Righs, Resposibilities, Revenues, dan Relationships Antara Stakeholder

6.6 Righs, Resposibilities, Revenues, dan Relationships Antara Stakeholder

Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Pengakuan hak kepemilikan dan pengelolaan atas lahan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja terhadap masyarakat adat Arfak sudah berlangsung turun temurun berdasarkan garis keturunan. Pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat adat Arfak di kawasan ini telah berlangsung lama dengan kebiasaan dan prosedur lokal yang ditetapkan oleh kelembagaan adat Arfak. Pengelolaan sumberdaya lahan mulai mendapat sorotan dari berbagai stakeholder ketika degradasi lahan di kawasan ini semakin memprihatinkan dan penggunaannya tidak sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan wisata alam. Untuk mencegah degradasi lahan yang semakin berkelanjutan dan untuk melindungi sumberdaya lainnya yang terdapat di kawasan ini maka pemerintah daerah kabupaten Manokwari mengambil suatu kebijakan yaitu pemberian kompensasi kepada masyarakat adat Arfak sebagai ganti rugi kepemilikan lahan atas Taman Wisata Alam Gunung Meja. Dengan adanya kebijakan tersebut maka hak ulayat masyarakat adat Arfak terhadap kawasan ini telah beralih kepada pihak pemerintah daerah kabupaten Manokwari. Namun, sampai akhir penelitian ini dilakukan, belum ada Rencana Umum Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja yang dibuat oleh stakeholder yang terkait. Sehingga pengelolaan lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di kawasan ini belum terpadu. Pada satu sisi, kawasan ini merupakan kawasan konservasi dengan fungsi sebagai taman wisata alam, namun disisi lainnya, kawasan ini merupakan sumber penghasilan bagi beberapa warga masyarakat adat Arfak maupun masyarakat non adat Arfak. Kedua kepentingan inilah yang menjadi sumber permasalahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja walaupun kebijakan pemberian kompensasi telah dilakukan. Efek lain dari adanya pemberian kompensasi adalah hilangnya hak pembatasan masyarakat adat Arfak. Hak ini merupakan hak untuk menentukan siapa saja yang dapat memperoleh hak atas akses dan membuat aturan pemindahan hak atas akses ini dari seseorang ke orang lainnya atau ke lembagakelompok lain Schlager dan Ostrom dalam Afiff, 2002. Hilangnya hak ini menyebabkan masyarakat adat Arfak tidak dapat melarang pihak-pihak lain untuk mengakses sumberdaya lahan maupun sumberdaya lainnya yang terdapat di dalam kawasan ini. Selain itu, pemegang hak pembatasan saat ini yaitu pemerintah daerah kabupaten Manokwari yang diwakili oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari memiliki keterbatasan dalam mengawasi dan menjaga kawasan ini. Barzel 1993 menyatakan bahwa konsep kepemilikan terkait erat dengan biaya transaksi 33 . Artinya jika biaya transaksi semakin tinggi maka sangat sulit untuk mempertahankan hak-hak yang dimiliki seseorang atau lembaga terhadap suatu sumberdaya. Menurut hasil wawancara dengan Ellia Sada 34 menyatakan bahwa keterbatasan personil dan besarnya biaya untuk mengajukan satu kasus pencurian kayu atau pembukaan lahan di kawasan ini menyebabkan tindakan yang diambil hanya berupa penyitaan terhadap alat potong dan pemberian teguran serta pengertian kepada para pelaku. Stakeholder yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja selain masyarakat adat Arfak dan pemerintah daerah kabupaten Manokwari juga terdapat para free rider pekayu, penggali timbunan dan batu karang. Para free rider ini memanfaatkan pertikaian antara dua lembaga masyarakat adat Arfak dan pemerintah daerah kabupaten Manokwari. Kepentingan masing-masing stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat dikawasan ini disajikan pada Tabel 25. Perbedaan kepentingan antara stakeholder mengindikasikan bahwa pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja selama ini masih bersifat sektoral, kurang partisipatif, koordinatif, dan kooperatif. Persoalan tersebut terjadi akibat belum adanya Rencana Umum Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Hal ini diakui oleh Allowesius Naury 35 bahwa belum adanya Rencana Strategis Pembanguan dan Pengusahaan Pariwisata Alam Objek Wisata di Taman Wisata Alam Gunung Meja disebabkan karena belum adanya Rencana Umum Pengelolaan 33 Biaya transasksi diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, mentransfer dan melidungi hak. 34 Ellia Sada kepala seksi BKSDA wawancara 01 Juli 2007 35 Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manokwari “Potensi Hutan WisataTaman Wisata Gunung Meja Untuk Pengembangan Pariwisata Alam” disampaikan pada Semiloka Rencana Pengelolaan TWAGM di Anggi Room Mutiara Hotel 17-18 Maret 2003. kawasan ini oleh pemerintah, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446Kpts-II1996 tentang Tata Cara Permohoan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Keputusan ini kemudian dilengkapi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Dimana dalam undang-undang tersebut dirumuskan bahwa perlu adanya organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH oleh pemerintah danatau pemerintah provinsi danatau pemerintah kabupatenkota sesuai dengan kewenangannya. Tabel 25. Kepentingan Berbagai Stakeholder Dalam Pengelolaan Sumberdaya Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Stakeholder Kepentingan Terhadap Sumberdaya Hutan di Taman Wisata Alam Gunung Meja BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari Perlindungan dan pelestarian Taman Wisata Alam Gunung Meja serta melakukan pengaturanpengelolaan, pemanfaatan dan penerapan peraturan. Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari Perlindungan dan pelestarian Taman Wisata Alam Gunung Meja serta melakukan pengaturanpengelolaan, pemanfaatan dan penerapan peraturan. Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari Mengelola kawasan dengan fungsi taman wisata alam, dan melindungi sumberdaya kayu dan non kayu yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja DPRD Kabupaten Manowari Menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan daerah mengenai pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Lembanga Masyarakat Adat Papua di Manokwari Sebagai mediasi antara pemerintah dengan masyarakat adat Arfak. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Penguatan kelembagaan lokal masyarakat adat Arfak. Lembaga Agama Membatu memberikan pengertian tentang pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja secara lestari. Andigpoy Membuat dan menerapkan aturan adat Arfak Petani Mengelola lahan usahatani dan memanfaatakan sumberdaya kayu serta non kayu Pekayu Mengakses sumberdaya kayu Penggali timbunan Mengakses sumberdaya lahan sebagai bahan timbunan. Penggali batu karang Mengakses sumberdaya batu karang sebagai bahan pondasi bangunan. Sumber: Data Primer, 2007 diolah Taman Wisata Alam Gunung Meja bagi masyarakat adat Arfak telah menyatu dengan sistem sosial budaya yang dianut secara turun temurun. Mereka menerapakan kearifan lokal Ayamfos dan Igya Ser Hanjop yang dipercaya dapat mempertahankan kawasan sebagai sumber penghidupannya dan untuk keberlanjutan generasi selanjutnya. Kearifan lokal tersebut selain mengandung aspek ekonomi juga mengandung aspek konservasi, sosial dan budayareligius. Fungsi kawasan ini menurut pandangan masyarakat adat Arfak didiskripsikan pada Tabel 26. Tabel 26. Deskripsi Hutan Taman Wisata Alam Gunung Meja Menurut Pandangan Masyarakat Adat Arfak. Fungsi Deskripsi Fungsi Ekonomi Sumber satwa buruan sumber sayuran, sumber buah-buahan, sumber biji-bijian, obat-obatan, dan kayu untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual. Konservasi Penyedia bahan makanan untuk generasi selanjutnya. Sosial Sebagai pengikat kekerabatan antar marga dalam suku Arfak maupun antara suku Arfak dengan suku lainnya dan sebagai instrumen penentu status sosial seseorang, margaklan dalam masyarakat adat Arfak. Budayareligius Sebagai tempat keramat yang dihormati dan dipercayai masyarakat adat Arfak; kawasan ini harus dilindungi karena bernilai ritual tempat upacara adat; sebagai tempat melangsungkan keturunan beberapa kepala keluarga. Sumber: Data Primer, 2007 diolah; Soenarto dan Tokede, 2006. Kearifan lokal masyarakat adat Arfak diwariskan secara turun temurun, namun pengaruh pendidikan, agama, interaksi dengan berbagai suku baik yang dari dalam Papua maupun luar suku Papua serta sistem pemerintahan menyebabkan kearifan lokal ini mulai ditinggalkan. Hal ini menyebabkan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja mulai diakses dan dimanfaatkan oleh suku-suku lain diluar masyarakat adat Arfak. Akses dan pemanfaatan oleh suku- suku lain diluar masyarakat adat Arfak memiliki sifat yang ekspoitatif tanpa memperhatikan keberlanjutan. Sehingga sering terjadi konflik antara masyarakat adat Arfak dengan suku-suku diluar masyarakat Arfak serta Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari selaku pemegang wewenang dalam pengelolaan kawasan ini. Akses terhadap sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya serta konflik yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja dapat dilihat pada gambar berikut ini. ` Keterangan: LMA Papua Lembaga Agama Lembaga Pendidikan LSM DPRD Kab. Manokwari BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari Dinas Kehutanan Kab.Manokwari Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab. Manokwari Andigpoy Kepala Desa -Petani -Pekayu -Penggali timbunan -Penggali batu karang Konflik Taman Wisata Alam Gunung Meja = Kelompok stakeholder independen = Kelompok stakeholder masyarakat adat Arfak = Kelompok stakeholder pemerintah = Kelompok stakeholder free riders = Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Akses terhadap konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja Gambar 19. Akses Terhadap Sumberdaya dan Konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja Sebelum Kebijakan Pemberian Kompensasi LMA Papua Lembaga Agama Lembaga Pendidikan LSM DPRD Kab. Manokwari BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari Dinas Kehutanan Kab.Manokwari Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab. Manokwari Andigpoy Kepala Desa -Petani -Pekayu -Penggali timbunan -Penggali batu karang Konflik Taman Wisata Alam Gunung Meja = Kelompok stakeholder independen = Kelompok stakeholder masyarakat adat Arfak = Kelompok stakeholder pemerintah = Kelompok stakeholder free riders = Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Akses terhadap konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja Gambar 20. Akses Terhadap Sumberdaya dan Konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja Setelah Kebijakan Pemberian Kompensasi Stakeholder yang memiliki akses langsung terhadap sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja sebelum pemberian kompensasi, yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari, serta andigpoy. Para free riders 36 petani, pekayu, penggali timbunan dan batu karang dalam mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini harus seijin andigpoy. Andigpoy akan menentukan batasan, lokasi dan aturan- aturan yang harus ditaati oleh para free riders. Untuk kelurahan Manokwari Timur, Sanggeng, Manokwari Barat, Wosi, Sowi, Arandai, dan sebagian kelurahan Padarni, serta desa Maripi, pulau Lemon, Mansinam dan Raimuti harus meminta ijin kepada bapak Loudwijik Mandacan Alm dan kerabatnya; untuk kelurahan Amban dan sebagian kelurahan Padarni harus meminta ijin kepada bapak Barent Mandacan Alm dan kerabatnya; sedangkan untuk kelurahan Pasir Putih dan Desa Aipiri harus meminta ijin kepada bapak Kleopas Meidodga dan kerabatnya. Hal ini juga berlaku untuk stakeholder lembaga pendidikan dimana ijin untuk akses terhadap sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini didapat dari para andigpoy pada masing-masing wilayah kekuasaannya dan juga harus mendapat ijin dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari berupa Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi SIMAKSI. Konflik yang terjadi antara stakeholder sebelum pemberian kompensasi tertuju pada satu permasalahan yaitu belum adanya pengakuan dari masing- masing stakeholder baik secara de facto maupun de jure terhadap sumberdaya- sumberdaya yang terdapat di dalam Taman Wisata Alam Gunung Meja. Menurut masyarakat adat Arfak bahwa selama ini pemanfaatan oleh pemerintah dan masyarakat lainnya terhadap sumberdaya lahan dan air di dalam kawasan ini tidak melibatkan masyarakat adat Arfak, selain itu pihak-pihak tersebut tidak memberikan kompensasi berupa uang kepada pihak adat Arfak. Hal ini secara tertulis diungkapkan oleh masyarakat adat Arfak melalui surat dengan perihal ”permohonan tuntutan pertanggungjawaban Hutan Lindung termasuk sumber mata air yang berada diatas tanah Adat di daerah Gunung Meja” yang 36 Free riders adalah pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur pemanfaatan sumberdaya. ditandatangani oleh pemilik hak ulayat diwakili oleh Marten Luther Mandacan, Markus Salabay, dan Oktofianus Mandacan; lengkapnya lihat lampiran 1. Sedangkan menurut pemerintah Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan oleh masyarakat adat Arfak dan masyarakat lainnya sudah tidak sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan wisata alam. Selain itu, konflik juga terjadi antara Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari. Menurut Tim Tim Fasilitasi PMP TWAGM 2004a, bahwa ketiga lembaga diatas dalam mengelolaah kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja masih bersifat sektoral, kurang partisipatif, koordinatif, dan kooperatif. Akses terhadap pengelolaan sumberdaya alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja semakin terbuka setelah adanya kebijakan pemberian kompensasi. Dimana para free riders saat ini secara langsung mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini. Tidak terkontrolnya para free riders ini menyebabkan kawasan ini menjadi kawasan open access. Menurut Fauzi 2004 bahwa kondisi open access sering terjadi pada jenis sumberdaya public goods 37 yang memiliki sifat non rivalry 38 tidak ada ketersaingan dan non excludable 39 tidak ada larangan. Pembayaran kompensasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja ternyata tidak efektif. Pembayaran kompensasi ini menimbulkan beberapa persoalan baru yaitu 1 hilangnya kearifan lokal masyarakat adat Arfak; 2 lemahnya kontrol dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari dan kurang adanya dukungan dari masyarakat adat Arfak terhadap pengawasan di kawasan ini; dan 3 pemanfaatan sumberdaya alam terjebak pada kondisi de jure 37 Public goods pada umumnya disediakan oleh pemerintah, namun public goods juga dapat juga tersedia secara alamiah, diproduksi oleh individu atau perusahaan. 38 Non rivalry artinya konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. 39 Non excludable artinya sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang sama. open access 40 . Ketiga persoalan diatas mengarah pada keadaaan tragedy of the common 41 . Sehingga solusi yang ditawarkan Hardin dalam Rustiadi 2006 untuk mengatasi tragedy of the common, yaitu pengelolaan sumberdaya yang bersifat open access sebaiknya berada pada tangan pemerintah tidak terbukti efektif untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja oleh masing-masing stakeholder sangat ditentukan oleh hak yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder, tanggung jawab yang diemban, dan manfaat yang diperoleh. Analisis yang digunakan adalah “3R” rights, responsibilities, revenues yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 27. 40 de jure open access artinya semua pihak berlomba untuk memanfaatakan sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan Taman Wista Alam Gunung Meja dimana kepemilikannya sudah berada pada tangan pemerintah. 41 Tragedy of the common merupakan kondsi dimana seseorang membatasi penggunaan sumberdaya yang terbatas namun masyarakat lainnya tidak melakukannya. Akibatnya sumberdaya akan mengalami penurunan dan orang yang membatasi penggunaan sumberdaya tadi akan tetap kehilangan keuntungan jangka pendek. Tabel 27. Rights, Responsibilities, dan Revenues dari Masing-masing Stakeholder dalam Pemanfaatan Sumberdaya yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Stakeholders Rights Nilai Responsibilities Nilai Revenues Nilai Andigpoy Partisipasi dalam kebijakan 2 Menjaga kawasan untuk generasi selanjutnya 5 Kompensasi berupa uang 4 Petani Akses thdp lahan pertanian 1 Mengelolah lahan pertanian secara lestari 1 Sumber penghasilan 3 Pekayu Akses thdp sumberdaya kayu 1 Tidak ada - Sumber penghasilan 3 Penggali timbunan dan batu karang Akses thdp sumberdaya lahan dan batu karang 1 Tidak ada - Sumber penghasilan 3 Kepala desa Partisipasi dalam kebijakan 2 Mengontrol pembukaan lahan, penebangan kayu, serta penggalian timbunan dan batu karang 2 Tidak ada - BKSD Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari Akses dan pengelolaan thdp semua sumberdaya 4 Mengontrol pembukaan lahan, penebangan kayu, serta penggalian timbunan dan batu karang 3 Tidak ada - Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari Akses dan pengelolaan thdp semua sumberdaya 3 Mengontrol pembukaan lahan, penebangan kayu, serta penggalian timbunan dan batu karang 3 Tidak ada - Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari Akses thdp aset-aset wisata 3 Menjaga situs-situs sejarah dan situs-situs wisata 3 Tidak ada - DPRD Kabupaten Manokwari Penerapan perda-perda 2 Kontrol terhdap perda- perda 2 Tidak ada - LMA Papua di Manokwari Tidak ada - Memfasilitasi dan mendampingi masyarakat adat Arfak 2 Tidak ada - Lembaga Agama Tidak ada - Penyadaran kepada masyarakat 2 Tidak ada - LSM Tidak ada - Memfasilitasi dan mendampingi masyarakat adat Arfak 2 Mendapat fee 2 Lembaga pendidikan Penyampaian informasi kepada masyarakat 2 Meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan 2 Menambah ilmu pengetahuan 4 Sumber: Data Primer, 2007 diolah Keterangan: 1=sangat kurang; 2=kurang; 3=cukupsedang; 4=tinggi; 5=sangat tinggi Esau Mandacan wawancara tanggal 28 Juli 2007; Kleopas Meidodga wawancara tanggal 25 Juli 2007; Yakobus Meidodga wawancara tanggal 28 Juni 2007; Kornelius Mandacan wawancara tanggal 20 Juni 2007; Paulus Suprihari wawancara tanggal 1 Juli 2007; Marten Meidodga wawancara tanggal 10 Juli 2007; Sudargo wawancara tanggal 3 Juli 2007; Kosmadi wawancara tanggal 15 Juli 2007; Yakobus Baga wawancara tanggal 30 Juni 2007; Petani di kampung Manggoapi diskusi kelompok tanggal 5 Juli 2007; petani kampung Ayambori diskusi kelompok tanggal 11 Juli 2007; dan petani kampung Susweni diskusi kelompok tanggal 18 Juli 2007. Tabel 28. Perbandingan Rights, Responsibilities, dan Revenues dari Masing- masing Stakeholder dalam Pemanfaatan Sumberdaya yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Stakeholder yang paling tinggi: Rights Stakeholder yang paling tinggi: Responsibilities Stakeholder yang paling tinggi: Revenues 1. BKSD Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari 2. Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari; Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari 3. Andigpoy; kepala desa; DPRD Kabupaten Manokwari; Lembaga pendidikan. 4. Petani; pekayu; penggali timbunan dan batu karang 1. Andigpoy 2. BKSD Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari; Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari; Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari. 3. Kepala desa; DPRD Kabupaten Manokwari; LMA Papua di Manokwari; Lembaga Agama; LSM; Lembaga Pendidikan 4. Petani 1. Andigpoy; Lembaga Pendidikan 2. Petani; pekayu; penggali timbunan dan batu karang 3. LSM Sumber: Data Primer, 2007 diolah Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari merupakan stakeholder yang memiliki hak pengelolaan yang tertinggi dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Namun dalam kenyataannya, lembaga ini kurang berperan dalam mempertahankan haknya dari gangguan pihak lain. Menurut Ellia Sada bahwa tingkat penebangan kayu, pembukaan lahan, penggalian timbunan dan batu karang semakin meningkat berdasarkan hasil patroli yang diadalakan BKSDA. Selain itu, kurangnya komunikasi antara lembaga ini dengan lembaga masyarakat adat Arfak menyebabkan kurangnya monitoring terhadap para free riders yang semakin meningkat. Tanggung jawab terbesar pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja berada pada lembaga adat Arfak dalam hal ini diwakili oleh andigpoy masing- masing marga. Hutan bagi masyarakat adat Arfak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka tiap harinya. Sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan didasarkan pada aturan-aturan yang telah disepakati dalam musyawara adat. Andigpoy memiliki kewenangan untuk menentukan batas-batas untuk berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam kawasan ini misalnya: batas kebun, batas areal berburu, batas penebangan pohon, batas areal keramat, dll. Stakeholder yang menerima manfaat besar atas sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja adalah adigpoy dan lembaga pendidikan. Andigpoy menerima bagian yang besar dalam pembayaran ganti rugi hak ulayat masyarakat adat Arfak atas lahan dan sumberdaya lainnya yang tedapat pada kawasan ini. Selain itu setiap orang yang ingin memanfaatkan lahan dan sumberdaya lainnya harus mendapat ijin dari andigpoy. Ijin yang diberikan oleh adigpoy biasanya diikuti dengan syarat-syarat lain seperti pembagian hasil kebun pemanfaatan sumberdaya lahan untuk kegiatan pertanian, fee berupa uang pemanfaatan sumberdaya lahan untuk kegaitan diluar pertanian serta pemanfaatan sumberdaya lainnya. Sedangkan bagi dunia pendidikan, kawasan ini merupakan laboratorium lapangan praktikum dan penelitian. Lembaga-lembaga pendidikan yang sampai saat ini memanfaatkan jasa dari Taman Wisata Alam Gunung Meja dalam menunjang pendidikan antara lain Fakultas Kehutanan dan Pusat Studi Lingkungan Hidup, Uninversitas Negeri Papua serta Balai Laboratorium Kehutanan Manokwari. Ketiga komponen diatas akan dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh adanya koordinasi, kooperatif, dan partisipatif dari para stakeholder. Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Ringkasan Hubungan Antar Stakeholder Dalam Pengelolaan Sumberdaya Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Stakeholder Andigpoy Petani Pekayu Penggali timbun an dan batu k arang Kepala desa BKSD Seksi Konservasi Wilayah I Manokwar i Dinas Kehutan an Kab . Manokw ari Dinas Perhubun gan dan Pari wis ata Kab. Manok wari DPRD Kabupaten Manokwari LMA Papua di Manokwari Lemb aga Ag am a LS M Lemb aga p endid ikan Andigpoy B B B B K K K K B B C C Petani B B K K K K K K B K K Pekayu B K K K K K K B K K Penggali timbunan dan batu karang K K K K K K B K K Kepala desa K K K C C B C C BKSD Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari K K K C C C B Dinas Kehutanan Kab. Manokwari C B C B C B Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab. Manokwari B C B C B DPRD Kab. Manokwari C B C B LMA Papua di Manokwari B C C Lembaga Agama B B LSM C Lembaga pendidikan Sumber: Data Primer, 2007 diolah Keterangan: Baik B = ada interaksi secara personallembaga, sinergis dan berkelanjutan minimal 3 kali3 bulan. Cukup Baik C = ada interaksi secara personallembaga tetapi tidak berkelanjutan maksimal 3 kali dalam 3 bulan Kurang Baik K = tidak ada interaksi secara personallembaga atau sekali kontak dan tidak berkelanjutan serta cenderung bersifat konflik. Esau Mandacan wawancara tanggal 28 Juli 2007; Kleopas Meidodga wawancara tanggal 25 Juli 2007; Yakobus Meidodga wawancara tanggal 28 Juni 2007; Kornelius Mandacan wawancara tanggal 20 Juni 2007; Paulus Suprihari wawancara tanggal 1 Juli 2007; Marten Meidodga wawancara tanggal 10 Juli 2007; Sudargo wawancara tanggal 3 Juli 2007; Kosmadi wawancara tanggal 15 Juli 2007; Yakobus Baga wawancara tanggal 30 Juni 2007; Petani di kampung Manggoapi diskusi kelompok tanggal 5 Juli 2007; petani kampung Ayambori diskusi kelompok tanggal 11 Juli 2007; dan petani kampung Susweni diskusi kelompok tanggal 18 Juli 2007. Hubungan antara kelompok stakeholder free riders petani, pekayu, penggali timbunan dan batu karang dengan lembaga pemerintahan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari maupun dengan lembaga independen LMA Papua di Manokwari, LSM, dan Lembaga Pendidikan dalam pengelolaan sumberdaya alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja cenderung mengarah kepada konflik. Konflik tersebut disebabkan oleh kepentingan ekonomi sumber penghidupan dan hak akses. Anwar 2000 menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan konflik antara stakeholder dalam memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di dalam suatu kawasan hutan adalah persaingan kepentingan yang tidak sesuai dengan keinginan masing-masing kelompok, dimana stakeholder-stakeholder yang berkonflik menyakini bahwa untuk memuaskan kebutuhannya maka stakeholder lain harus berkorban. Relasi atau hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan fungsi wisata alam cenderung tidak berkonflik. Namun bukan karena statusnya sebagai kawasan konservasi dengan fungsi wisata alam yang menyebabkan koflik, melainkan disebabkan oleh perubahan hak akases dan pengelolaan sumberdaya yang terdapat di kawasan ini, yaitu dari kepemilikan komunal masyarakat adat Arfak menjadi kepemilikan bersama masyarakat adat Arfak dan Pemerintah. Menurut Rustiadi 2006 bahwa terdapat dua masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya bersama; yaitu 1 free rider problem masalah penunggang gelap; dan 2 timbulnya kelangkaan scarcity. Sistem perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat Arfak sangat tergantung pada alam. Menurut filosofi masyarakat adat Arfak bahwa Taman Wisata Alam Gunung Meja diibaratkan seperti seorang “ibu” dimana jika “air susu ibu” terus menerus diambil maka “ibu” akan meninggal dan tidak memberikan sumber penghidupan lagi. Sehingga masyarakat adat Arfak memberlakukan rotasi perladangan, lahan yang baru ditanamai akan dibiarkan selama 3-4 tahun baru diijinkan untuk diusahakan lagi. Pada awalnya sistem ini berjalan dengan baik karena lahan yang tersedia di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja lebih banyak dibandingkan dengan jumlah orang yang mengusahakan. Namun, dengan pertambahan jumlah masyarakat adat Arfak dan masyarakat non adat Arfak yang mengusahakan lahan di dalam kawasan sebagai lahan pertanian menyebabkan siklus ini semakin pendek. Menurut penurutan masyarakat yang berada di kampung Manggoapi bahwa rotasi penanaman saat ini hanya berjarak 1-2 tahun, bahkan untuk beberapa masyarakat non adat Arfak melakukan perladangan menetap. Demikian halnya dengan sumberdaya lainnya flora, fauna, dll yang terdapat di kawasan ini juga mengalami kelangkaan scarcity. Rustiadi 2006 menyatakan bahwa kelangkaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konflik, kejahatan, bahkan perang antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan; karena sumberdaya yang semakin langka menyebabkan orang untuk berlomba-lomba untuk memiliki lebih dari hak yang diberikan kepadanya.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Kondisi open access yang terjadi di Taman Wisata Alam Gunung Meja disebabkan oleh: a Sistem kelembagaan formal yang terdapat di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja masih bersifat sektoral, kurang partisipatif, koordinatif dan kooperatif. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari yang memiliki tanggungjawab terhadap pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja tidak melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik; b Konsep Igya Ser Hanjop dan Ayamfos dalam kelembagaan adat masyarakat Arfak mulai ditinggalkan. 2. Kebijakan pemberian insentif berupa pemberian kompensasi terhadap masyarakat adat Arfak ternyata tidak efektif untuk menekan laju degradasi lahan di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Selain itu, pemberian kompensasi hanya menyelesaikan permasalahan kepemilikan terhadap lahan di dalam kawasan ini dimana terjadi peralihan kepemilikan dari masyarakat adat Arfak kepada pemerintah, namun tidak menjawab persoalan terhadap kepemilikan sumberdaya yang ada di atas maupun di dalam tanah kayu, flora, fauna, galian c, dan sumber air, sehingga masyarakat adat Arfak tetap mengakses dan memanfaatkan kawasan sama seperti sebelum pemberian kompensasi. 3. Peran Taman Wisata Alam Gunung Meja dari segi ekonomi masih bersifat individual karena hanya sebagian masyarakat yang menikmati nilai ekonomi holtikultura, perkebunan, buah-buahan, dan hasil kayu dari kawasan ini. Selain itu, pemanfaatan ruang “spasial” di Taman Wisata Alam Gunung Meja lebih mengarah kepada peruntukan perladangan, pemukiman dan pendirian sarana dan prasarana penunjang pembangunan lainnya. 4. Faktor hak pengelolaan, hak pembatasan dan suku merupakan faktor yang sangat mempengaruhi peluang seseorang untuk memilih bentuk