20 Penelitian terdahulu mengenai koperasi terkait dengan pengembangan
usaha pada umumnya membahas permasalahan mengenai anggota dan produktivitas produk yang dihasilkan. Dharmanthi 2009 mengenai Analisis
Strategi Pengembangan Usaha pada Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia PRIMKOPTI Kota Bogor menekankan permasalahan pada kondisi
anggota, yaitu jumlah anggota yang tidak mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun serta kurangnya partisipasi anggota dalam bertransaksi dan
berinteraksi dengan koperasi, sehingga koperasi menghadapi indikasi penurunan jumlah anggota. Sedangkan, Romadhona 2010 mengenai Strategi
Pengembangan Usaha Emping Melinjo pada KSU Sari Sono, Kabupaten Lebak, Banten lebih menekankan permasalahan pada produktivitas produk yang
dihasilkan, yaitu koperasi belum mampu memenuhi pasokan produk yang diminta oleh konsumen karena produksi dari produk yang dihasilkan oleh masing-masing
anggota masih rendah, sehingga menyebabkan tingkat produksi koperasi juga masih dibawah rata-rata.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh KUD Puspa Mekar tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh kedua koperasi dalam penelitian
Dharmanthi 2009 dan Romadhona 2010, yaitu masih terkait dengan kondisi anggota dan produktivitas produk yang dihasilkan. Adapun permasalahan tersebut
adalah masih kurangnya partisipasi dan loyalitas anggota terhadap KUD Puspa Mekar serta produktivitas susu yang dihasilkan oleh KUD Puspa Mekar masih
rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam memenuhi kapasitas produksi yang dibutuhkan IPS. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
oleh koperasi-koperasi tersebut termasuk KUD Puspa Mekar, maka diperlukan langkah-langkah strategis dengan menggunakan metode dan berbagai alat analisis
yang mendukung dalam merumuskan strategi pengembangan usaha bagi koperasinya.
2.4. Metode dan Alat Analisis yang Digunakan Dalam Strategi
Pengembangan Usaha
Penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha baik bagi perusahaan maupun koperasi menunjukkan bahwa pada umumnya metode analisis
yang digunakan adalah analisis lingkungan usaha melalui analisis tahapan
21 formulasi strategi yang dikemukakan oleh David 2009 yaitu terdiri dari tiga
tahapan analisis meliputi tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan. Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam tahap input, antara
lain matriks Internal Factor Evaluation IFE, External Factor Evaluation EFE, dan Competitive Profile Matrix CPM. Namun, CPM lebih tepat digunakan untuk
penelitian mengenai strategi bersaing karena untuk mengidentifikasi para pesaing utama perusahaan mengenai kekuatan dan kelemahan utama mereka dalam
hubungannya dengan posisi strategis perusahaan. Oleh karena itu, penelitian terdahulu yang dilakukan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha pada
umumnya menggunakan matriks IFE dan EFE karena untuk memperlihatkan secara jelas kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman
yang dihadapi. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai strategi
pengembangan usaha pada koperasi yang dilakukan oleh Dharmanthi 2009 dan Romadhona 2010. Kedua penelitian ini menggunakan alat analisis matriks IFE
dan EFE dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal usahanya. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal melalui analisis matriks IFE, maka
kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki oleh kedua koperasi tersebut pada umumnya berturut-turut adalah citraimage yang diciptakan oleh koperasi dan
kurangnya partisipasi serta loyalitas anggota terhadap koperasi. Hasil identifikasi ini menyebutkan bahwa kekuatan utama yang dimiliki oleh kedua koperasi
tersebut terletak pada pengurus yang berpengalaman, fasilitas yang memadai, memiliki hubungan baik dengan pemerintah dan instansi lainnya, serta kualitas
bahan baku yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Kekuatan inilah yang menciptakan citra koperasi di mata anggota, masyarakat awam, dan pemerintah.
Sedangkan, kelemahan utama yang diimiliki oleh kedua koperasi tersebut adalah kurangnya pelayanan yang dilakukan koperasi terhadap anggotanya sehingga
anggota kurang merasakan manfaat berkoperasi dan menyebabkan partisipasi serta loyalitas anggota terhadap koperasi semakin berkurang. Hasil identifikasi
faktor eksternal melalui analisis matriks EFE dari kedua penelitian ini menunjukkan bahwa peluang dan ancaman utama yang pada umumnya dihadapi
oleh kedua koperasi tersebut berturut-turut adalah banyaknya pembeli yang
22 potensial dan persaingan dengan para pesaing pendatang baru. Banyaknya
pembeli potensial mengindikasikan adanya peningkatan permintaan terhadap produk yang dihasilkan koperasi, sehingga dapat membuka peluang bagi koperasi
untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan, koperasi yang bergerak pada industri yang memiliki hambatan masuk yang rendah akan menyebabkan
pendatang baru mudah masuk ke dalam industri. Hal ini merupakan ancaman yang memaksa koperasi untuk dapat bersaing dengan koperasi lainnya atau
bahkan dengan perusahaan swasta terhadap produk yang berada dalam satu industri yang sama.
Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE dalam penelitian Dharmanthi 2009 dan Romadhona 2010, maka faktor internal dan eksternal
yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman utama yang dihasilkan dapat menjadi faktor penentu dalam mengidentifikasi dan menganalisis
faktor internal dan eksternal di KUD Puspa Mekar, antara lain yang terkait dengan manajemen dan kepengurusan koperasi, sarana dan prasarana yang dimiliki,
kualitas produk yang dihasilkan, pelayanan terhadap anggota, hubungan kerja sama yang dijalin dengan pihak terkait, pembeli potensial, dan persaingan dengan
para pesaing atau pendatang baru. Tahap pencocokan berfokus pada upaya menghasilkan alternatif strategi
yang dapat dijalankan dengan memadukan faktor internal dan eksternal yang telah diperoleh sebelumnya pada tahap input. Terdapat beberapa alat analisis yang
digunakan dalam tahap ini, antara lain matriks Strenght-Weakness-Opportunity- Threat SWOT, Strategic Position and Action Evaluation SPACE, Boston
Consulting Group BCG, Internal-External I-E, dan Grand Strategy. Tiap alat analisis berupaya menentukan posisi perusahaan dengan mengkombinasikan
antara kondisi internal dan eksternal, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Matriks Grand Strategy lebih memfokuskan pada persaingan serta pertumbuhan
industri, sehingga strategi yang dirumuskan lebih berfokus pada strategi memenangkan persaingan. Matriks BCG kurang tepat untuk memetakan hanya
satu divisi saja. Sedangkan, analisis internal dan eksternal yang dilakukan dalam matriks SPACE tidak dapat mencakup seluruh aspek internal dan eksternal seperti
dalam matriks I-E. Pada matriks I-E, pemetaan kondisi organisasi lebih detail
23 karena terdapat sembilan sel yang berbeda. Informasi yang dikumpulkan dalam
matriks I-E juga lebih akurat karena mencakup seluruh aspek bisnis, baik internal dan eksternal. Namun, strategi yang dirumuskan dalam matriks I-E belum
sempurna karena strategi belum disesuaikan dengan kondisi spesifik perusahaan, antara lain kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancamannya. Strategi yang
dirumuskan dalam matriks SWOT merupakan kombinasi faktor strategis perusahaan sehingga bersifat aplikatif. Strategi tersebut juga telah disesuaikan
dengan kondisi perusahaan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui analisis matriks I-E.
Berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki tiap alat analisis tersebut, maka penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada
umumnya menggunakan matriks I-E dan SWOT dalam tahap pencocokannya. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha
pada koperasi yang dilakukan oleh Dharmanthi 2009 dan Romadhona 2010 yang menunjukkan bahwa kedua penelitian tersebut selanjutnya menggunakan
analisis matriks I-E dan SWOT pada tahap pencocokan, yaitu dengan mengkombinasikan hasil dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya melalui
matriks IFE dan EFE pada tahap input untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi. Hasil analisis pada tahap pencocokan ini menempatkan posisi kedua
koperasi pada area sel yang sama pada matriks I-E, yaitu pada area sel V yang artinya bertahan dan memelihara, dimana strategi yang umum digunakan adalah
penetrasi pasar dan pengembangan produk. Posisi koperasi pada area sel V dari kedua penelitian ini dapat menghasilkan strategi yang lebih aplikatif, yaitu dengan
menggunakan matriks SWOT, sehingga keduanya menghasilkan beberapa alternatif strategi yang pada umumnya adalah meningkatkan penjualan dengan
meningkatkan promosi, mengembangkan kemampuan karyawan dan pelayanan kepada anggotakonsumen, serta menjalin hubungan kerja sama dan komunikasi
yang baik dengan pemerintah atau instansi-instansi terkait dengan pengembangan produk.
Hasil analisis matriks I-E dan SWOT yang diperoleh dari penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada koperasi berbeda pada
perusahaan. Seperti hasil analisis matriks I-E dalam penelitian Sirait 2009
24 mengenai Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kambing Perah Pada PT.
Caprito A. P Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor dan Yulianti 2009 mengenai Formulasi Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Bojongsari yang
menempatkan posisi kedua perusahaan pada area sel II yang artinya tumbuh dan membangun. Adapun strategi yang tepat adalah dengan melakukan strategi
intensif penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk atau integratif ke depan integrasi ke belakang, integrasi ke depan, atau integrasi
horizontal. Hasil dari matriks SWOT dalam kedua penelitian ini menghasilkan beberapa alternatif yang pada umumnya adalah mengoptimalkan pemberdayaan
sumber daya, meningkatkan kegiatan promosi dan memperluas jangkauan pasar, serta meningkatkan kemitraan dan menjalin kerja sama yang baik dengan pihak
terkait. Namun, tidak menutup kemungkinan hasil analisis matriks I-E dan SWOT yang diperoleh dalam penelitian mengenai strategi pengembangan usaha pada
koperasi akan sama pada perusahaan, hanya saja perlu disesuaikan kembali dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang
dihadapi oleh perusahaankoperasi. Tahap pengambilan keputusan bertujuan untuk menentukan prioritas
strategi yang disukai atau dipilih perusahaan untuk dilaksanakan pada saat ini. Terdapat beberapa alat analisis yang pada umumnya digunakan dalam penelitian
terdahulu untuk menentukan prioritas strategi, antara lain matriks Quantitative Strategic Planning QSP dan Analitical Hierarchy Process AHP. Matriks QSP
digunakan untuk menentukan kemenarikan relatif dari tiap alternatif. Faktor kunci strategi dapat dipertimbangkan secara berurutan atau bersamaan dengan tidak
adanya batasan strategi yang dievaluasi. Kelemahan matriks QSP adalah responden hanya memberi penilaian secara subjektif tanpa memperhatikan faktor-
faktor yang mempengaruhi strategi yang ada. Sedangkan, AHP merupakan proses yang menggabungkan penilaian kuantitatif dan kualitatif sehingga penilaian dan
pertimbangan responden dapat diketahui secara akurat dan jelas. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai startegi pengembangan usaha pada
perusahaan yang dilakukan oleh Sirait 2009 dan Yulianti 2009. Sirait 2009 menggunakan matriks QSP pada tahap pengambilan keputusan dengan
menghasilkan urutan prioritas strategi secara lebih subjektif karena alat analisis ini
25 tidak memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tiap strategi yang ada.
Hasil tersebut tentu saja berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti 2009 yang lebih memilih menggunakan AHP pada tahap pengambilan
keputusan karena melalui AHP Yulianti 2009 dapat melihat secara jelas apa tujuan pengembangan usaha tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan usaha, serta alternatif strategi untuk pengembangan usaha tersebut. Tiap hubungan disajikan lengkap dengan penilaian kepentingan tiap faktor,
sehingga alasan memilih pemilihan strategi tergambar secara jelas. Dalam beberapa penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan
usaha, tahapan formulasi strategi yang dilakukan ada yang hanya sampai pada tahap pencocokan saja, yaitu melalui matriks I-E dan SWOT. Namun, alternatif
srategi yang dihasilkan dari matriks SWOT selanjutnya dapat diturunkan menjadi program-program kegiatan yang dipetakan ke dalam rancangan arsitektur strategi.
Arsitektur strategi merupakan gambaran mengenai tahapan strategi untuk periode waktu yang akan datang dan bukan hanya untuk saat ini saja. Organisasi dapat
melihat secara jelas sasaran masa depan yang ingin dicapai dan cara untuk mencapainya. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai strategi
pengembangan usaha pada koperasi yang dilakukan oleh Ramadhan 2009, Dharmanthi 2009, dan Romadhona 2010. Ketiga penelitian tersebut
menghasilkan tahapan formulasi strategi sampai pada tahap rancangan arsitektur strategi. Alternatif-alternatif strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT dalam
penelitian tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan memetakan program-program strategi ke dalam target waktu yang berjangka. Seperti dalam penelitian
Romadhona 2010 yang mengelompokkan program kegiatan ke dalam dua kegiatan besar, yaitu program yang bersifat bertahap dan program yang dilakukan
secara rutin. Program kegiatan yang bertahap dilakukan dalam lima tahun ke depan, yaitu tahun 2010, 2011-2012, 2013, dan 2014.
Dengan mempelajari penelitian sebelumnya, diharapkan peneliti memiliki gambaran mengenai hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan alat
analisis tertentu untuk menghasilkan strategi pengembangan usaha. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang terkait langsung dengan topik
strategi pengembangan usaha, yaitu teletak pada objek kajian, lokasi penelitian,
26 dan alat analisis yang dipakai. Objek kajian dan lokasi yang diteliti dalam
penelitian ini adalah mengenai Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Perah Koperasi Unit Desa KUD Puspa Mekar Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Adapun alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui analisis matriks IFE dan EFE pada tahap input dan analisis matriks I-E dan SWOT pada
tahap pencocokan. Sedangkan, tahap pengambilan keputusan melalui analisis matriks QSP dan AHP tidak digunakan dalam penelitian ini karena alat analisis
tersebut kurang cocok digunakan dalam merumuskan strategi pengembangan usaha pada koperasi yang sifatnya public. Matriks QSP dan AHP biasanya
digunakan dalam penelitian mengenai strategi pengembangan usaha pada perusahaan swasta yang sifatnya private, sehingga membutuhkan pengambilan
keputusan yang cepat untuk dilaksanakan pada saat ini dengan urutan prioritas dari setiap alternatif strategi yang dipilih oleh para stakeholders.
Dalam merumuskan strategi pengembangan usaha, sebuah koperasi memerlukan banyak alternatif strategi. Alternatif-alternatif strategi ini berfungsi
sebagai pilar-pilar untuk membangun sebuah pondasi koperasi yang kokoh, sehingga koperasi dapat berdiri sebagai organisasi yang mandiri dan tangguh.
Oleh karena itu, penelitian ini memilih rancangan arsitektur strategi sebagai langkah lanjutan dari tahap pencocokan, dimana beberapa alternatif strategi yang
dihasilkan kemudian akan dipetakan ke dalam suatu program kegiatan yang berjangka waktu. Melalui pemetaan ini pula, alternatif strategi yang telah
diperoleh dapat disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan zaman. Dengan adanya rancangan arsitektur strategi, akan memudahkan pihak KUD Puspa Mekar
untuk mensosialisasikan strategi dengan program yang sudah dirumuskan kepada seluruh pengurus, badan pengawas, karyawan, serta anggota sehingga memiliki
rasa tanggung jawab dan motivasi untuk dapat melaksanakan strategi yang dihasilkan.
27
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis