Efektivitas Pemberian K Evaluasi Kebijakan Pemberian Kompensasi

Tabel 15. Hubungan Antara Pemberian Kompensasi Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Lainnya Flora dan Fauna Oleh Masyarakat Non Adat Arfak. Pemanfaatan Sumberdaya Lainnya Flora Fauna Tatap Menurun Tatap Menurun Dapat 0 0 0 0 Kompensasi Tidak Dapat 0 0 0 12 8 1 11 10 92 Total 0 0 100 12 8 1 92 11 S er, 2 h Tabel 16. Hu Antara Pem i D Pe Buah-buahan dan Obat-obatan Oleh Masyarakat Non Adat Arfak. umber: Data Prim 007diola bungan berian Kompensas engan manfaatan Sumberdaya Lainnya Pemanfaatan Sumberdaya Lainnya Buah-buahan Obat-obatan Tatap Menurun Tatap Menurun Dapat 0 0 0 0 Kompensasi Tidak Dapat 17 10 42 7 2 83 5 58 Total 17 2 83 10 42 5 58 7 S er, 2 h Pema sumberdaya yang terdap an lam n dan obat-obatan oleh masyarakat ompensasi Pembayaran Hak Ulayat Kayu dan Non Kayu di Taman Wisata Alam Gunung Meja. adanya peralihan k lemb umber: Data Prim 007diola nfaatan at di Tam Wisata A Gunung Meja seperti flora, fauna, buah-buaha pendatang mengalami penurunan. Namun penurunan tersebut bukan akibat dari pemberian kompensasi tetapi lebih disebabkan oleh kelangkaan scarcity. Dimana permintaan terhadap flora dan fauna tidak sebanding dengan ketersediaan sumberdaya tersebut di kawasan ini.

6.3.4 Efektivitas Pemberian K

Masyarakat Adat Arfak Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Pemberian kompensasi kepada masyarakat adat Arfak menyebabkan ekuasaan dari kelembagaan lokal adat Arfak kepada ke agaan formal pemerintah dalam pengelolaan lahan di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Adanya transfer kekuasaan tersebut menyebabkan masyarakat adat Arfak mulai meninggalkan kearifan lokal “Ayamfos” dan “Igya Ser Hanjop” dalam mengelola lahan dan sumberdaya lainnya di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Menurut salah seorang pemilik hak ulayat di Taman Wisata Alam Gunung Meja Esau Mandacan 27 mengatakan bahwa: “Masyarakat adat Arfak telah menjual ibu kandung 28 mereka kepada pemerintah, padahal dari dulu kawasan ini kami selalu pertahankan untuk kelangsungan hidup komunitas kami dan diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya”. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat adat Arfak dulunya memandang suatu kawasan tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi nilai budaya religius dan sosial. Namun saat ini hanya nilai ekonomi saja yang lebih diutamakan daripada kedua nilai lainnya. Hilangnya kearifan lokal masyarakat adat Arfak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kawasan ini menjadi kawasan yang seakan tidak bertuan open access. Kondisi ini menjadi semakin buruk karena lemahnya kapasitas monitoring dan kontrol dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I Manokwari terhadap sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Hal ini diakui oleh Ellia Sada 29 bahwa: “Saat ini hanya terdapat dua orang anggota BKSDA yang bertugas untuk menjaga kawasan ini. Untuk kegiatan monitoring dan kontrol tidak dilakukan tiap harinya karena dana operasional yang sangat minim”. Kedua kondisi diatas menyebabkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja terjebak pada kondisi de facto open access. Dimana para pihak cenderung berlomba-lomba untuk memanfaatkan sumberdaya lahan dan sumberdaya lainnya yang terdapat di kawasan ini secara besar-besaran untuk kepentingan masing-masing pihak. Sehingga pemikiran bahwa pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya 27 Esau Mandacan adalah kepala marga di Kampung Manggoapi wawancara tanggal 28 Juli 2007 28 Ibu kandung merupakan istilah yang sering digunakan oleh masyarakat adat Arfak dalam memandang suatu kawasan hutan 29 Ellia Sada merupakan salah satu kepala seksi di Balai Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I Manokwari wawancara 01 Juli 2007. lainnya yang terdapat di kawasan ini oleh pemerintah merupakan solusi penyelesaian masalah pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja terbukti tidak cocok.

6.4 Peran Taman Wisata Alam Gunung Meja Terhadap Pembangunan Kota