Peran Taman Wisata Alam Gunung Meja Dalam Penyediaan Ruang “Spasial”.

RWD, namun karena kurangnya pemeliharaan maka fasilitas-fasilitas tersebut sebagian besar telah rusak. Menurut Taran 2003 bahwa sumber mata air yang digunakan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Manokwari yang berasal dari kawasan ini sebanyak 7 sumber dengan data teknis sebagai berikut. Tabel 18. Data Teknis Sumber Air Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Manokwari Yang Berasal dari Taman Wisata Alam Gunung Meja. No. Nama Sumber Elevasi m dpl Kapasitas Sumber literdetik 1. Kwawi I 99 2 2. Kwawi II 89 1 3. Kwawi III 89 1 4. Indoki I 34 1.5 5. Indoki II 23 1 6. Indoki III 70 1 7. Kampung Ambon 41 1 Sumber: Taran, 2003. Namun hingga saat ini hanya tinggal 2 sumber mata air yang digunakan oleh PDAM karena sumber-sumber air yang lain di klaim oleh masyarakat setempat sebagai sumber air mereka. Sehingga terjadi penurunan pasokan air untuk kota Manokwari dari hutan ini melalui PDAM, dimana pada tahun 2003 PDAM mendapat pasokan dari hutan ini sebesar 10,28 tetapi pada tahun 2007 tinggal 8-9 31 .

6.4.2 Peran Taman Wisata Alam Gunung Meja Dalam Penyediaan Ruang “Spasial”.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dijelaskan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan dilarang untuk dilakukan di dalam suatu kawasan Taman Wisata Alam. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: 1. Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian- bagiannya di dalam dan keluar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan. 2. Melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan. 31 Wawancara dengan kepala teknis Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Manokwari 5 Juli 2007. 3. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan; 1 pariwisata alam dan rekreasi; 2 penelitian dan pengembangan; 3 pendidikan; dan 4 kegiatan penunjang budidaya. Dimana pemanfaatan-pemanfaatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemanfaatan ruang atau “spasial” oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja belum sesuai dengan peruntukan kawasan ini sebagai taman wisata alam. Masyarakat kampung Manggoapi, Fanindi, Brawijaya, dan Ayambori memanfaatkan kawasan ini untuk lahankebun pekarangan. Pemilikan kebun oleh masyarakat di dalam kawasan TWAGM sebanyak 38 Kepala Keluarga dengan persebaran luas dan lokasi sebagai berikut: 1. Di bagian barat kawasan Manggoapi rata-rata luasan kebun per kepala keluarga adalah 0,5 ha yang dimiliki oleh lima kepala keluarga. 2. Di bagian barat daya kawasan Fanindi rata-rata luasan kebun per kepala keluarga adalah 0,2 ha yang dimiliki oleh tujuh kepala keluarga. 3. Di bagian selatan kawasan Brawijaya rata-rata luasan kebun per kepala keluarga adalah 0,3 ha yang dimiliki oleh tujuh kepala keluarga. 4. Di bagian timur kawasan Ayambori rata-rata luasan kebun per kepala keluarga adalah 0,2 ha yang dimiliki oleh sembilan belas kepala keluarga. Sistem perladangan masyarakat adat Arfak di sekitar Taman Wisata Alam Gunung Meja adalah sistem perladangan berpindah dengan pola interaksi lingkaran. Pola hubungan ini membagi wilayah hutan dalam empat ruang pemanfaatan. Sebagai titik pusat lingkaran adalah wilayah pemukiman masyarakat, ke arah luar lingkaran berturut-turut wilayah ladang kebun, wilayah berburu, meramu dan ritual adat dan paling luar adalah Hutan Cadangan. Pusat pemukiman umumnya dekat sumber air seperti pinggiran sungai atau mata air Gambar 16. Kawasan Hutan Cadangan Kawasan Berburu Kawasan Meramu Mengumpulkan Hasil Hutan Kayu danNon Kayu Lahan berkebun atau bercocok tanam Jenis Tanaman: Ubi-ubian, kacang tanah sayur-sayuran tanaman buah- buahan. Kawasan pemukiman masyarakat, lahan pekarangan, tempat pemeliharaan ternak babi Pembangunan sarana umum Sumber Air : Aliran SungaiDASMata Air Gambar 16. Penampang Melintang Pola Interaksi Lingkaran Masyarakat Adat Arfak di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Tahapan-tahapan dalam sistem perladangan berpindah masyarakat adat Afak adalah sebagai berikut: 1. Pembabatan dan penebangan Pembabatan disini mencakup pembersihan rumput-rumputan dan pepohonan kecil berdiameter 5-10 cm. Dalam pembabatan banyak dikerjakan oleh kaum wanita, sedangkan penebangan pohon-pohon kecil lebih cenderung dikerjakan oleh kaum laki-laki. Apabila kebun yang dibuka berskala besar maka dikerjakan secara gotong royong. Setelah proses pembabatan selesai selanjutnya lahan dibiarkan kering terlebih dahulu ± 1 minggu. Tahapan penebangan pohon-pohon besar dilakukan setelah tahapan pembabatan selesai. Namun masyarakat hanya memangkas dahan-dahan dari pohon-pohon tersebut, sehingga pepohonan tersebut terlihat kering dan ini merupakan tabungan bahan bakar kayu bakar. Selama proses ini, para petani langsung mengumpulkan dahan-dahan kayu dan hasil pembabatan di pangkal pohon yang dahannya tadi ditebang, hal ini dilakukan sebagai persiapan bahan pembuatan pagar. Proses ini biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. 2. Pembakaran Tahapan pembakaran lebih cenderung dikerjakan oleh pihak perempuan sedangkan pihak laki-laki mempersiapkan pembuatan pagar. Proses pembakaran dilakukan berdasarkan jenis tanaman yang akan ditanam. Jika tanaman yang akan ditanam adalah keladi, ubi jalar dan singkong maka tahapan pembakaran tidak dilakukan tetapi apabila ingin menanam tanaman seperti bayam, cabe, tomat, ketimun dan jagung. Gambar 17. Proses Pembakaran Lahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja 3. Pembuatan Pagar Pembuatan pagar bertujuan untuk melindungi tanaman dari pengrusakan babi dan rusa. Namun saat ini pembuatan pagar sudah jarang dilakukan karena hama babi dan rusa sudah jarang ditemukan di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Model pagar yang biasa dibuat oleh masyarakat adat Arfak yaitu pagar susun, dimana kayu disusun keatas dan dijepit oleh dua tiang disampingnya. Proses pengerjaan ini dilakukan oleh kaum laki-laki. Gambar 18. Pagar Susun Sumber: Tim Fasilitasi PMP TWAGM, 2004a 4. Penanaman Penanaman areal perladangan oleh masyarakat adat Arfak umumnya hanya sebatas penyediaan sumber bahan makanan sehari-hari dan apabila produksi berlebihan maka akan dijual ke pasar-pasar terdekat. Tanaman yang biasanya ditanam oleh masyarakat adat Arfak adalah keladi, ubi jalar, singkong, pepaya, pisang, jagung, bayam, dan sawi. Penanaman jagung biasanya dilakukan lebih awal dengan menggunakan alat tugal. Setelah tanaman jagung berumur 3 minggu maka lahan akan ditanami tanaman ubi jalar. Dengan harapan setelah jagung dipanen maka ubi jalar akan menutupi sebagian areal kebun. Sedangkan untuk tanaman keladi dan singkong biasanya ditanam disela-sela tanaman bayam dan sawi. Pada tahapan ini kaum wanita lebih cenderung bekerja sedangkan pihak laki- laki membantu dalam hal penugalan. Gambar 19. Tahapan Penanaman Yang Dilakukan Oleh Wanita Arfak dan Tanaman Jagung Yang Sudah Dipanen. 5. Pemeliharaan Tahapan pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat adat Arfak dibagi menjadi dua pola yaitu pola intensif dan pola yang bergantung pada alam. Kedua pola ini sangat tergantung pada jenis tanaman yang ditanam. Untuk jenis tanaman seperti bayam, jagung, dan sawi dilakukan dengan pola intensif. Sedangkan tanaman seperti ubi jalar, keladi, pepaya, pisang dan singkong biasanya mengikuti pola yang bergantung pada alam. 6. Pemanenan Tahapan pemanenan lebih cenderung dikerjakan oleh pihak wanita, baik dalam hal pemetikan, penggalian dan pengangkutan hasil panen dari kebun ke rumah serta untuk pemasaran, sedangkan pihak laki-laki hanya sesekali membantu mengambil hasil panen singkong, pisang, dan pepaya. Proses pemanenan tanaman seperti keladi, singkong, betatas, jagung dan pepaya bisa dilakukan berkali-kali karena masyarakat hanya mengambil untuk memenuhi kebutuhan hidup selam 2-3 hari. Sedangkan tanaman seperti bayam dan sawi dilakukan hanya 2-5 kali panen karena tanaman ini memiliki umur yang singkat. Selain itu, pemanfaatan ruang atau “spasial” di dalam kawasan untuk perumahan penduduk dan bangunan fisik lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Apriani 2002 luas pemanfaatan lahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja untuk pemukiman penduduk dan sarana bangunan lainnya sebesar 2.95 ha. Selanjutnya menurut Balai Konservasi Sumberaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari dalam Tim Fasilitasi PMP TWAGM 2004a melaporkan bahwa di dalam kawasan ini terdapat 20 bangunan fisik diantaranya: 1. Tiga bak air minum permanen, ukuran 2,5 m x 3 m yang dibangun Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya di daerah kampung Ambon Atas mengarah ke kampung Ayambori. 2. Pembangunan jalan darat yang menghubungkan kampung Ayambori dengan wilayah disekitarnya yang membentang dari arah selatan ke timur memiliki lebar 3 meter dan panjang 2,4 km. 3. Pembangunan jaringan listrik ke Balitbang Kehutanan Papua Maluku oleh Perum Listrik Negara sepanjang 750 m. 4. Pembangunan jaringan telepon oleh PT. Telkom sepanjang 662 m dari Sarinah melalui kampung Ayambori ke kompleks Balitbang Kehutanan Papua Maluku. 5. Perumahan penduduk yang terdiri dari tiga rumah permanen milik Cabang Dinas Kehutanan XIV Manokwari, dua rumah semi permanen, empat rumah permanen, dan enam gubuk atau pondok kebun. 6. Menara pemancar signal telepon seluler milik Telkomsel seluas 264 m 2 . Tabel 19. Luas Penggunaan Lahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja Untuk Pembangunan Rumah dan Bangunan Fisik Lainnya Tahun 2007. Jenis Penggunaan Luas Ha Perumahan penduduk 0.02 Bak air 0.09 Tugu jepang 0.09 Jaringan telepon 0.66 Jaringan listrik 0.75 Jalan raya 1.34 Menara telkomsel 0.03 Sumber : Apriani, 2002; Tim Fasilitasi PMP TWAGM, 2004a; Data Primer 2007diolah Pembangunan fasilitas-fasilitas pembangunan seperti bak air, tugu jepang, jaringan telepon, jaringan listrik, jalan raya, dan menara telkomsel pada lahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja hanya berdasarkan pada keputusan pemerintah daerah kabupaten Manokwari dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Manokwari. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan pemerintah No. 68 Tahun 1998 yang menyatakan setiap kawasan taman wisata alam harus dikelolah berdasarkan suatu rencana pengelolaan yang diatur berdasarkan keputusan Menteri. Dimana dalam setiap rencana pengelolaan disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologis, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Rencana pengelolaan kawasan taman wisata alam juga sekurang- kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis-garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan. Namun hingga saat ini kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja belum memiliki Rencana Umum Pengelolaan Kawasan.

6.5 Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dan Sebundel Hak-Hak