99 adanya peningkatan konsumsi dan permintaan terhadap produk olahan susu di
pasaran. 2. Harga Bahan Bakar Minyak BBM
Harga BBM merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penganggaran biaya operasional KUD Puspa Mekar. Pada awal bulan April lalu,
pemerintah merencanakan adanya kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter, namun pemerintah menunda kenaikan harga BBM tersebut selama enam
bulan ke depan. Hal ini menyebabkan masyarakat dan para pelaku usaha termasuk KUD Puspa Mekar menjadi tidak tenang karena kenaikan harga BBM akan tetap
terjadi sewaktu-waktu menyesuaikan harga minyak mentah Indonesia. Jika harga minyak mentah Indonesia naik melebihi 15 persen dalam waktu enam bulan ke
depan, maka rencana kenaikan harga BBM tersebut akan segera direalisasikan. Kondisi tersebut tentu saja akan mengancam keberlangsungan dan
pengembangan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar. Kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya operasional KUD Puspa Mekar.
Harga input produksi dan biaya transportasi adalah biaya yang secara langsung akan terkena dampaknya. Oleh karena itu, KUD Puspa Mekar dengan berbagai
pertimbangan akan melakukan penyesuaian dengan menaikkan harga beli susu IPS. Namun, kenaikan harga beli tidak akan terlalu berpengaruh karena
penetapan harga beli susu sepenuhnya ditentukan oleh IPS yang juga didasarkan pada kualitas susu yang dihasilkan.
6.2.1.2. Politik, Pemerintahan, dan Hukum
Kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum memiliki pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar melalui
peraturan-peraturan dan kebijakan yang ditetapkan. Peraturan dan kebijakan tersebut dapat berpengaruh dalam hal memudahkan atau mempersulit usahaternak
sapi perah untuk berkembang di Indonesia. Beberapa kebijakan dan peraturan pemerintah yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan usahaternak sapi
perah KUD Puspa Mekar antara lain sebagai berikut:
100 1. Kebijakan Impor Susu
Saat ini kebijakan yang menjadi pusat perhatian KUD Puspa Mekar adalah adanya kebijakan impor susu dan penerapan tarifbea masuk susu impor.
Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai susu impor adalah melalui Instruksi Presiden Inpres No. 4 Tahun 1998, yaitu bukti serap susu nasional mengatur
bahwa apabila IPS membeli susu impor, maka IPS juga diwajibkan untuk membeli susu dari peternakan lokal. Artinya, jika IPS mengimpor susu sebanyak
dua kilogram, maka IPS wajib membeli susu dari peternak atau koperasi sebanyak satu kilogram. Namun, pada saat Indonesia akan memasuki era perdagangan
bebas, pemerintah mencabut Inpres No. 4 Tahun 1998. Pencabutan kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan proteksi dari pemerintah terhadap koperasi dan
para peternak lokal. Kondisi ini tentu saja meresahkan para peternak dalam negeri dalam menjalankan usahaternak sapi perahnya karena kebijakan tersebut hanya
akan membuat IPS semakin leluasa untuk mengimpor susu dari luar negeri. Selain itu, pada tahun 2008, untuk meningkatkan daya saing kompetitif di
pasar global, pemerintah memberi peluang dengan membebaskan bea masuk susu impor. Dasar hukum penghapusan bea masuk didasarkan pada Peraturan Menteri
Keuangan PMK No. 145PMK.0112008 tahun 2008 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan oleh Industri Pengolahan
Susu untuk Tahun Anggaran 2008. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut berdampak pada tingginya jumlah impor susu dan
rendahnya pajak masuk susu impor. Kondisi tersebut telah menekan produksi susu di Indonesia dan menyebabkan proses produksi susu di tingkat peternak semakin
tidak efisien. Hal ini tentu saja menjadi suatu ancaman bagi KUD Puspa Mekar dan para peternak pada umumnya sebagai pelaku usahaternak sapi perah yang
kurang diperhatikan kepentingannya oleh pemerintah. 2. Kebijakan Pendukung Pengembangan Usahaternak Sapi Perah
Kebijakan impor susu tidak dapat langsung mematikan usahaternak sapi perah di Indonesia. Pemerintah sadar bahwa usahaternak sapi perah di beberapa
wilayah Indonesia harus terus dikembangkan, mengingat adanya potensi sumber daya yang dimiliki dan belum terpenuhinya kebutuhan susu di Indonesia.
101 Pemerintah pusat dan daerah berusaha menetapkan kebijakan yang mendukung
adanya pengembangan usahaternak sapi perah. Adanya kebijakan mengenai skim kredit bersubsidi bagi peternak sapi
merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk membantu peternak dalam mengembangkan usahaternak sapi perahnya, yaitu melalui pengadaan dan
penambahan populasi sapi. Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS adalah skim kredit yang digunakan untuk mendukung pendanaan, pelaksanaan, dan
pengembangan usaha pembibitan sapi potong dan sapi perah oleh pelaku usaha dengan suku bunga bersubsidi secara berkelanjutan. Sasaran program kredit ini
adalah perusahaan peternakan, koperasi peternakpersusuan, dan gabungan kelompok peternak atau kelompok peternak. Adapun Landasan hukum
pelaksanaan KUPS adalah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.131PMK.052009 tanggal 18 Agustus 2009 tentang KUPS dan Peraturan
Menteri Pertanian No. 40PermentanPD.40092009 tanggal 8 September 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan KUPS. Selain KUPS, masih ada beberapa program
kredit pemerintah yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha, seperti Kredit Usaha Rakyat KUR dan Kredit Ketahanan Pangan KKPE. Salah satu sasaran
program kredit ini juga ditujukan kepada para pelaku usaha rakyat, petani, maupun peternak. Dengan adanya kebijakan program kredit bersubsidi tersebut,
para peternak maupun koperasi dapat memanfaatkan peluang untuk mengembangkan usahaternak sapi perahnya melalui pengadaan dan penambahan
populasi sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produksi susu dan mampu memenuhi kebutuhan susu nasional.
Untuk menanggulangi permasalahan rendahnya konsumsi susu dan tingkat gizi masyarakat, pemerintah melaksanakan program Pemberian Makanan
Tambahan Anak Sekolah PMTAS. Program ini merupakan realisasi dari Inpres No. 1 Tahun 2010 yang bertujuan untuk memperbaiki asupan gizi peserta didik di
tingkat TK dan SD, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan kemampuan belajar. Program PMTAS ini menjangkau beberapa
kabupaten di 27 provinsi yang merupakan kabupaten tertinggal dengan persentase penduduk miskin yang besar. Total anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan
tersebut sebesar Rp 218 milyar dari APBNP. Kebijakan pemerintah melalui
102 program PMTAS ini dapat dijadikan suatu peluang bagi para pelaku usahaternak
sapi perah untuk terus meningkatkan produksi susu dan menjaga kualitas susu yang dihasilkan, guna memasok kebutuhan susu yang masih tinggi dan sebagai
upaya mendukung serta menyukseskan peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Selain itu, pemerintah daerah bersama Dinas-dinas terkait melakukan
upaya penyuluhan dan pembinaan kepada peternak dan koperasi di wilayah- wilayah yang berpotensi dalam mengembangkan usahaternak sapi perah. Upaya
tersebut dilakukan dengan mengirimkan Penyuluh Pertanian Lapang PPL dari Dinas-dinas terkait untuk memberikan pembinaan dan pengawasan langsung
terhadap jalannya kegiatan budidaya usahaternak sapi perah saat di lapangan. Upaya pemerintah tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.
61PermentanOT.140112008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Dengan adanya dukungan dari
pemerintah daerah bersama Dinas terkait, peternak dan koperasi dapat termotivasi dan percaya diri untuk meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan susu
dengan kualitas terbaik dan mampu bersaing dengan susu impor.
6.2.1.3. Sosial, Budaya, Demografi, dan Lingkungan