rendah Prioritas Rendah Kemungkinan Berlebihan Rendah Tinggi Kepuasan Kinerja Sumber: Meng et al. 2011 Gambar 2 Diagram Cartesius tingkat kepentingan dan kinerja Keterangan dari diagram cartesius tersebut adalah sebagai berikut:

a. Prioritas Utama high importance low performance

Prioritas utama: kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap penting oleh peserta program, tetapi kinerja dari program tersebut belum sesuai. Hal tersebut mengakibatkan atribut tersebut belum berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan peserta program kolaboratif GMP-PHBM. Oleh karena itu, penentu kebijakan perlu melakukan perbaikan pada atribut-atribut yang berada pada kuadran ini.

b. Pertahankan Prestasi high importance high performance

Pertahankan prestasi: kuadran ini menunjukkan atribut-atribut yang kinerjanya sangat baik sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini menyebabkan atribut tersebut berpengaruh nyata terhadap kepuasan peserta program kolaboratif GMP-PHBM.

c. Prioritas Rendah low importance low performance

Prioritas rendah: kuadran ini menunjukkan atribut yang dirasa kurang begitu penting untuk dilakukan. Kinerja atribut yang berada pada kuadran ini pun dirasa rendah sehingga perlu dilakukan peningkatan kinerja.

d. Kemungkinan Berlebihan low importance high performance

Kemungkinan berlebihan: kuadran ini menunjukkan atribut yang dirasa kurang penting namun memiliki kinerja yang sangat tinggi. Oleh karena itu, tidak perlu dilakukan peningkatan kinerja pada atribut yang berada pada kuadran ini karena akan menyebabkan terjadinya pemborosan sumberdaya. V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Desa Warjabakti

Desa Warjabakti merupakan bagian dari Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Desa Warjabakti terletak diantara dua buah kaki gunung yaitu Gunung Tilu dan Gunung Haruman, dengan kontur tanah yang berbukit – bukit. Kesuburan tanah di Desa Warjabakti masih tetap terjaga, sehingga sangat cocok ditanami berbagai macam tanaman. Selain itu, didukung pula keadaan suhu di Desa Warjabakti yang berkisar antara 20ºC – 28ºC dengan ketinggian ± 700 meter diatas permukaan laut. Desa Warjabakti berpenduduk sebanyak 2.630 orang laki- laki dan 2.501 orang perempuan, yang terbagi ke dalam 1.877 kepala keluarga yang semuanya beragama Islam Pemerintah Desa Warjabakti, 2013. Desa Warjabakti memiliki luas desa seluas 3.140,90 Hektar, yang merupakan desa terluas di Kecamatan Cimaung dengan proporsi sekitar 40 dari luas Kecamatan Cimaung. Terdapat 38 RT, 13 RW, dan 4 Dusun yang terletak di wilayah Desa Warjabakti ini. Luas lahan non sawah di Desa Warjabakti terhitung sangat luas, yakni seluas 2.995,20 Hektar. Jarak Desa Warjabakti ke kantor Kecamatan Cimaung adalah 5,35 Km dan berjarak 19,68 Km ke pusat pemerintahan Kabupaten Bandung BPS Kab. Bandung, 2014. Batas wilayah Desa Warjabakti adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Desa Cikalong, Kecamatan Cimaung. 2. Sebelah Selatan : Desa Tribakti Mulya, Kecamatan Pangalengan. 3. Sebelah Timur : Desa Mekarsari, Kecamatan Cimaung. 4. Sebelah Barat : Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan.

5.2 Kependudukan Desa Warjabakti

Desa Warjabakti berpenduduk sebanyak 2.630 orang laki-laki dan 2.501 orang perempuan, yang terbagi ke dalam 1.877 Kepala Keluarga yang semuanya beragamakan Islam. Terdapat 38 RT, 13 RW, dan 4 Dusun yang terletak di wilayah Desa Warjabakti ini. Desa Warjabakti memiliki luas desa seluas 3.140,90 Hektar, yang merupakan desa terluas di Kecamatan Cimaung dengan proporsi sekitar 40 dari luas Kecamatan Cimaung. Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Warjabakti No. Mata Pencaharian Jumlah orang Persentase 1 Pertanian dan Perkebunan 1.260 57,04 2 Perdagangan 344 15,57 3 Jasa Lainnya 123 5,56 4 BangunanKonstruksi 110 4,98 5 Angkutan 110 4,98 6 Industri Pengolahan 104 4,7 7 Buruh Tani 89 4 8 Komunikasi 39 1,77 9 Peternakan 9 0,4 10 PNS 9 0,4 11 Hotel dan Restoran 7 0,32 12 TNIPOLRI 4 0,18 13 Pertambangan 1 0,04 Total 2.209 100 Sumber: BPS Kab. Bandung 2014 Mata pencaharian penduduk Desa Warjabakti bervariasi mulai dari sektor pertanian hingga pertambangan. Menurut data pada Tabel 7, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Warjabakti bermata pencaharian dalam sektor pertanian dan perkebunan. Hasil tersebut menjadi salah satu pertimbangan program kolaboratif GMP-PHBM dapat dan penting untuk diselenggarakan di Desa Warjabakti.

5.3 Program Gerakan Menabung Pohon di Desa Warjabakti

Program Gerakan Menabung Pohon GMP Pertamina Foundation di Desa Warjabakti mulai masuk ke Desa Warjabakti pada bulan Oktober-November tahun 2012. Program GMP ini diinisiasi oleh enam orang relawan yang tergabung dalam komunitas Pandawa Sobat Bumi. Program GMP ini awalnya hanya melibatkan sekitar 100 orang petani dengan jumlah pohon pada periode awal penanaman sekitar 800.000 bibit kopi. Namun kini sudah berkembang menjadi 314 petani dengan jumlah tanaman kopi sekitar 1,3 juta bibit kopi. Total luas lahan yang digunakan pun sekitar 477,05 hektar dengan total 535 lot. Pada pelaksanaannya, program GMP di Desa Warjabakti bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH Taruna Bina Tani. Seluruh petani yang terlibat dalam program GMP di Desa Warjabakti ini merupakan anggota LMDH Taruna Bina Tani, yang terbagi ke dalam delapan kelompok dari total sepuluh kelompok dalam struktur LMDH Taruna Bina Tani. Program GMP di Desa Warjabakti memiliki ciri khusus dibandingkan dengan pelaksanaan program GMP di tempat lainnya. Ciri khususnya yaitu lahan yang digunakan dalam pelaksanaan program GMP terletak dalam kawasan hutan lindung milik Perum Perhutani dan komoditas yang diusahakan adalah kopi arabika. Petani di Desa Warjabakti memanfaatkan ruang sela di hutan lindung Perum Perhutani sebagai tempat pelaksanaan program GMP melalui program PHBM Perum Perhutani. Program PHBM sendiri memiliki payung hukum yang sah yakni Surat Keputusan SK Direksi Perum Perhutani nomor 136KPTsDIR2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Hutan lindung tempat pelaksanaan program GMP di Desa Warjabakti sendiri terletak di petak 27 dan 28 yang termasuk ke dalam wilayah Resort Pemangkuan Hutan RPH Logawa, Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Banjaran, Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani unit III Jabar – Banten. Sebelum program GMP masuk ke Desa Warjabakti, petani hutan disana memanfaatkan ruang sela diantara tegakan hutan lindung Desa Warjabakti bertanam hortikultura dengan komoditas bawang daun. Namun karena berdampak kurang baik terhadap kondisi lingkungan sekitar hutan lindung, pihak RPH Logawa setempat mengedukasi dan mengajak para petani hutan beralih kepada tanaman kopi jenis arabika. Kopi jenis arabika dipilih karena memiliki pasar yang besar, harga yang cenderung lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya, serta juga rasa dan keharuman yang lebih diminati konsumen. Tanaman kopi jenis arabika cocok ditanam di daerah Desa Warjabakti karena karakteristik wilayah yang sesuai dan dapat menghemat biaya pembuatan tegakan naungan bagi pengelola kopi sendiri. Petani setempat dapat memanfaatkan tegakan di hutan lindung Desa Warjabakti sebagai tegakan naungan pohon kopi. Pohon kopi pun membutuhkan tegakan utama hutan lindung sebagai tanaman penaungnya, sehingga dapat dipastikan petani tidak akan mencoba menebang tegakan utama dalam hutan lindung tersebut. Hal tersebut akan berbeda ketika dahulu mengusahakan hortikultura. Tanaman hortikultura membutuhkan sinar matahari untuk pertumbuhannya, sementara tegakan utama di hutan lindung tersebut seringkali rimbun dan menutupi tanaman hortikultura dari paparan sinar matahari. Hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi tegakan utama hutan lindung apabila petani tersebut berpikiran untuk memangkas atau bahkan menebang tegakan utama hutan lindung. Komposisi tegakan utama di hutan lindung Desa Warjabakti sendiri terdiri dari pohon berjenis pinus, manglid, rasamala, suren, dan eukaliptus. Berikut gambaran komposisi tegakan dalam hutan lindung Desa Warjabakti: = Tegakan Utama = Tanaman Kopi Gambar 3 Gambaran Komposisi Tegakan Secara kebetulan ketika petani akan beralih ke tanaman kopi, relawan program GMP Pertamina Foundation masuk ke Desa Warjabakti dan menawarkan konsep menabung pohon dengan apresiasi atau bantuan dari Pertamina Foundation sebesar Rp 2.500 per pohon. Delapan dari sepuluh kelompok petani yang tergabung dalam LMDH Taruna Bina Tani, kemudian bersedia bergabung ke dalam program ini dan mengikuti segala skema program GMP. Berikut rangkuman masuknya skema program GMP pada Desa Warjabakti: Gambar 4 Skema Masuknya Program GMP ke Desa Warjabakti Sementara skema sistem program Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 dapat menjelaskan bahwa selain mendapatkan dana bantuan penanaman sebesar Rp 2.500 per pohon, relawan GMP juga diberikan pelatihan-pelatihan menurut buku panduan menabung pohon Pertamina Foundation selama siklus tanam. Apabila sesuai dengan kriteria, maka relawan pun mendapat apresiasi dengan diwisuda menjadi ecopreneur Pertamina Foundation. Sumber: Pertamina Foundation 2012a Gambar 5 Skema Sistem Menabung Pohon Pertamina Foundation

5.4 Pola Kerjasama Program GMP Pertamina Foundation

Relawan Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation pada prinsipnya berkewajiban menjalankan seluruh aktivitas menabung pohon mulai dari perencanaan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, produksi, pengembangan, pemanenan, dan pengawasan. Dalam hal penguatan manfaat sosial, relawan program GMP bekerjasama dengan petani yang menguasai lahan pemilikpenggarap. Pertamina Foundation akan memberikan dana sponsorship hanya untuk penanaman pohon. Relawan juga berkewajiban serta melaksanakan bagi hasil Pertamina Foundation, 2012a. Dalam hal bagi hasil, 10 dari penerimaan digunakan untuk insentif sosial yang diberikan kepada desa. Besaran insentif sosial sebesar 10 tersebut memiliki rincian penggunaan sebagai berikut: 5 digunakan untuk pengembangan desa dan 5 untuk Pertamina Foundation selaku sponsor dan pemegang hak manfaat sosial lingkungan. Pertamina Foundation sendiri menggunakan dana tersebut untuk keberlanjutan program Pertamina Foundation. Para pihak penerima insentif sosial ini memiliki hak secara penuh untuk mengatur penggunaan hak insentif sosialnya dari proses bagi hasil. Atas dasar tersebut, maka urutan penanggung jawab penjagaan pohon yang diusahakan dalam program GMP adalah petani, desa dan relawan program GMP Pertamina Foundation , 2012a. Berdasarkan Standard Operating Procedure Program GMP Pertamina Foundation dan perjanjian kerjasama PKS program PHBM antara KPH Bandung Selatan Perum Perhutani dengan LMDH Taruna Bina Tani peran masing-masing stakeholders di Desa Warjabakti ditunjukkan dengan tabel berikut: Tabel 8 Peran Stakeholders Program GMP di Desa Warjabakti No Stakeholders Peran 1 Pertamina Foundation Pemberi dana sponsorship atas penananam pohon 2 Relawan Menjalankan seluruh aktivitas menabung pohon mulai dari perencanaan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, produksi, pengembangan, pemanenan, pengawasan, serta menjalankan bagi hasil. 3 Desa Pengamanan pohon 4 Petani Menjalankan seluruh aktivitas menabung pohon mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pengamanan pohon. 5 Perhutani Pemilik Lahan Penguatan kelembagaan, optimalisasi perkembangan, monitoring , evaluasi, dan pengamanan Sumber: Pertamina Foundation 2012a dan KPH Bandung Selatan 2011

5.5 Aspek Non Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM

Program kolaboratif GMP-PHBM merupakan suatu usaha yang mengusahakan komoditas kopi. Program kolaboratif ini tentunya memiliki aspek- aspek non finansial dalam mengusahakan kopi tersebut. Berikut merupakan penjelasan dari aspek aspek non finansial dari program kolaboratif GMP-PHBM tersebut.

5.5.1 Aspek Pasar

Aspek pasar merupakan hal penting dalam suatu usaha, tidak sedikit jumlah usaha yang gagal akibat aspek pasar dari usaha tersebut yang kurang mendukung. Aspek pasar meliputi potensi pasar dari hasil komoditi yang diusahakan dan rencana pemasaran hasil usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Warjabakti.

1. Potensi Pasar Kopi Arabika

Petani kopi arabika yang tergabung dalam LMDH Taruna Bina Tani menjual hasil panen kopinya dalam bentuk gelondong segar. Biji kopi basah tersebut sampai saat ini dijual kepada PT. Berkah Tatar Sunda. Data mengenai permintaan kopi arabika dari LMDH Taruna Bina Tani tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. Namun permintaan kopi arabika dapat didekati melalui data kebutuhan kopi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 121.107 ton per tahunnya Arifenie, 2015.

2. Pemasaran

Pasar yang dituju oleh petani kopi arabika anggota LMDH Taruna Bina Tani sampai saat ini masih kepada PT. Berkah Tatar Sunda. PT. Berkah Tatar Sunda membeli hasil panen petani anggota LMDH Taruna Bina Tani dalam bentuk gelondong segar tanpa melalui pengolahan lebih lanjut. Setelah itu, PT. Berkah Tatar Sunda melakukan pengupasan, pengeringan, dan penggilingan sampai menjadi bubuk kopi untuk selanjutnya dijual kepada industri kopi yang lebih besar. Dari segi harga, petani anggota LMDH Taruna Bina Tani menjual gelondong segar kopinya seharga Rp 7.500Kg. LMDH Taruna Bina Tani sendiri tidak melakukan proses promosi khusus terhadap buah kopinya. Promosi terhadap hasil panen sendiri dilakukan hanya berdasarkan jaringan yang dimiliki oleh pengurus LMDH Taruna Bina Tani.

5.5.2 Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek untuk menilai kesiapan petani dalam menjalankan hal-hal teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis yaitu lokasi usaha, ketersediaan input, letak pasar, dan proses produksi. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing komponen dalam aspek teknis program kolaboratif GMP-PHBM.

Dokumen yang terkait

Kesadaran Menabung Masyarakat Menengah Ke Bawah Di Bank Rakyat Indonesia Melalui Gerakan Indonesia Menabung (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)

0 34 85

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

ANALISIS PENGETAHUAN KOGNITIF PETANI HUTAN DALAM PELAKSANAKAN PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA JOMBLANG KECAMATAN JEPON KABUPATEN BLORA

2 18 131

Strategi Divisi Humas Dan Agraria (Hugra) Perusahaan Perum Perhutani Melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam Pembinaan Lingkungan Di Ciwidey Kabupaten Bandung

0 29 114

Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

0 2 91

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai resolusi konflik sumber daya hutan"Reviwer"

0 2 6

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai Resolusi Konflik Sumber Daya Hutan

0 7 109

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161