6.6 Righs, Resposibilities, Revenues, dan Relationships Antara Stakeholder
Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Pengakuan hak kepemilikan dan pengelolaan atas lahan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja terhadap masyarakat adat Arfak sudah
berlangsung turun temurun berdasarkan garis keturunan. Pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat adat Arfak di kawasan ini telah berlangsung lama dengan
kebiasaan dan prosedur lokal yang ditetapkan oleh kelembagaan adat Arfak. Pengelolaan sumberdaya lahan mulai mendapat sorotan dari berbagai stakeholder
ketika degradasi lahan di kawasan ini semakin memprihatinkan dan penggunaannya tidak sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan wisata alam.
Untuk mencegah degradasi lahan yang semakin berkelanjutan dan untuk melindungi sumberdaya lainnya yang terdapat di kawasan ini maka pemerintah
daerah kabupaten Manokwari mengambil suatu kebijakan yaitu pemberian kompensasi kepada masyarakat adat Arfak sebagai ganti rugi kepemilikan lahan
atas Taman Wisata Alam Gunung Meja. Dengan adanya kebijakan tersebut maka hak ulayat masyarakat adat Arfak terhadap kawasan ini telah beralih kepada pihak
pemerintah daerah kabupaten Manokwari. Namun, sampai akhir penelitian ini dilakukan, belum ada Rencana Umum Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung
Meja yang dibuat oleh stakeholder yang terkait. Sehingga pengelolaan lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di kawasan ini belum terpadu.
Pada satu sisi, kawasan ini merupakan kawasan konservasi dengan fungsi sebagai taman wisata alam, namun disisi lainnya, kawasan ini merupakan sumber
penghasilan bagi beberapa warga masyarakat adat Arfak maupun masyarakat non adat Arfak. Kedua kepentingan inilah yang menjadi sumber permasalahan di
Taman Wisata Alam Gunung Meja walaupun kebijakan pemberian kompensasi telah dilakukan.
Efek lain dari adanya pemberian kompensasi adalah hilangnya hak pembatasan masyarakat adat Arfak. Hak ini merupakan hak untuk menentukan
siapa saja yang dapat memperoleh hak atas akses dan membuat aturan pemindahan hak atas akses ini dari seseorang ke orang lainnya atau ke
lembagakelompok lain Schlager dan Ostrom dalam Afiff, 2002. Hilangnya hak ini menyebabkan masyarakat adat Arfak tidak dapat melarang pihak-pihak lain
untuk mengakses sumberdaya lahan maupun sumberdaya lainnya yang terdapat di dalam kawasan ini. Selain itu, pemegang hak pembatasan saat ini yaitu
pemerintah daerah kabupaten Manokwari yang diwakili oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari memiliki keterbatasan
dalam mengawasi dan menjaga kawasan ini. Barzel 1993 menyatakan bahwa konsep kepemilikan terkait erat dengan biaya transaksi
33
. Artinya jika biaya transaksi semakin tinggi maka sangat sulit untuk mempertahankan hak-hak yang
dimiliki seseorang atau lembaga terhadap suatu sumberdaya. Menurut hasil wawancara dengan Ellia Sada
34
menyatakan bahwa keterbatasan personil dan besarnya biaya untuk mengajukan satu kasus pencurian kayu atau pembukaan
lahan di kawasan ini menyebabkan tindakan yang diambil hanya berupa penyitaan terhadap alat potong dan pemberian teguran serta pengertian kepada para pelaku.
Stakeholder yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja
selain masyarakat adat Arfak dan pemerintah daerah kabupaten Manokwari juga terdapat para free rider pekayu, penggali timbunan dan batu karang. Para free
rider ini memanfaatkan pertikaian antara dua lembaga masyarakat adat Arfak dan pemerintah daerah kabupaten Manokwari. Kepentingan masing-masing
stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat dikawasan ini disajikan pada Tabel 25.
Perbedaan kepentingan
antara stakeholder mengindikasikan bahwa
pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja selama ini masih bersifat sektoral, kurang partisipatif,
koordinatif, dan kooperatif. Persoalan tersebut terjadi akibat belum adanya Rencana Umum Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Hal ini diakui
oleh Allowesius Naury
35
bahwa belum adanya Rencana Strategis Pembanguan dan Pengusahaan Pariwisata Alam Objek Wisata di Taman Wisata Alam
Gunung Meja disebabkan karena belum adanya Rencana Umum Pengelolaan
33
Biaya transasksi diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, mentransfer dan melidungi hak.
34
Ellia Sada kepala seksi BKSDA wawancara 01 Juli 2007
35
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manokwari “Potensi Hutan WisataTaman Wisata Gunung Meja Untuk Pengembangan Pariwisata Alam” disampaikan pada Semiloka Rencana
Pengelolaan TWAGM di Anggi Room Mutiara Hotel 17-18 Maret 2003.
kawasan ini oleh pemerintah, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446Kpts-II1996 tentang Tata Cara Permohoan, Pemberian,
dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Keputusan ini kemudian dilengkapi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Dimana dalam undang-undang tersebut dirumuskan bahwa perlu adanya
organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH oleh pemerintah danatau pemerintah provinsi danatau pemerintah kabupatenkota sesuai dengan
kewenangannya. Tabel 25. Kepentingan Berbagai Stakeholder Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Stakeholder Kepentingan Terhadap Sumberdaya Hutan di
Taman Wisata Alam Gunung Meja BKSDA Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwari Perlindungan dan pelestarian Taman Wisata Alam
Gunung Meja serta melakukan pengaturanpengelolaan, pemanfaatan dan
penerapan peraturan.
Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari
Perlindungan dan pelestarian Taman Wisata Alam Gunung Meja serta melakukan
pengaturanpengelolaan, pemanfaatan dan penerapan peraturan.
Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten
Manokwari Mengelola kawasan dengan fungsi taman wisata
alam, dan melindungi sumberdaya kayu dan non kayu yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung
Meja
DPRD Kabupaten Manowari Menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan
daerah mengenai pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Lembanga Masyarakat Adat Papua di Manokwari
Sebagai mediasi antara pemerintah dengan masyarakat adat Arfak.
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
Penguatan kelembagaan lokal masyarakat adat Arfak.
Lembaga Agama Membatu memberikan pengertian tentang
pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja secara lestari.
Andigpoy Membuat dan menerapkan aturan adat Arfak
Petani Mengelola lahan usahatani dan memanfaatakan
sumberdaya kayu serta non kayu Pekayu
Mengakses sumberdaya kayu Penggali timbunan
Mengakses sumberdaya lahan sebagai bahan timbunan.
Penggali batu karang Mengakses sumberdaya batu karang sebagai bahan
pondasi bangunan. Sumber: Data Primer, 2007 diolah
Taman Wisata Alam Gunung Meja bagi masyarakat adat Arfak telah menyatu dengan sistem sosial budaya yang dianut secara turun temurun. Mereka
menerapakan kearifan lokal Ayamfos dan Igya Ser Hanjop yang dipercaya dapat mempertahankan kawasan sebagai sumber penghidupannya dan untuk
keberlanjutan generasi selanjutnya. Kearifan lokal tersebut selain mengandung aspek ekonomi juga mengandung aspek konservasi, sosial dan budayareligius.
Fungsi kawasan ini menurut pandangan masyarakat adat Arfak didiskripsikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Deskripsi Hutan Taman Wisata Alam Gunung Meja Menurut Pandangan Masyarakat Adat Arfak.
Fungsi Deskripsi Fungsi
Ekonomi Sumber satwa buruan sumber sayuran, sumber buah-buahan, sumber
biji-bijian, obat-obatan, dan kayu untuk keperluan sendiri maupun untuk dijual.
Konservasi Penyedia bahan makanan untuk generasi selanjutnya.
Sosial Sebagai pengikat kekerabatan antar marga dalam suku Arfak maupun
antara suku Arfak dengan suku lainnya dan sebagai instrumen penentu status sosial seseorang, margaklan dalam masyarakat adat Arfak.
Budayareligius Sebagai tempat keramat yang dihormati dan dipercayai masyarakat adat
Arfak; kawasan ini harus dilindungi karena bernilai ritual tempat upacara adat; sebagai tempat melangsungkan keturunan beberapa
kepala keluarga.
Sumber: Data Primer, 2007 diolah; Soenarto dan Tokede, 2006.
Kearifan lokal masyarakat adat Arfak diwariskan secara turun temurun, namun pengaruh pendidikan, agama, interaksi dengan berbagai suku baik yang
dari dalam Papua maupun luar suku Papua serta sistem pemerintahan menyebabkan kearifan lokal ini mulai ditinggalkan. Hal ini menyebabkan
kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja mulai diakses dan dimanfaatkan oleh suku-suku lain diluar masyarakat adat Arfak. Akses dan pemanfaatan oleh suku-
suku lain diluar masyarakat adat Arfak memiliki sifat yang ekspoitatif tanpa memperhatikan keberlanjutan. Sehingga sering terjadi konflik antara masyarakat
adat Arfak dengan suku-suku diluar masyarakat Arfak serta Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari selaku pemegang
wewenang dalam pengelolaan kawasan ini. Akses terhadap sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya serta konflik yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung
Meja dapat dilihat pada gambar berikut ini.
`
Keterangan: LMA Papua
Lembaga Agama
Lembaga Pendidikan
LSM DPRD Kab.
Manokwari
BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I
Manokwari
Dinas Kehutanan Kab.Manokwari
Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab.
Manokwari Andigpoy
Kepala Desa
-Petani -Pekayu
-Penggali timbunan -Penggali batu karang
Konflik
Taman Wisata Alam Gunung Meja
= Kelompok stakeholder independen = Kelompok stakeholder masyarakat adat Arfak
= Kelompok stakeholder pemerintah = Kelompok stakeholder free riders
= Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Akses terhadap konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja
= Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja
Gambar 19. Akses Terhadap Sumberdaya dan Konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja Sebelum Kebijakan Pemberian Kompensasi
LMA Papua
Lembaga Agama
Lembaga Pendidikan
LSM DPRD Kab.
Manokwari
BKSDA Seksi Konservasi Wilayah I
Manokwari
Dinas Kehutanan Kab.Manokwari
Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kab.
Manokwari Andigpoy
Kepala Desa
-Petani -Pekayu
-Penggali timbunan -Penggali batu karang
Konflik
Taman Wisata Alam Gunung Meja
= Kelompok stakeholder independen = Kelompok stakeholder masyarakat adat Arfak
= Kelompok stakeholder pemerintah = Kelompok stakeholder free riders
= Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja = Akses terhadap konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja
= Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja
Gambar 20. Akses Terhadap Sumberdaya dan Konflik di Taman Wisata Alam Gunung Meja Setelah Kebijakan Pemberian Kompensasi
Stakeholder yang memiliki akses langsung terhadap sumberdaya di Taman Wisata Alam Gunung Meja sebelum pemberian kompensasi, yaitu Balai
Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari, Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten
Manokwari, serta andigpoy. Para free riders
36
petani, pekayu, penggali timbunan dan batu karang dalam mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan
ini harus seijin andigpoy. Andigpoy akan menentukan batasan, lokasi dan aturan- aturan yang harus ditaati oleh para free riders. Untuk kelurahan Manokwari
Timur, Sanggeng, Manokwari Barat, Wosi, Sowi, Arandai, dan sebagian kelurahan Padarni, serta desa Maripi, pulau Lemon, Mansinam dan Raimuti harus
meminta ijin kepada bapak Loudwijik Mandacan Alm dan kerabatnya; untuk kelurahan Amban dan sebagian kelurahan Padarni harus meminta ijin kepada
bapak Barent Mandacan Alm dan kerabatnya; sedangkan untuk kelurahan Pasir Putih dan Desa Aipiri harus meminta ijin kepada bapak Kleopas Meidodga dan
kerabatnya. Hal ini juga berlaku untuk stakeholder lembaga pendidikan dimana ijin untuk akses terhadap sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini didapat
dari para andigpoy pada masing-masing wilayah kekuasaannya dan juga harus mendapat ijin dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah
I Manokwari berupa Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi SIMAKSI. Konflik yang terjadi antara stakeholder sebelum pemberian kompensasi
tertuju pada satu permasalahan yaitu belum adanya pengakuan dari masing- masing stakeholder baik secara de facto maupun de jure terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang terdapat di dalam Taman Wisata Alam Gunung Meja. Menurut masyarakat adat Arfak bahwa selama ini pemanfaatan oleh pemerintah dan
masyarakat lainnya terhadap sumberdaya lahan dan air di dalam kawasan ini tidak melibatkan masyarakat adat Arfak, selain itu pihak-pihak tersebut tidak
memberikan kompensasi berupa uang kepada pihak adat Arfak. Hal ini secara tertulis diungkapkan oleh masyarakat adat Arfak melalui surat dengan perihal
”permohonan tuntutan pertanggungjawaban Hutan Lindung termasuk sumber mata air yang berada diatas tanah Adat di daerah Gunung Meja” yang
36
Free riders adalah pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur
pemanfaatan sumberdaya.
ditandatangani oleh pemilik hak ulayat diwakili oleh Marten Luther Mandacan, Markus Salabay, dan Oktofianus Mandacan; lengkapnya lihat lampiran 1.
Sedangkan menurut pemerintah Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari serta
Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan oleh masyarakat adat
Arfak dan masyarakat lainnya sudah tidak sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan wisata alam.
Selain itu, konflik juga terjadi antara Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari
serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari. Menurut Tim Tim Fasilitasi PMP TWAGM 2004a, bahwa ketiga lembaga diatas dalam
mengelolaah kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja masih bersifat sektoral, kurang partisipatif, koordinatif, dan kooperatif.
Akses terhadap pengelolaan sumberdaya alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja semakin terbuka setelah adanya kebijakan pemberian kompensasi.
Dimana para free riders saat ini secara langsung mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan ini. Tidak terkontrolnya para free riders ini
menyebabkan kawasan ini menjadi kawasan open access. Menurut Fauzi 2004 bahwa kondisi open access sering terjadi pada jenis sumberdaya public goods
37
yang memiliki sifat non rivalry
38
tidak ada ketersaingan dan non excludable
39
tidak ada larangan. Pembayaran kompensasi yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik
yang terjadi dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja ternyata tidak efektif. Pembayaran kompensasi ini menimbulkan beberapa persoalan baru yaitu
1 hilangnya kearifan lokal masyarakat adat Arfak; 2 lemahnya kontrol dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari dan
kurang adanya dukungan dari masyarakat adat Arfak terhadap pengawasan di kawasan ini; dan 3 pemanfaatan sumberdaya alam terjebak pada kondisi de jure
37
Public goods pada umumnya disediakan oleh pemerintah, namun public goods juga dapat juga tersedia secara alamiah, diproduksi oleh individu atau perusahaan.
38
Non rivalry artinya konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama.
39
Non excludable artinya sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang sama.
open access
40
. Ketiga persoalan diatas mengarah pada keadaaan tragedy of the common
41
. Sehingga solusi yang ditawarkan Hardin dalam Rustiadi 2006 untuk mengatasi tragedy of the common, yaitu pengelolaan sumberdaya yang bersifat
open access sebaiknya berada pada tangan pemerintah tidak terbukti efektif untuk menyelesaikan persoalan pengelolaan sumberdaya di Taman Wisata Alam
Gunung Meja. Akses terhadap sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung
Meja oleh masing-masing stakeholder sangat ditentukan oleh hak yang dimiliki oleh masing-masing stakeholder, tanggung jawab yang diemban, dan manfaat
yang diperoleh. Analisis yang digunakan adalah “3R” rights, responsibilities, revenues yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 27.
40
de jure open access artinya semua pihak berlomba untuk memanfaatakan sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan Taman Wista Alam Gunung Meja dimana kepemilikannya sudah
berada pada tangan pemerintah.
41
Tragedy of the common merupakan kondsi dimana seseorang membatasi penggunaan sumberdaya yang terbatas namun masyarakat lainnya tidak melakukannya. Akibatnya
sumberdaya akan mengalami penurunan dan orang yang membatasi penggunaan sumberdaya tadi akan tetap kehilangan keuntungan jangka pendek.
Tabel 27. Rights, Responsibilities, dan Revenues dari Masing-masing Stakeholder dalam Pemanfaatan Sumberdaya yang Terdapat di Taman Wisata Alam
Gunung Meja.
Stakeholders Rights Nilai
Responsibilities Nilai
Revenues Nilai
Andigpoy Partisipasi
dalam kebijakan
2 Menjaga kawasan
untuk generasi selanjutnya
5 Kompensasi berupa uang
4 Petani Akses
thdp lahan pertanian
1 Mengelolah lahan
pertanian secara lestari 1 Sumber
penghasilan 3
Pekayu Akses thdp
sumberdaya kayu
1 Tidak ada
- Sumber penghasilan
3 Penggali
timbunan dan batu karang
Akses thdp sumberdaya
lahan dan batu karang
1 Tidak ada
- Sumber penghasilan
3
Kepala desa Partisipasi
dalam kebijakan
2 Mengontrol pembukaan lahan,
penebangan kayu, serta penggalian timbunan
dan batu karang 2 Tidak
ada -
BKSD Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwari
Akses dan pengelolaan
thdp semua sumberdaya
4 Mengontrol pembukaan lahan,
penebangan kayu, serta penggalian timbunan
dan batu karang 3 Tidak
ada -
Dinas Kehutanan
Kabupaten Manokwari
Akses dan pengelolaan
thdp semua sumberdaya
3 Mengontrol pembukaan lahan,
penebangan kayu, serta penggalian timbunan
dan batu karang 3 Tidak
ada -
Dinas Perhubungan
dan Pariwisata Kabupaten
Manokwari Akses thdp
aset-aset wisata 3 Menjaga
situs-situs sejarah dan situs-situs
wisata 3 Tidak
ada -
DPRD Kabupaten
Manokwari Penerapan
perda-perda 2 Kontrol
terhdap perda-
perda 2 Tidak
ada - LMA Papua di
Manokwari Tidak ada
- Memfasilitasi dan
mendampingi masyarakat adat Arfak
2 Tidak ada -
Lembaga Agama
Tidak ada -
Penyadaran kepada masyarakat
2 Tidak ada -
LSM Tidak ada
- Memfasilitasi dan
mendampingi masyarakat adat Arfak
2 Mendapat fee 2
Lembaga pendidikan
Penyampaian informasi
kepada masyarakat
2 Meneliti dan
mengembangkan ilmu pengetahuan
2 Menambah ilmu
pengetahuan 4
Sumber: Data Primer, 2007 diolah Keterangan:
1=sangat kurang; 2=kurang; 3=cukupsedang; 4=tinggi; 5=sangat tinggi Esau Mandacan wawancara tanggal 28 Juli 2007; Kleopas Meidodga wawancara tanggal 25 Juli 2007;
Yakobus Meidodga wawancara tanggal 28 Juni 2007; Kornelius Mandacan wawancara tanggal 20 Juni 2007; Paulus Suprihari wawancara tanggal 1 Juli 2007; Marten Meidodga wawancara tanggal 10 Juli
2007; Sudargo wawancara tanggal 3 Juli 2007; Kosmadi wawancara tanggal 15 Juli 2007; Yakobus Baga wawancara tanggal 30 Juni 2007; Petani di kampung Manggoapi diskusi kelompok tanggal 5 Juli 2007;
petani kampung Ayambori diskusi kelompok tanggal 11 Juli 2007; dan petani kampung Susweni diskusi kelompok tanggal 18 Juli 2007.
Tabel 28. Perbandingan Rights, Responsibilities, dan Revenues dari Masing- masing Stakeholder dalam Pemanfaatan Sumberdaya yang Terdapat di
Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Stakeholder yang paling tinggi: Rights
Stakeholder yang paling tinggi: Responsibilities
Stakeholder yang paling tinggi: Revenues
1. BKSD Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwari 2.
Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari;
Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten
Manokwari
3. Andigpoy; kepala desa;
DPRD Kabupaten Manokwari; Lembaga
pendidikan. 4.
Petani; pekayu; penggali timbunan dan batu karang
1. Andigpoy
2. BKSD Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwari; Dinas Kehutanan Kabupaten
Manokwari; Dinas Perhubungan dan Pariwisata
Kabupaten Manokwari.
3. Kepala desa; DPRD
Kabupaten Manokwari; LMA Papua di Manokwari;
Lembaga Agama; LSM; Lembaga Pendidikan
4. Petani
1. Andigpoy; Lembaga
Pendidikan 2.
Petani; pekayu; penggali timbunan dan batu karang
3. LSM
Sumber: Data Primer, 2007 diolah
Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari merupakan stakeholder yang memiliki hak pengelolaan yang tertinggi
dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Namun dalam kenyataannya, lembaga ini kurang berperan dalam
mempertahankan haknya dari gangguan pihak lain. Menurut Ellia Sada bahwa tingkat penebangan kayu, pembukaan lahan, penggalian timbunan dan batu karang
semakin meningkat berdasarkan hasil patroli yang diadalakan BKSDA. Selain itu, kurangnya komunikasi antara lembaga ini dengan lembaga masyarakat adat Arfak
menyebabkan kurangnya monitoring terhadap para free riders yang semakin meningkat.
Tanggung jawab terbesar pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja berada pada lembaga adat Arfak dalam hal ini diwakili oleh andigpoy masing-
masing marga. Hutan bagi masyarakat adat Arfak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka tiap harinya. Sehingga dalam
pemanfaatan dan pengelolaan hutan didasarkan pada aturan-aturan yang telah disepakati dalam musyawara adat. Andigpoy memiliki kewenangan untuk
menentukan batas-batas untuk berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam kawasan ini misalnya: batas kebun, batas areal berburu, batas
penebangan pohon, batas areal keramat, dll. Stakeholder yang menerima manfaat besar atas sumberdaya yang terdapat
di Taman Wisata Alam Gunung Meja adalah adigpoy dan lembaga pendidikan.
Andigpoy menerima bagian yang besar dalam pembayaran ganti rugi hak ulayat masyarakat adat Arfak atas lahan dan sumberdaya lainnya yang tedapat pada
kawasan ini. Selain itu setiap orang yang ingin memanfaatkan lahan dan sumberdaya lainnya harus mendapat ijin dari andigpoy. Ijin yang diberikan oleh
adigpoy biasanya diikuti dengan syarat-syarat lain seperti pembagian hasil kebun pemanfaatan sumberdaya lahan untuk kegiatan pertanian, fee berupa uang
pemanfaatan sumberdaya lahan untuk kegaitan diluar pertanian serta pemanfaatan sumberdaya lainnya. Sedangkan bagi dunia pendidikan, kawasan ini
merupakan laboratorium lapangan praktikum dan penelitian. Lembaga-lembaga pendidikan yang sampai saat ini memanfaatkan jasa dari Taman Wisata Alam
Gunung Meja dalam menunjang pendidikan antara lain Fakultas Kehutanan dan Pusat Studi Lingkungan Hidup, Uninversitas Negeri Papua serta Balai
Laboratorium Kehutanan Manokwari. Ketiga komponen diatas akan dapat berjalan dengan baik jika didukung
oleh adanya koordinasi, kooperatif, dan partisipatif dari para stakeholder. Hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di
Taman Wisata Alam Gunung Meja dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29.
Ringkasan Hubungan Antar Stakeholder Dalam Pengelolaan Sumberdaya Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Stakeholder
Andigpoy Petani
Pekayu Penggali timbun
an dan batu k
arang
Kepala desa BKSD Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwar i
Dinas Kehutan an Kab
. Manokw ari
Dinas Perhubun gan dan
Pari wis
ata Kab. Manok wari
DPRD Kabupaten Manokwari LMA Papua di
Manokwari
Lemb aga Ag
am a
LS M
Lemb aga p
endid ikan
Andigpoy B B B B K K K K B B C C
Petani B B K K K K K K B K K
Pekayu B K K K K K K B K K
Penggali timbunan dan batu karang
K K K K K K B K K Kepala desa
K K K C C B C C BKSD Seksi Konservasi
Wilayah I Manokwari K K K C C C B
Dinas Kehutanan Kab. Manokwari
C B C B C B Dinas Perhubungan dan
Pariwisata Kab. Manokwari B C B C B
DPRD Kab. Manokwari C B C B
LMA Papua di Manokwari B C C
Lembaga Agama B B
LSM C
Lembaga pendidikan Sumber: Data Primer, 2007 diolah
Keterangan: Baik B
= ada interaksi secara personallembaga, sinergis dan berkelanjutan minimal 3 kali3 bulan.
Cukup Baik C = ada interaksi secara personallembaga tetapi tidak berkelanjutan maksimal 3 kali dalam
3 bulan Kurang Baik K = tidak ada interaksi secara personallembaga atau sekali kontak dan tidak berkelanjutan
serta cenderung bersifat konflik. Esau Mandacan wawancara tanggal 28 Juli 2007; Kleopas Meidodga wawancara tanggal 25 Juli 2007;
Yakobus Meidodga wawancara tanggal 28 Juni 2007; Kornelius Mandacan wawancara tanggal 20 Juni 2007; Paulus Suprihari wawancara tanggal 1 Juli 2007; Marten Meidodga wawancara tanggal 10 Juli
2007; Sudargo wawancara tanggal 3 Juli 2007; Kosmadi wawancara tanggal 15 Juli 2007; Yakobus Baga wawancara tanggal 30 Juni 2007; Petani di kampung Manggoapi diskusi kelompok tanggal 5 Juli 2007;
petani kampung Ayambori diskusi kelompok tanggal 11 Juli 2007; dan petani kampung Susweni diskusi kelompok tanggal 18 Juli 2007.
Hubungan antara kelompok stakeholder free riders petani, pekayu, penggali timbunan dan batu karang dengan lembaga pemerintahan Balai
Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari, Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata
Kabupaten Manokwari maupun dengan lembaga independen LMA Papua di Manokwari, LSM, dan Lembaga Pendidikan dalam pengelolaan sumberdaya
alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja cenderung mengarah kepada konflik. Konflik tersebut disebabkan oleh kepentingan ekonomi sumber penghidupan
dan hak akses. Anwar 2000 menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan konflik antara stakeholder dalam memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di
dalam suatu kawasan hutan adalah persaingan kepentingan yang tidak sesuai dengan keinginan masing-masing kelompok, dimana stakeholder-stakeholder
yang berkonflik menyakini bahwa untuk memuaskan kebutuhannya maka stakeholder lain harus berkorban.
Relasi atau hubungan antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja sebelum kawasan ini
ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan fungsi wisata alam cenderung tidak berkonflik. Namun bukan karena statusnya sebagai kawasan konservasi
dengan fungsi wisata alam yang menyebabkan koflik, melainkan disebabkan oleh perubahan hak akases dan pengelolaan sumberdaya yang terdapat di kawasan ini,
yaitu dari kepemilikan komunal masyarakat adat Arfak menjadi kepemilikan bersama masyarakat adat Arfak dan Pemerintah. Menurut Rustiadi 2006
bahwa terdapat dua masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya bersama; yaitu 1 free rider problem masalah penunggang gelap; dan 2 timbulnya kelangkaan
scarcity. Sistem perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat adat Arfak
sangat tergantung pada alam. Menurut filosofi masyarakat adat Arfak bahwa Taman Wisata Alam Gunung Meja diibaratkan seperti seorang “ibu” dimana jika
“air susu ibu” terus menerus diambil maka “ibu” akan meninggal dan tidak memberikan sumber penghidupan lagi. Sehingga masyarakat adat Arfak
memberlakukan rotasi perladangan, lahan yang baru ditanamai akan dibiarkan selama 3-4 tahun baru diijinkan untuk diusahakan lagi. Pada awalnya sistem ini
berjalan dengan baik karena lahan yang tersedia di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja lebih banyak dibandingkan dengan jumlah orang yang
mengusahakan. Namun, dengan pertambahan jumlah masyarakat adat Arfak dan masyarakat non adat Arfak yang mengusahakan lahan di dalam kawasan sebagai
lahan pertanian menyebabkan siklus ini semakin pendek. Menurut penurutan masyarakat yang berada di kampung Manggoapi bahwa rotasi penanaman saat ini
hanya berjarak 1-2 tahun, bahkan untuk beberapa masyarakat non adat Arfak melakukan perladangan menetap. Demikian halnya dengan sumberdaya lainnya
flora, fauna, dll yang terdapat di kawasan ini juga mengalami kelangkaan scarcity. Rustiadi 2006 menyatakan bahwa kelangkaan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan konflik, kejahatan, bahkan perang antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya alam hutan; karena sumberdaya yang semakin
langka menyebabkan orang untuk berlomba-lomba untuk memiliki lebih dari hak yang diberikan kepadanya.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Kondisi open access yang terjadi di Taman Wisata Alam Gunung Meja
disebabkan oleh: a Sistem kelembagaan formal yang terdapat di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja masih bersifat sektoral,
kurang partisipatif, koordinatif dan kooperatif. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari yang memiliki
tanggungjawab terhadap pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja tidak melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik; b
Konsep Igya Ser Hanjop dan Ayamfos dalam kelembagaan adat masyarakat Arfak mulai ditinggalkan.
2. Kebijakan pemberian insentif berupa pemberian kompensasi terhadap
masyarakat adat Arfak ternyata tidak efektif untuk menekan laju degradasi lahan di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Selain itu,
pemberian kompensasi hanya menyelesaikan permasalahan kepemilikan terhadap lahan di dalam kawasan ini dimana terjadi peralihan kepemilikan
dari masyarakat adat Arfak kepada pemerintah, namun tidak menjawab persoalan terhadap kepemilikan sumberdaya yang ada di atas maupun di
dalam tanah kayu, flora, fauna, galian c, dan sumber air, sehingga masyarakat adat Arfak tetap mengakses dan memanfaatkan kawasan sama
seperti sebelum pemberian kompensasi. 3.
Peran Taman Wisata Alam Gunung Meja dari segi ekonomi masih bersifat individual karena hanya sebagian masyarakat yang menikmati nilai
ekonomi holtikultura, perkebunan, buah-buahan, dan hasil kayu dari kawasan ini. Selain itu, pemanfaatan ruang “spasial” di Taman Wisata
Alam Gunung Meja lebih mengarah kepada peruntukan perladangan, pemukiman dan pendirian sarana dan prasarana penunjang pembangunan
lainnya. 4.
Faktor hak pengelolaan, hak pembatasan dan suku merupakan faktor yang sangat mempengaruhi peluang seseorang untuk memilih bentuk