masyarakat di sekitar kawasan yang selama ini mengelolah lahan di dalam kawasan tidak mendapatkan kompensasi dan walaupun mendapatkan maka
jumlahnya sangat kecil. Contohnya kepala kampung Ayambori Kornelius Mandacan
32
yang hanya mendapatkan Rp. 500 000,-. Tabel 22. Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kelembagaan Kepemilikan
Lahan Land Tenure di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Kelembagaan Kepemilikan Lahan Land Tenure
Pemerintah Formal
Adat Arfak Informal
Dapat 3 33
6 67 Mam
Tidak 11 79
3 21
Sumber: Data Primer, 2007 diolah
6.5.2 Hubungan Bundle of Rights Sebundel Hak dengan Sumberdaya
Lahan Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Karakteristik suatu sumberdaya perlu diketahui untuk memberikan suatu landasan pengelolaan sumberdaya tersebut secara berkelanjutan. Karakteristik
tersebut dapat dilihat dari kepemilikannya, dimana menurut FAO 2002, bahwa kepemilikan suatu kawasan digolongkan menjadi empat golongan yaitu: 1
kepemilikan privat; 2 kepemilikan komunal; 3 open acess Common Pool Resourcekepemilikan bersama; dan 4 kepemilikan publik atau negara.
Hampir seluruh sumberdaya hutan di Indonesia merupakan milik negara atau publik termasuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Namun, perlu
di jelaskan bahwa yang menjadi milik publik dari sumberdaya hutan adalah manfaat tidak langsung atau fungsi hutan secara tidak langsung seperti fungsi
hidrologis, fungsi iklim mikro dan lainnya. Sedangkan manfaat langsungnya dapat dimiliki secara eksklusif oleh para pemegang hak atau ijin atau para pemilik
hutan, pengelola hutan rakyat atau pengelola hutan adat.
32
Kornelius Mandacan wawancara tanggal 20 Juni 2007.
Tabel 23. Persepsi Masyarakat Tentang Sifat Sumberdaya Lahan Yang Terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Kelompok Masyarakat Mam Min Mbrei
Total Milik Pemerintah
10 45.5 10 59
13 68.4 33 57
Milik Bersama 10 45.5
7 41 5 26.3
22 38 Milik Adat Arfak
2 9.0 0 0
1 5.3 3 5
Sumber: Data Primer, 2007 diolah
Persepsi masyarakat
Mam, Min dan Mbrei tentang sifat sumberdaya lahan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja dibagi menjadi tiga, yaitu
public good lahan wisata: goa, dan Tugu Jepang, common pool resource lahan sekitar sumber mata air, dan club good lahan pertanian dan perkebunan yang
masih dimiliki oleh masyarakat adat Arfak. Rustiadi 2006 mengatakan bahwa secara empirik suatu sumberdaya, misalnya lahan, selalu akan memiliki lebih dari
satu sifat private good, common pool resource, club good, dan public good. Seringkali pada sumberdaya yang sama, misalnya lahan, terdapat berbagai
hak yang melekat dan hak-hak tersebut dapat dimiliki oleh satu orang atau kelompok yang sama Afiff, 2002. Persoalan ini yang kemudian menyebabkan
mengapa konsep kepemilikan lahan seringkali dijelaskan dengan prinsip “bundle of rights” sebundel hak-hak.
Tabel 24. Persepsi Masyarakat Tentang Hubungan Antara “Bundle of Rights” Dengan Sumberdaya Lahan Yang Terdapat di Taman Wisata Alam
Gunung Meja.
Pemerintah Adat
Arfak Umum
Pemerintah dan Adat Arfak
Hak Akses dan Pemanfaatan
11 50
11 50
Hak Pengelolaan 13
59 9
41 Hak Pembatasan
5 23
17 77
Mam Hak Pelepasan
18 82
4 18
Hak Akses dan Pemanfaatan
10 59
7 41
Hak Pengelolaan 11
65 6
35 Hak Pembatasan
13 76
4 24
Min Hak Pelepasan
7 41
10 59
Hak Akses dan Pemanfaatan
14 72
5 26
Hak Pengelolaan 11
58 8
42 Hak Pembatasan
19 100
Mbrei Hak Pelepasan
5 26
14 74
Hak Akses dan Pemanfaatan
35 60
23 40
Hak Pengelolaan 35
60 23
40 Hak Pembatasan
37 64
21 36
Total Hak Pelepasan
30 52
28 48
Sumber: Data Primer, 2007 diolah
Hak-hak yang dimiliki oleh pemerintah, yaitu hak akses dan pemanfaatan rights of access and withdrawal, hak pengelolaan rights of management, dan
hak pembatasan rights of exclusion. Sedangkan untuk hak pelepasan dimiliki oleh masyarakat adat Arfak. Hal ini berarti, pemerintah tidak dapat disebut
sebagai pemilik owner dari pada lahan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja tetapi hanya kepunyaan proprietor.
6.6 Righs, Resposibilities, Revenues, dan Relationships Antara Stakeholder