Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Mulyasa: 2007:8 maka kinerja guru pembimbing ditambah 2 indikator yaitu layanan konsultasi dan mediasi yang
dikenal dengan istilah Pola 17 plus. Seperangkat kegiatan seperti tersebut di atas merupakan tolok ukur untuk
melihat sampai seberapa jauh kinerja guru pembimbing terhadap anak asuhnya yaitu sampai berapa jauhkah kepedulian guru pembimbing terhadap anak asuhnya
secara perorangan, menangani masalahmengentaskan masalah dan dalam mengembangkan siswa asuhnya. Glading 2004:283 mengemukakan bahwa
diantara serangkaian program bimbingan konseling, program preventif menjadi pusat perhatian karena dengan program ini akan dapat membantu siswa menjadi
lebih efektif dan memperbaiki kesehatan mental untuk menyongsong masa depan. Walaupun disana sini dijumpai permasalahan namun kinerja yang seyogyanya
dilakukan adalah memberikan berbagai layanan bimbingan konseling. Bila kegiatan ini dilakukan maka dapat diasumsikan dapat memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap perkembangan pribadi siswa. Dengan demikian maka pada gilirannya para siswa akan mempunyai konsep diri yang positif
2.1.5 Penilaian kinerja
a. Konsep penilaian kinerja. Dalam dunia pendidikan dikenal dengan tiga istilah yang sangat
berdekatan dan saling melengkapi. Ketiga istilah tersebut adalah evaluasi evaluation, pengukurann measurement dan penilaian assessment.
Arikunto 2004:1 menjelaskan ketiga istilah tersebut sebagai berikut: evaluasi berasal dari kata evaluation yang diserap dalam perbendaharaan istilah bahasa
Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Istilah “penilaian” merupakan
kata benda dari “nilai” sedangkan pengukuran mengacu pada kegiatan membandingkan sesuatu hal dengan satuan ukuran tertentu, sehingga sifatnya
menjadi kuantitatif. Dalam tulisan ini penulis cenderung menggunakan istilah penilaian sehingga bila digunakan dalam dunia organisasi disebut dengan
istilah penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Penilaian kinerja dilakukan secara formal maksudnya bahwa
penilaian dilakukan berdasarkan serangkaian kriteria yang telah ditetapkan dan secara obyektif. Penilaian kinerja yang dilakukan demikian tidak saja
dapat meningkatkan motivasi karyawan tetapi sekaligus dapat mengikis anggapan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasannya hanya akan
membuang-buang waktu belaka. Mengapa kinerja pegawai perlu dievaluasi ? menurut Ivancevich 1992 mengemukakan bahwa tujuan evaluasi kinerja
sebagai berikut ini 1
Pengembangan Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu dilatih dan
membantu evaluasi hasil latihan. Dan juga dapat membantu pelaksanaan Counseling
antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
2 Pemberian Reward
Pemberian reward dapat digunakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi. Selain itu dari berbagai organisasi
atau instansi juga menggunakan reward sebagai intrumen untuk memberhentikan pegawai.
3 Motivasi
Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggung jawab sehingga mereka terdorong untuk
meningkatkan kinerjanya. 4
Kompensasi Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan
apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
5 Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
Agar penilaian kinerja pegawai mencapai sasaran dengan tepat maka perlu diperhatikan beberapa faktor. Faktor yang dimaksud menurut Siagian 1997:225-
226 sebagai berikut: 1 yang dinilai adalah manusia, disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan,
2 penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan
pegawai yang dinilai dengan tiga maksud, yaitu: a dalam hal penilaian tersebut
positif, menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang, sehingga kesempatan meniti karier
lebih terbuka baginya. b dalam hal penilaian tersebut bersifat negatif, pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahan dan dengan demikian dapat mengambil
berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut. c jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif, kepadanya diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatannya, sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai. 3 Hasil
penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai,
baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Hasil atau produk kerja sering dianggap sebagai ukuran unjuk kerja yang paling obyektif karena dapat diukur secara kuantitatif dan dinilai secara
kualitatif. Ukuran kuantitatif terkait dengaan bidang produksi, dan ukuran kualitatif dikenakan pada kinerja bidang non produksi, dimana penilaian kinerja
dilakukan melalui penilaian rating oleh atasan, penilaian oleh teman kolega dan penilaian oleh dirinya sendiri. Senada dengan pendapat tersebut
Mangkunegara 1995:45 dan 2006:9 mengatakan bahwa hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Secara kuantitas misalnya berapa kali guru pembimbing melakukan kegiatan layanan informasi,
orientasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan,
konseling kelompok. Secara kualitas misalnya sampai dimana tingkat kepuasan klien, pemahaman klien terhadap dirinya setelah mengikuti layanan bimbingan
konseling, dan lain sebagainya. Oleh karena itu agar dalam penilian dapat obyektif maka perlu dikembangkan instrumen yang didasarkan pada indikator-indikator
yang mewakili variabel yang akan dinilai. Dengan demikian dalam menilai kinerja khususnya dalam kinerja guru pembimbing dapat dilakukan oleh dirinya sendiri.
b. Teknik Penilaian Kinerja. Penilaian kinerja merupakan salah satu upaya yang konstruktif dari
organisasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan karyawan dalam menjalankan tugasnya.. Penilaian kinerja karyawan adalah suatu proses yang digunakan oleh
organisasi untuk menilai pelaksanaan pekerjaan pegawai. Moekijat: 1995:119, sedangkan Handoko 1997:135 mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah
proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi karyawannya Oleh karena itu perlu disepakati standar yang ditetapkan sehingga dapat
digunakan oleh pekerja dalam melaksanakan tugas atau unjuk kerja. Disamping itu agar penilaian kinerja bersifat objektif, Gomes 1997:135-136 mengemukakan
tiga kualifikasi dalam pengembangan kinerja yaitu: relevansi, reliabilitas, dan diskriminan. Selanjutnya dilihat dari acuan penilaiannya maka terdapat tiga tipe
kriteria penilaian yang berbeda, yaitu: a.penilian kinerja berdasarkan hasil, b. penilaian kinerja berdasarkan perilaku dan c penilaian kinerja berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Penilaian kinerja berdasarkan hasil adalah merumuskan kinerja pekerja
berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil akhir. Jenis
penilaian ini analog dengan konsep Managemen By Objektive MBO . Sasaran kinerja ditetapkan oleh pimpinan atau manajemen dan sebaiknya agar tercipta
produktivitas kerja maka perlu partisipatif anggota karyawan. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku adalah mengukur pencapaian sasaran,
dan bukan hasil akhir. Dalam hal ini penilaian kinerja akan melihat bagaimana kualitas dan kuantitas kerja, kreativitas, kerjasama, tanggung jawab, motivasi dan
lain-lain. Penilaian kinerja berdasarkan pertimbangan, adalah menilai pekerja
berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik misalnya: jumlah kerja yang dilakukan dalam periode waktu tertentu, kualitas kerja yang dicapai, luasnya
pengetahuan tentang pekerjaan dan ketrampilan, kesediaaan kerjasama dengan orang lain, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan memperbesar
tanggung jawabnya, keaslian gagasan yang dimunculkan dan tindakan- tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul, kesediaan dan dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja, kepribadian keramah tamahan, integritas pribadi, dan kepemimpinan,
Terkait dengan penilaian kinerja Mardapi 1996 mengemukakan bahwa penilaian kinerja harus berdasarkan kreteria validitas yang sama , baik bukti dan
konsekuensinya. Ciri khas dari penilaian kinerja adalah pengamatan terhadap proses dan hasil. Oleh karena itu dalam penilaian kinerja hendaknya tidak
melupakan persyaratan penilaian seperti validitas, reliabilitas, objektivitas, dan lain-lain. Sehubungan dengan penlaian kinerja maka disamping penilaian
memiliki prinsip-prinsip pengukuran, hendaknya juga memiliki nilai sosial
Dalam kontek bimbingan konseling penilaian kinerja menurut Prayitno 1994 meliputi tiga jenis penilaian yaitu:
1 Penilaian segera LAISEG yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan
dan kegiatan pendukung bimbingan konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani
2 Penilaian jangka pendek LAIJAPEN, yaitu penilain dalam waktu tertentu
satu minggu sampai satu bulan setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung bimbingan konseling diselenggarakan untuk
mengetahui dampak layanan atau kegiatan terhadap peserta didik 3
Penilaian jangka panjang LAIJAPANG yaitu penilaian dalam waktu tertentu satu bulan sampai satu semester setelah beberapa layanan dan
kegiatan pendukung bimbingan konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau suatu kegiatan pendukung
bimbingan konseling terhadap peserta didik.. Penilaian kinerja didasarkan pada konsep dan pertimbangan deskripsi
perilaku spesifik seperti kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, tanggung jawab, kerjasama, disiplin kerja dan lain-lain. Dalam konteks bimbingan konseling
penilaian kinerja didasarkan pada model intrumen yang dikembangkan oleh Vanzandt Hayslip 2001:144 yang dikenal dengan istilah School Counselor
performance Appraisal kemudian disesuaikan dengan kinerja pada pola 17 plus
yang telah disepakati dan tercantum dalam kurikulum bimbingan konseling secara nasional. Dalam penelitian ini, penyusunan instrumen penilaian kinerja
berdasarkan model instrumen yang dijabarkan dari sembilan layanan dan lima
kegiatan pendukung yang tercantum dalam pola 17 plus. Pengembangan intrumen secara rinci diuraikan pada uraian variabel penelitian halaman 162.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja