semua orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya yang kemudian akan diputuskan oleh para andigpoy, pinjoinding, pinjoipliley,
dan nekei dari masing-masing marga. Perundingan tersebut dipimpin oleh kepala suku besar Arfak.
Pemilihan pemimpin pada masyarakat Arfak yang berada disekitar Taman Wisata Alam Gunung Meja didasarkan pada keturunan, dimana kepala suku yang
memimpin saat ini memperoleh jabatan dari orang tuanya. Kemudian apabila kepala suku ini meninggal maka saudara laki-lakinya yang lain akan
menggantikan dia. Jika adik kedua sudah meninggal maka kepemimpinan kepala suku diserahkan kepada adik laki-laki berikutnya sampai anak laki-laki yang
terakhir. Apabila semua saudara laki-laki dari kepala suku pertama telah meninggal maka kepemimpinan akan dialihkan ke anak laki-lakinya yang
pertama.
6.2.3 Kepemilikan Lahan Land Tenure Kawasan Taman Wisata Alam
Gunung Meja Secara de facto.
Penguasaan tanah oleh suku tertentu ditentukan oleh kepala suku besar Arfak, dimana batasan dan luasan dari penguasaan tanah tidak tercantum dalam
surat bermaterai tetapi ditentukan oleh batas-batas alam. Menurut hasil wawancara dengan Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua di Manokwari
Barnabas Mandacan mengatakan bahwa ada tiga orang yang berwewenang terhadap penguasaan tanah atau lahan di Kota Manokwari yaitu Bapak Kleopas
Meidodga, Alm Barent Mandacan, dan Alm Loudwjik Mandacan
17
. Batas-batas kewenangan dari pada masing-masing kepala suku ditentukan
menurut batas alam yang sudah turun temurun dan diakui oleh seluruh lapisan masyarakat Arfak. Bapak Keleopas Meidodga memiliki batas dimulai dari daerah
Borobudur, Pasir Putih, Susweni sampai Aipiri, untuk bapak Alm Barent Mandacan memilik wewenang mulai dari daerah Borobudur, Manggoapi, Amban,
sampai ke daerah pantai utara. Sedangkan bapak Alm Loudwijik Mandacan memiliki batas kewenangan mulai dari daerah Borobudur samapi ke Sowi 4.
17
Sampai saat ini belum ada penggantinya karena belum dilakukan Musyawarah Adat untuk pemilihan dan pelantikan pengganti bapak Lodwijik Mandacan dan Barent Mandacan.
Gambar 13. Peta Kepemilikan Lahan Land Tenure di Kota Manokwari Secara de facto
Kepemilikan lahan land tenure dalam Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja sangat ditentukan oleh kebijakan dan legitimasi dua tokoh besar
Arfak, yaitu Alm Loudwjik Mandacan dan Alm Barent Mandacan serta kerabatnya. Wilayah kepemilikan lahan land tenure kawasan dibagi, sebagai
berikut: wilayah Ayambori, Kampung Ambon dan Brawijaya dimiliki oleh Bapak Alm Loudwjik Mandacan dan Wilayah Fanindi, Manggoapi dan Amban dimiliki
oleh Alm Bapak Barent Mandacan serta kerabatnya Meidodga dan Saroi.
Gambar 14. Peta Kepemilikan Lahan Land Tenure di Taman Wisata Alam Gunung Meja Secara de facto.
6.2.4 Kepemilikan Lahan Land Tenure Kawasan Taman Wisata Alam
Gunung Meja Secara de jure.
Meja secara de jure dimiliki oleh negara
lam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
dengan asas m
unculnya kebijakan- kebijak
Taman Wisata Alam Gunung Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar tahun 1945, dimana pada pasal 33
ayat 3 secara tegas menyatakan ”bumi, air dan kekayaan a
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan seharusnya dilakukan
anfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan kepemilikan, tetapi
Negara memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan
dan hasil hutan; serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya Pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan izin dan hak
kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan. Sehingga Departemen Kehutanan yang mewakili Pemerintah, bertanggungjawab untuk
memastikan bahwa pemanfaatan kekayaan alam adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja
tanggungjawab tersebut diberikan kepada Sub Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Manokwari, Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua I Sorong dan
Balai Konservasi Sumberdaya Alam VIII Maluku-Papua. Namun dalam kenyataannya institusi ini tidak menjalankan fungsinya sebagaimana yang
dibebankan kepadanya. Salah satu indikatornya adalah belum adanya Rencana Umum Pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Sehingga program-
program yang dilakukan selam ini bersifat sektoral. Undang-undang Dasar 1945 merupakan dasar m
an pemerintah undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri kehutanan, ketetapan MPR, dan peraturan daerah terhadap pengakuan kepada hak
ulayatadat masyarakat adat dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia
secara umum dan secara khusus di Taman Wisata Alam Gunung Meja. Kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah seharusnya mendukung pengakuan
terhadap hak ulayatadat masyarakat adat Arfak dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja dapat dilihat pada
Tabel 10. Namun dari semua kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
Tabel 10. Perlindungan Negara Terhadap Hak Masyarakat Adat Arfak dalam
Aturan Hak Pemanfaatan
Mekanisme
Pengelolaan Sumberdaya Hutan yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung Meja.
Undang-und Nomor
si l 7 perlindungan
sistem p ga
ntuk mutu
usia. -
, n
litian, an
- emerintah
ak a
ta -
pasal 36 ayat 1 pe
a pengkajian
;
n
- eran
tau h
lui a
- rta rakyat
asal erintah
kyat n
- pasal 38 ayat 1
dal lam
dapat t
ana 974
- lebih lanjut
diatur ang
- pasa
5 Tahun 1990 tentang Konserva
Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya enyang
kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya
proses ekologis yang menunjang
kelangsungan kehidupan u
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kehidupan man
pasal 31 ayat 1 di dalam taman nasional
taman hutan raya, da taman wisata alam
dapat dilakukan kegiatan untuk
kepentingan pene ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, d
wisata alam pasal 34 ayat 3 untuk
kegiatan kepariwisataan dan
rekreasi, p dapat memberikan h
pengusahaan atas zon pemanfaatan taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisa
alam dengan mengikutsertakan
rakyat. manfaatan jenis
tumbuhan dan satw liar dapat
dilaksanakan dalam bentuk: 1
penelitian dan pengembangan;
2 penangkaran 3 perburuan;
4 perladangan; 5 peragaan;
6 pertukaran; 7 budidaya tanama
obat-obatan; dan 8 pemeliharaan
untuk kesenangan. pasal 37 ayat 1 p
serta rakyat dalam konservasi
sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya diarahkan a
digerakkan ole pemerintah mela
kegiatan yang berday guna dan berhasil
guna. pasal 37 ayat 2
dalam mengembangkan
peranse sebagaimana
dimaksud dalam p 37 ayat 1, pem
menumbuhkan dan meningkatkan sadar
konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya di
kalangan ra melalui pendidika
dan penyuluhan. am rangka
pelaksanaan konservasi
sumberdaya a hayati dan
ekosistemnya, Pemerintah
menyerahkan sebagian urusan di
bidang tersebu kepada Pemerintah
Daerah sebagaim dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di
Daerah. pasal 38 ayat 2
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 38 ayat 1,
dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
- pasal 5 ayat 1 setiap orang mempunyai hak
- ai hak
n peran -
ak
ran -
er asai
bagi
- erhak
an enegak
ang -
m nyai
sama gan
- naan ketentuan
n
hkan san
ikan
ran. - pasal 9 ayat 1
pemerintah n
dan g
dat
- secara
i
elolaan p.
-
dup, pat
ntah
- urusan
dengan tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
pasal 5 ayat 2 setiap orang mempuny
atas informasi lingkungan hidup yang
berkaitan denga dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
pasal 5 ayat 3 setiap orang mempunyai h
untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peratu
perundangundangan yang berlaku.
pasal 8 ayat 1 sumb daya alam diku
oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
serta pengaturannya ditentukan oleh
Pemerintah.
pasal 37 ayat 1 masyarakat b
mengajukan gugat perwakilan ke
pengadilan danatau melaporkan ke p
hukum mengenai berbagai masalah
lingkungan hidup y merugikan
perikehidupan masyarakat.
pasal 7 ayat 1 asyarakat mempu
kesempatan yang dan seluas-luasnya
untuk berperan dalam pengelolaan lingkun
hidup.
pasal 7 ayat 2 pelaksa
pada ayat 1 di atas, dilakukan dengan cara:
1 meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, da
kemitraan; 2 menumbuhkembangkan
kemampuan dan kepeloporan
masyarakat; 3 menumbu
ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawa sosial; 4 member
saran pendapat; 5 menyampaikan
informasi danatau menyampaikan lapo
menetapkan kebijaksanaa
nasional tentang pengelolaan
lingkungan hidup penataan ruan
dengan tetap memperhatikan nilai-
nilai agama, a istiadat, dan nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat.
pasal 9 ayat 2 pengelolaan
lingkungan hidup, dilaksanakan
terpadu oleh instans pemerintah sesuai
dengan bidang tugas dan tanggung jawab
masing-masing, masyarakat, serta
pelaku pembangunan lain dengan
memperhatikan keterpaduan
perencanaan dan pelaksanaan
kebijaksanaan nasional peng
lingkungan hidu
pasal 13 ayat 1 dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hi Pemerintah da
menyerahkan sebagian urusan
kepada Pemeri Daerah menjadi
urusan rumah tangganya.
pasal 13 ayat 2 penyerahan
sebagaimana dimaksud pada ayat
1 ditetapkan Peraturan
Pemerintah.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999
- pasal 4 ayat 3 penguasaan hutan oleh
kum
an - pasal 8 ayat 2
penetapan kawasan uan
n
latihan; -
yat 2 awasan
tata ruang -
kan wilayah tentang Kehutanan
Negara tetap memperhatikan hak
masyarakat hu adat, sepanjang
kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, serta tidak bertentang
dengan kepentingan nasional.
hutan dengan tuj khusus dapat berupa
hutan adat diperluka untuk kepentingan
umum seperti: a penelitian dan
pengembangan; b pendidikan dan
dan c religi dan budaya.
pasal 15 a pengukuhan k
hutan dilakukan dengan
memperhatikan rencana
wilayah.
pasal 17 ayat 2 pembentu
pengelolaan hutan tingkat unit
pengelolaan
- at berupa
- berdayakan
at, dan
aha
at -
n tan untuk
apat
ian; -
raan latihan
ndisi -
2 an atau
an n.
- 1
t :
an kat
kegiatan -
aatan an untuk
- an adat
dengan ngkan
h l
at arakat
- wasan
dilakukan
- asan
tarian
- tan hutan
kan
in usaha asa
pasal 5 ayat 2 hutan negara dap
hutan adat. pasal 30 dalam
rangka mem ekonomi masyarak
setiap badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan usaha milik
swasta Indonesia yang memperoleh izin us
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, diwajibkan bekerja sama dengan
koperasi masyarak setempat.
pasal 34 pengelolaa kawasan hu
tujuan khusus sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 d diberikan kepada : a
masyarakat hukum adat; b lembaga
pendidikan; c lembaga penelit
d lembaga sosial dan keagamaan
pasal 52 ayat 2 dalam penyelengga
penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan serta penyuluhan
kehutanan, wajib memperhatikan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kearifan
tradisional serta ko sosial budaya
masyarakat.
pasal 60 ayat masyarakat d
perorangan berper serta dalam
pengawasan kehutana
pasal 67 ayat masyarakat hukumadat
sepanjang menuru kenyataannya masih
ada dan diakui keberadaannya berhak
a melakukan pemungutan hasil hutan
untuk pemenuh kebutuhan hidup
sehari-hari masyara adat yang
bersangkutan; b melakukan
pasal 23 pemanf hutan bertuju
memperoleh manfaat yang optimal bagi
kesejahteraan seluruh masyarakat secara
berkeadilan dengan tetap menjaga
kelestariannya.
pasal 37 ayat 1 pemanfaatan hut
dilakukan oleh masyarakat hukum adat
yang bersangkutan, sesuai dengan
fungsinya. dilaksanakan
mempertimba karakteristik lahan,
tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daera
aliran sungai, sosia budaya, ekonomi,
kelembagaan masyarakat setemp
termasuk masy hukum adat dan batas
administrasi pemerintahan.
pasal 24 pemanfaatan ka
hutan dapat pada semua kawasan
hutan kecuali pada hutan cagar alam
serta zona inti dan zona rimba pada
taman nasional.
pasal 25 pemanfaatan kaw
hutan peles alam dan kawasan
hutan suaka alam serta taman buru
diatur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
pasal 26 ayat 2 pemanfaa
lindung dilaksana melalui pemberian
izin usaha pemanfaatan
kawasan, iz pemanfaatan j
lingkungan, dan izin pemungutan hasil
hutan bukan kayu.
pengelolaan hutan berdasarkan hukum
adat yang berlaku d tidak bertentangan
dengan undangundang; dan c mendapatka
pemberdayaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya.
pasal 68 ayat 4 setiap orang berhak
an n
- rena
atas ai
memperoleh kompensasi ka
hilangnya hak tanah miliknya sebag
akibat dari adanya penetapan kawasan
hutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundanga-undangan yang berlaku.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994
- an
- an
- m berhak
ri -
pasal 3 ayat 3 jenis- jenis usaha sarana
i n,
- pasal 5 ayat 2
pengusahaan an
. -
ri ng
Kepala .
- tata
tan ayat
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Zona Pemanfaatan Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam pasal 4 usaha sarana
pariwisata alam diselenggarakan
dengan persyarat bentuk bangunan
bergaya arsitektur budaya setempat.
pasal 5 pengusaha pariwisata alam
diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha
milik negara, perusahaan swasta dan
perorangan. pasal 9 pengusaha
pariwisata ala untuk: a mengelola
sarana pariwisata sesuai dengan jenis usaha
yang terdapat dalam izin usahanya; b
menerima imbalan da pengunjung yang
menggunakan jasa yang diusahakannya.
pariwisata alam meliputi usaha: a
akomodasi seperti pondok wisata, bum
perkemahan, karava penginapan remaja;
b makanan dan minuman; c sarana
wisata tirta; d angkutan wisata; e
cinderamata; f sarana wisata budaya.
pariwisata alam diselenggarak
setelah mendapatkan izin pengusahaan
pasal 5 ayat 3 Izin pengusahaan
pariwisata alam diberikan oleh
Menteri setelah mendapat
pertimbangan da Menteri ya
bertanggung jawab dibidang
kepariwisataan dan Gubernur
Daerah Tingkat I yang bersangkutan
pasal 5 ayat 4 Ketentuan lebih
lanjut mengenai cara dan persyara
pemberian izin sebagaimana
dimaksud dalam 2 diatur oleh
Menteri.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998
an -
pasal 3 pengelolaan Kawasan Suaka Alam
a kelestarian m
sehingga dukung
- pasal 37 kawasan
Taman Wisata Alam
nis satwa
- m
- ngelolaan
n -
an taman
- tang
san tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestari
Alam dan kawasan
Pelestarian Alam bertujuan
mengusahakan terwujudny
sumber daya ala hayati serta
keseimbangan ekosistemnya
dapat lebih men upaya peningkatan
kesejahteraan dikelola dengan
melakukan upaya pengawetan
keanekaragaman je tumbuhan dan
beserta ekosistemnya. pasal 45 ayat 1
upaya pengawetan Taman Wisata Ala
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: a
perlindungan dan pasal 14 ayat 3
rencana pe kawasan taman
wisata alam diatur dengan keputusa
menteri. pasal 35
pengelola wisata alam
dilakukan oleh pemerintah.
pasal 45 ayat 3 ketentuan ten
pengawetan kawa
masyarakat dan mutu kehidupan.
pasal 14 ayat 1 rencana pen
- gelolaan
lam
n -
i daerah rintah
dap mber daya
uk lahan;
yang si
n yang starian
a. -
a, -
Kawasan Cagar A dan Kawasan Suaka
Margasatwa disusun berdasarkan kajian
aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, da
social budaya. pasal 57 untuk
membina fungs penyangga , peme
melakuan: a peningkatan
pemahaman masyarakat terha
konservasi su alam hayati dan
ekosistemnya; b peningkatan
pengetahuan dan keterampilan unt
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; c rehabilitasi
d peningkatan produktifitas lahan;
e kegiatan lain dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
pengamanan; b inventarisasi poten
kawasan; c penelitian dan
pengembanga menunjang pele
potensi; d pembinaan habitat dan
populasi satw pasal 53 sesuai
dengan fungsiny taman wiata alam
dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
a pariwisata alam dan rekreasi;
b penelitian dan pengembangan;
c pendidikan; dan atau d kegiatan
penunjang budidaya. taman wisata alam
diatur dengan keputusan menteri.
pasal 53 ayat 2 kegiatan pariwisata
alam dan rekreasi dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007
- pada
pat katan,
a
- cana
a
ikan
- 1
hutan t
- pasal 17 ayat 2
pemanfaatan hutan asan;
bukan -
pasal 17 ayat 3 pemanfaatan hutan
tan. -
ajiban provinsi,
utan. -
yat 1 pat
lui aha
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan
Hutan pasal 11 ayat 2
areal tertentu da ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai hutan kemasyara
hutan adat, hutan des atau kawasan hutan
dengan tujuan khusus KHDTK.
pasal 13 ayat 1 penyusunan ren
pengelolaan hutan mengacu pada rencan
kehutanan nasional, provinsi, maupun
kabupatenkota dan dengan memperhat
aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat,
serta kondisi lingkungan.
pasal 17 ayat Pemanfaatan
bertujuan untuk memperoleh manfaa
hasil dan jasa hutan secara optimal, adil,
dan lestari bagi kesejahteraan
masyarakat. dapat dilakukan
melalui kegiatan: a pemanfaatan kaw
b pemanfaatan jasa lingkungan; c
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu; dan d pemungutan hasil
hutan kayu dan kayu.
dilaksanakan berdasarkan rencana
pengelolaan hu pasal 83 ayat 2
Pemberdayaan masyarakat
merupakan kew Pemerintah,
kabupatenkota yang pelaksanaannya
menjadi tanggung jawab kepala
Kesatuan Pengelolaan H
pasal 94 a pemberdayaan
masyarakat setem melalui hutan
kemasyarakatan dilakukan mela
pemberian izin us pemanfaatan hutan
kemasyarakatan.
- untuk
manfaat
setempat, bangan
atan -
n ikota
tempat ala
ang pasal 83 ayat 1
mendapatkan sumber daya hutan
secara optimal dan adil, dilakukan
pemberdayaan masyarakat
melalui pengem kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningk
kesejahteraannya. pasal 93 ayat 1
Menteri menetapka areal kerja hutan
kemasyarakatan atas usulan bupatiwal
berdasarkan permohonan
masyarakat se sesuai rencana
pengelolaan yang disusun oleh kep
KPH atau pejabat y ditunjuk.
Keputusan Menteri Pertanian No.
ukan h
- as taman
- Tidak mengatur akses
masyarakat adat Arfak -
Tidak mengatur mekanisme
s at adat
19KptsUm11980 tentang Penunj
Areal Hutan Gunung Meja seluas ± 500 ha
yang terletak di Daera Tingkat II Manokwari,
Daerah Tingkat I Irian Jaya sebagai Kawasan
Hutan dengan Fungsi Hutan Wisata cq.
Taman Wisata. Penetapan tata batas,
status dan lu wisata alam Gunung
Meja dengan luasan 500 ha
dalam pengelolaan Taman Wisata Alam
Gunung Meja pengelolaan akse
pengelolaan sumberdaya hutan
oleh masyarak Arfak.
Keputusan Bupati Kabupaten Manokwari
Nomor 152SSWK MKWIII2000
tentang Pembayaran Ganti Rugi Lahan
Taman Wisata Alam Gunung Meja
- di
- Pembayaran ganti rugi
hak ulayat masyarakat -
Tidak mengatur akses masyarakat adat Arfak
- Tidak mengatur
mekanisme s
at adat adat Arfak atas lahan
yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung
Meja. dalam pengelolaan
Taman Wisata Alam Gunung Meja
pengelolaan akse pengelolaan
sumberdaya hutan oleh masyarak
Arfak.
S er, 2007 diolah
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 memberian kesempatan kepada
umber: Data Sekund
rakyat disekitarnya untuk ikut berperan
18
dalam usaha pelestarian sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Lebih lanjut undang-undang ini juga menguraikan
bahwa sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam yang terdiri dari hewani, alam nabati ataupun berupa
fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai
18
Peranserta rakyat dapat berupa perorangan dan kelompok masyarakat baik yang teroganisir maupun tidak.
fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat digantikan. Oleh karena sifat tersebut maka upaya
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggungjawab dan kewajiban pemerintah dan masyarakat. Peran serta masyarakat akan
diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu, pemerintah berkewajiban meningkatkan pendidikan
dan penyuluhan bagi masyarakat dalam rangka sadar konservasi. Berhasilnya konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan
tercapainya tiga sasaran konservasi yaitu: 1 menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi keberlangsungan
pembangunan dan kesejahteraan manusia; 2 menjamin terpeliharaanya keanekaragaman genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang
pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumberdaya alam hayati bagi
kesejahteraan; dan 3 mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistemnya sehingga terjamin kelestariannya. Ketiga sasaran konservasi
diatas telah dilakukan oleh masyarakat adat Arfak Hatam, Sough, Meyakh, dan Moile yang berada di Taman Wisata Alam Gunung Meja selama beratus-ratus
tahun yang dikenal dengan “Igya Ser Hanjop”. Konsep ini memberikan pengertian bahwa hutan bukanlah tempat yang tidak bertuan dan tidak setiap orang boleh
masuk mengambil hasil-hasilnya. Masyarakat adat Arfak mengenal batas-batas wilayah untuk mengambil hasil hutan berupa buah, binatang dan kayu bagi
sumber kehidupan. Keberadaan hutan yang menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat adat Arfak di sekitarnya karena menjadi tempat untuk
menggantungkan hidup dan penyedia kebutuhan sehari-harinya. Karena fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat adat Arfak maka mereka
akan berjuang untuk mempertahankan batas-batas wilayah yang telah disepakati bersama. Selain itu, masyarakat adat Arfak juga memiliki batas-batas dalam
mengambil hasil-hasil hutan dimana hasil yang diambil tidak boleh melebihi kapasitas konsumsi satu rumah tangga.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 menjelaskan bahwa terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga
m ut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran
enunt
erupakan kunci keberhasilan
19
anggota masyarakat, yang dapat disalurakan melalui orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup,
seperti lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat adat, dan lain- lainnya, untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung serta daya tampung
lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. Lebih lanjut dikatakan bahwa hak atas informasi lingkungan merupakan suatu
konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas kerterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan
meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta masyarakat pengelolaan lingkungan hidup, disamping itu, juga akan membuka peluang bagi masyarakat untuk
mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data,
keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui
masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantuan
penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata ruang. Namun informasi-informasi tersebut tidak pernah diketahui oleh
masyarakat adat Arfak dan masyarakat di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja. Menurut Kartodihardjo 2006 bahwa keputusan yang dihasilkan
tanpa menggunakan informasi secara akurat atau tidak lengkap, akan sekedar menjadi norma, yang kebenarannya hanya terkonstruksi di dalam pikiran,
kebijakan seperiti ini baik, bahkan benar, tetapi tidak berjalan, karena tidak cukup dan tidak sejalan dengan persoalan di lapangan. Kurangnya pembahasan publik
oleh para stakeholder yang berperan penting dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Meja dengan masyarakat adat Arfak dan masyarakat lainnya yang
berada disekitar kawasan untuk menguji fakta-fakta yang diungkapkan masing- masing pihak, menyebabkan keputusan yang diambil seringkali tidak
memecahkan masalah yang terjadi di kawasan ini. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dari sisi
produksi, keberpihakan kepada rakyat banyak m
19
Peran sebagaimana dimaksud adalah peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat.
pengelolaan hutan. Selanjutnya dikatakan bahwa sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka
pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupatenkota, sedangkan
pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Undang-undang ini membagi hutan kedalam
dua golongan yaitu hutan negara dan hutan hak. Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk didalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai oleh masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat,
hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai
dan mengurus oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat
hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya dapat melakukan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan.
Hal ini memberikan ruang dan peluang masyarakat adat Arfak untuk mengelolah dan memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di Taman Wisata Alam Gunung
Meja sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 merupakan aturan
pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Peraturan pemerintah tersebut menjelaskan bahwa pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata Alam dapat berupa kegiatan pariwisata yang diselenggarakan melalui pengusahaan pariwisata alam. Dimana pengusahaan pariwisata alam
bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan gejala keunikan dan keindahan alam yang terdapat pada zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam. Pengusahaan pariwisata alam dapat diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha milik negara, swasata dan perorangan. Sehingga peluang
masyarakat adat Arfak untuk menyelenggarakan kegaitan pariwisata alam di Taman Wisata Alam Gunung Meja dapat terwujut. Peluang tersebut berupa 1
pengusahaan pariwisata alam dalam membangun fasilitas pariwisata harus
bergaya arsitektur budaya setempat pasal 4b; dan 2 harus mengikutkan masyarakat disekitar kawasan dalam kegitan usahanya pasal 10e.
Peraturan Pemerintah
Nomor 68 Tahun 1998 menjelaskan bahwa
nti pengelolaan Kawasan Suaka Alam
20
dan Kawasan Pelestarian Alam
21
pada hakikatnya merupakan salah satu aspek pembangunan berkelanjutan serta
pembangunan berwawasan lingkungan. Sehingga pengelolaan kedua kawasan tersebut merupakan suatu upaya peningkatan kesejahteraan rakyat sekaligus akan
meningkatkan pula pendapatan negara yang pada gilirannya akan memajukan hidup dan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pengelolaan kedua kawasan
tersebut tidak hanya didasarkan pada prinsip konservasi untuk konservasi itu sendiri, tetapi konservasi untuk kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat
Indonesia. Peran serta masyarakat adat Arfak di sekitar kawasan Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja dalam pengelolaan kawasan ini dapat terwujud
apabila daerah-daerah yang berada disekitar kawasan ditetapkan sebagai daerah penyangga. Dimana penetapan daerah penyangga dilakukan dengan menghormati
hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak. Penghormatan terhadap hak-hak pemegang hak mengandung arti menghargai, menjunjung tinggi, mengakui dan
menaati peraturan yang berlaku hukum adat dan kebiasaan masyarakat di sekitar kawasan. Pemerintah berkewajiban untuk membina masyarakat adat Arfak dan
masyarakat lainnya yang berada pada daerah penyangga melalui kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya, peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, rehabilitasi lahan, peningkatan
produktifitas lahan, dan kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga peluang masyarakat adat Arfak dan masyarakat lainnya
yang bermukim di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Meja dalam pengelolaan kawasan tersebut dapat terwujud dengan kegiatan-kegiatan diatas.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 sebagai pengga Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 disebabkan oleh dua faktor: 1 PP
No. 342002 belum mampu mendorong iklim investasi yang kondusif dalam
20
Kawasan Suaka Alam terdiri dari Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa.
21
Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari Kawasan Taman Nasional, Kawasan Taman Hutan Raya dan Kawasan Taman Wisata Alam.
sektor kehutanan dan belum mampu meningkatkan kapasitas sosial ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan; dan 2 PP No. 342002 belum
mengatur tentang pembentukan wilayah pengelolaan hutan pada tingkat unit pengelolaan sehingga pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini tidak berjalan dengan
baik, bahkan banyak menimbulkan kawasan hutan yang tidak terkelolah dengan baik open access. Menurut Kartodihardjo 2007 bahwa perubahan PP No.
342002 menjadi PP No. 62007 pada umumnya dimanfaatkan oleh pengamat dan penggiat kehutanan sebagai wahana untuk mengurai akar masalah kehutanan
selama ini, antara lain lemahnya pengelolaan hutan, rendahnya akses masyarakat terhadap hutan negara, tingginya biaya transaksi, rendahnya kapasitas usaha,
sambil memantau kemungkinan lebih terbukanya hutan bagi perluasan pertambangan. Dengan diterbitkannya PP No. 62007 akan mengundang konflik
baru bagi masyarakat adat Arfak dengan masyarakat non adat Arfak yang saat ini telah memanfaatkan lahan dan sumberdaya kayu serta non kayu yang terdapat di
Taman Wisata Alam Gunung Meja. Sejak penyerahan pemerintahan Nederland Nieuw Guinea Pemerintah
Belanda ke Pemerintah Republik Indonesia, maka pada tangal 10 November 1963, hutan Lindung Hidrologis Gunung Meja diserahkan kepada Pemerintah
Indonesia cq. Pemerintah Daerah Irian Barat untuk mengelolanya. Hingga tahun 1980, pengelolaan Hutan Lindung Hidrologis Gunung Meja belum dilakukan
secara intensif. Kemudian diterbitkan Surat Keptusan Menteri Pertanian Nomor 19KptsUmI1980 yang mengubah status kawasan dari Hutan Lindung
Hidrologis menjadi Hutan Wisata Alam dengan luasan ±500 ha. Surat keputusan ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan, antara lain: 1 hutan Gunung
Meja memiliki fungsi hidrologis, pengatur tata air, pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi, dan didalamnya terdapat berbagai jenis pohon seperti
Pometia sp, Alstonia Ficus spp, dan lain-lainnya; dan 2 di dalam hutan Gunung Meja juga merupakan habitat satwa liar yang dilindungi undang-undang seperti
Nuri, Kakatua, Mambruk dan lain-lainnya serta pemandangan alam yang sangat indah. Kemudian pada tahun 1982, Balai Planologi Kehutanan VI Maluku Irian
Jaya melakukan penataan batas ulang. Delapan tahun kemudian, tahun 1990, dilakukan lagi rekontruksi tata batas oleh Sub Balai Inventarisasi dan Tataguna
Hutan Manokwari. Hasilnya diketahui bahwa panjang batas luar kawasan adalah 10.97 km, terdapat 240 pal batas beton dan luas kawasan 460.25 ha. Namun dari
penentuan batas-batas tersebut tidak melibatkan masyarakat adat Arfak
22
. Degradasi yang terjadi di Taman Wisata Alam Gunung Meja yang
maki
6.3 Evaluasi Kebijakan Pemberian Kompensasi