kegiatan pendukung yang tercantum dalam pola 17 plus. Pengembangan intrumen secara rinci diuraikan pada uraian variabel penelitian halaman 162.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja performance seseorang dalam suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh faktor kepuasan dan ketidakpuasan. Faktor kepuasan merupakan salah satu faktor penentu kinerja seseorang. Kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang dialami guru karena keterkaitannya terhadap tugas dan kewajibannya sebagai tenaga pendidik di sekolah lembaga pendidikan Milton,
1981, Hoy, Miskel, 1991:89. Hal ini dapat dimaklumi bahwa apabila seseorang dalam suasana hati yang senang, bahagia dapat diasumsikan memunculkan kinerja
yang optimal. Sebaliknya apabila dalam diri seseorang terdapat ketidakpuasan dalam bekerja maka akan mempengaruhi kinerja mereka. Demikian juga
Panggabean 2004:131 yang mengutip pendapatnya Kreitner dan Kinicki mengemukakan bahwa kepuasan kerja ada hubungannya dengan ketekunan kerja,
komitmen organisasi, ketidakhadiran, keterlambatan, perputaran tenaga kerja dan prestasi kerja.
Kinerja disamping dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan individual, tingkat usaha yang dicurahkan,
dan dukungan organisasi. Mathis dan Jackson; 2006:113 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja performance merupakan fungsi dari kemampuan, usaha
dan dukungan organisasi, dan bila dibuat dalam bentuk rumus sebagai berikut : P = f A x E x S dimana
P = performance
A = Ability kemampuan E = Effort usaha , dan
S = Support dukungan Berdasarkan rumus itu dapat diberi makna bahwa kinerja seseorang
merupakan hasil dari kemampuan seseorang dan usaha untuk menyelesaikan tugas dan adanya dukungan dari organisasi. Apabila kemampuan tinggi dan usaha
tinggi, dan dukungan organisasi tinggi maka kinerja akan meningkat. Komponen usaha menurut pakar psikologi Mc Clelland disebut dengan istilah motif sosial,
dan salah satu dari motif sosial adalah motivasi berprestasi need for achievement
. Motivasi berprestasi Mc.Celland:1994 merupakan pendorong pada diri seseorang untuk menjadi yang terbaik, lebih tinggi dari apapun, ingin
mencapai puncak dan tidak senang menunda-nunda waktu. Bila seseorang mempunyai motivasi yang demikian maka dapat diasumsikan kinerjanya akan
menjadi yang terbaik. Sebaliknya seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi tetapi motivasinya rendah dan atau kemampuannya rendah tetapi motivasinya
tinggi, maka dapat di asumsikan kinerjanya akan rendah . Kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh budaya organisasi dan
kepemimpinan organisasi.Lako, 2004:70. Selanjutnya Lako 2004:72-73 mengemukakan bahwa mengapa budaya organisasi dan kepemimpinan sebagai
variabel prediktor yang menentukan efektivitas implementasi BSC Balanced Score Card
antara lain: Pertama
kesuksesan dan keberlanjutan implementasi BSC membutuhkan dukungan kuat dari leaders yang berjiwa transformational leadership. Hal ini
memurut Bass 1985 kepeminpinan transformational selalu berupaya menggerakan semua sumber daya kekuatan organisasi, menciptakan perbedaan
dan perubahan besar dalam kelompok dan organisasi, membesarkan kolega sub ordinat untuk mencapai kesadaran yang lebih besar atas perannya dalam
organisasi. Demikian pula kepemimpinan transformasional mempengaruhi dan berusaha melakukan transformasi budaya organisasional yang kompatibel dengan
iklim organisasi. Kedua,
implementasi BSC juga membutuhkan dukungan kuat dari budaya organisasional yang kuat dan adaptif. Menurut Lako 2002 yang telah
mengadakan review menyimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki sejumlah peran strategis sebagai berikut : 1 sebagai perekat antara pelaku organisasi yang
memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. 2 sebagai alat untuk membentuk sense of belonging dan sense of identity para pelaku organisasi. 3
sebagai core organizational values yang mampu mendorong karyawan memberikan gagasan-gagasannya, organisasi tetap sensitif terhadap kepuasan
pelanggan dan tuntutan stakeholders, pelaku organisasi agar selalu membangun iklim komunikasi yang kondusif, dan menanamkan komitmen para pelaku
organisasi untuk menerima segala resiko yang kemungkinan akan terjadi, 4 sebagai alat organisasi untuk membangun kinerja keuangan dan oganisasional
jangka panjang secara efektif, dan 5 sebagai resource organizational yang kompetitif jika para pemimpin dan pelaku organisasi lainnya mampu mengelola
dengan baik
2.1.7 Kinerja guru pembimbing dalam perspektif Manajemen Pendidikan 2.1.7.1 Ruang lingkup manajemen pendidikan
Manajemen merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji bagaimana suatu organisasi mengelola, memanfaatkan segala sumber daya baik
manusia maupun non manusia agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna, seperti yang dikemukakan oleh Hersey Blanchard 1992:3, Sugiyono, 2002:19
bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, mengendalikan dan mengembangkan segala
upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Manajemen merupakan proses kerjasama dengan melalui orang-orang dan
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Sejalan dengan konsep tersebut maka dalam manajemen perlu personal pimpinan yang memiliki kemampuan
komunikasi antar pribadi. Kemampuan komunikasi antar pribadi Liliweri,1991;11, Supratignyo,1995:9, Sugiyo, 2005:1 merupakan salah satu
faktor yang menentukan dalam berinteraksi dengan orang lain. Apabila dalam setiap organisasi pimpinannya mampu menciptakan komunikasi antar pribadi
yang humanistik maka tujuan organisasi akan tercapai secara efektif dan efisien. Di samping kemampuan komunikasi antar pribadi maka dalam proses
manajemen, seorang manajer hendaknya mempunyai tiga kemampuan yang menurut Hersey Blanchard 1992:5-6 mencakup:
a. Kemampuan teknis technical skill yaitu kemampuan menggunakan
pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman,
pendidikan dan latihan. b.
Kemampuan sosial social skill yaitu kemampuan dalam bekerja sama dengan dan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman
tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif. c.
Kemampuan konseptual conceptual skill yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak
unit kerja masing-masing kedalam bidang operasi organisasi secara menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak
selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya sendiri.
Sejalan dengan kemampuan tersebut maka dalam bidang pendidikan seorang manajer hendaknya mempunyai ke tiga kemampuan seperti tersebut di
atas. Hal ini karena manajemen pendidikan merupakan penataan pengelolaan, pengaturan dalam kegiatan-kegiatan lain yang sejenisnya berkesesuaian dengan
lembaga pendididkan beserta segala komponennya dan kaitannya dengan pranata lembaga lain Sudjana, 2004. Kegiatan ini mengindikasikan bahwa aktivitas
pendidikan akan mencapai tujuan yang efektif dan efisien apabila terdapat kegiatan yang terencana, teroganisir, pengarahan dari pimpinan serta pengawasan
Penelitian ini termasuk dalam bidang garapan Manajemen Pendidikan, karena kinerja merupakan produk atau out put dari suatu aktivitas manajemen.
Kinerja dalam suatu organisasi merupakan akumulasi dari serangkaian aktivitas individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini berarti keseluruhan
kegiatan untuk sampai pada produk tertentu tidak dapat dilepaskan dari manajemen sebagai sistem. Manajemen sebagai sistem apabila digambarkan
merupakan serangkaian hubungan antara masukan mentah input, proses dan hasil out put. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sugiyono
2001:19 bahwa bidang garapan manajemen pendidikan apabila dikaji dari sistem, maka bagan wilayah manajemen pendidikan seperti berikut ini:
Keterangan: P = Planning O = Orgtanizing S = Staffing D = Directing C = Coordinating R = Reporting B = Bugdeting
Gambar 2.3 : Ruang lingkup penelitian manajemen pendidikan Berdasarkan gambar di atas maka dapat dimaknai bahwa out put yang
berupa produktivitas dan kepuasan pengguna pendidikan merupakan akumulasi dari bagaimana aktualisasi dari fungsi manajemen dan interaksinya dengan input.
Dalam konteks lembaga pendidikan sekolah maka produktivitas atau kinerja dan kepuasan guru pembimbing sangat terkait dengan bagaimana kepala sekolah
Input Man
Money Machine
Material Method
Fungsi-fungsi Manajemen P O S D C R B
Output Produktivitas
Kepuasan Keuntungan
Pekerjaan baru
melaksanakan fungsi manajemen dan iklim organisasi, serta budaya organisasi yang berkembang di sekolah.
2.1.7.2 .Perilaku Organisasi Perilaku organisasi merupakan salah satu bidang kajian yang mengkaji
tentang determinan perilaku dalam organisasi, perorangan, kelompok dan struktur. Atau dengan istilah lain bahwa perilaku organisasi mengkaji apa yang dilakukan
seseorang dalam suatu organisasi dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi kinerja organisasi. .
Dalam perilaku organisasi terdapat tiga tingkat dasar yang perlu diperhatikan apabila kita akan mengembangkannya. Ketiga tingkat analisis
tersebut adalah tingkat individual, tingkat kelompok, dan tingkat sistem organisasi. Secara bertingkat bahwa keberhasilan organisasi diawali dengan
keberhasilan perorangan, kemudian tingkat kelompok dan barulah pada tataran sistem organisaasi.dengan kata lain keberhasilan suatu organisasi tidak mungkin
secara tiba-tiba tercapai pada tingkat sistem organisasi sebelum berhasil pada tingkat sebelumnya.
Gambar 2.4 berikut ini merupakan gambar model dasar perilaku organisasi yang dapat dikembangkan untuk menganalisis pada tingkat mana
perilaku organisasi memberikan hasil yang optimal
Gambar 2.4; Model Dasar Perilaku Organisasi Robbins, 1991,2007 1. Variabel tergantung
Variabel tergantung dependent variable merupakan faktor kunci yang ingin dijelaskan atau diramalkan. Apakah variabel tergantung utama dalam
perilaku organisasi itu? Secara umum dapat dinyatakan bahwa variabel tergantung merupakan variabel yang dikenai perlakuan. Dalam konteks manajemen
organisasi lebih menekankan pada produktivitas, kemangkiran, tingkat keluar masuknya karyawan, dan kepuasan kerja dan perilaku anggota itu sendiri Berikut
ini secara singkat masing-masing variabel untuk memahami apa yang mereka maksudkan dan mencapai tingkat perbedaan keberhasilan.
a. Produktivitas
Yang dimaksud dengan produktivitas suatu organisasi adalah jika organisasi itu secara produktif mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan
Tingkat sistem organisasi
Tingkat kelompok
Tingkat individual
mengubah masukan menjadi keluaran dengan biaya paling rendah. Sebagai contoh sekolah dikatakan efektif jika siswanya mencapai skor test yang tinggi pada ujian
akhir nasional. Sekolah dapat meningkatkan efisiensi jika skor tinggi tersebut dapat dicapai dengan jumlah guru dan staf pendukung yang ada jumlah kecil.
Sebaliknya organisasi sekolah dikatakan tidak efisien apabila pencapaian skor tes pada ujian akhir nasional tinggi tetapi dengan jumlah guru yang sangat banyak.
b. Ketidakhadiran Ketidakhadiran atau kemangkiran dapat berarti buruk dan dapat pula
dikatakan baik. Dalam organisasi yang mengandalkan pada teknologi lini perakitan kemangkiran lebih dari sekedar mengganggu, dapat mengakibatkan
suatu pengurangan drastis dalam kualitas keluaran bahkan dalam beberapa kasus dapat mengakhiri suatu produksi.
Ketidakhadiran dapat bermakna positif jika karyawan secara sukarela memilih untuk tidak masuk kerja dengan alasan sedang dalam kondisi stress atau
kelelahan. Dalam pekerjaan yang membutuhkan kewaspadaan misalnya dokter atau pilot. Akan baik bagi organisasi yang bersangkutan jika karyawan tersebut
tidak masuk kerja untuk menghindari kerugian yang lebih misalnya terjadinya kecelakaan kerja. Ketidakhadiran juga bermakna positif pada pekerjaan
manajerial. Kinerja seorang manajer atau pimpinan dapat diperbaiki bila para manajer itu sendiri tidak hadir dari tempat kerja, bukannya masuk dan membuat
keputusan yang buruk karena sedang dalam kondisi stresslelah. c. Tingkat keluar masuknya karyawan turn over
Jika yang mengundurkan diri bukan karyawan yang mempunyai posisi penting maka akan menguntungkan karena dengan demikian akan digantikan
posisinya oleh orang yang lebih berkualifikasi. Kebanyakan turn over dirasakan dampak negatifnya jika yang mengundurkan diri justru orang-orang yang
dibutuhkan perusahaan. d. Kepuasan kerja
Variabel ini unik karena lebih mengarah pada sikap bukan pada perilaku seseorang. Kepuasan kerja menjadi variabel dependen yang utama karena
beberapa penelitian di Organizational Behavior menunjukkan bahwa pekerja yang merasa puas itu berarti lebih produktif. Penelitian yang didasari prinsip
humanistic percaya bahwa kepuasan kerja seharusnya diakui secara objektif oleh
organisasi. Demikian pula menurut pandangan behavioristic bahwa apabila terjadi kepuasan pada para guru pembimbing maka guru tersebut ada kecenderungan
untuk meningkatkan kinerjanya. Organisasi harus bertanggung jawab atas pemenuhan gaji sesuai dengan jenis pekerjaan dan membutuhkan reward
intrinsic .
e. Organizational citizenship behavior perilaku anggota organisasi adalah
perilaku yang bukan merupakan bagian dari persyaratan jabatan formal seorang karyawan, meskipun demikian hal itu memungkinkan efektivitas. Seperti
misalnya karyawan berperilaku atau melakukan lebih dari tugas jabatan yang biasanya. Dalam pekerjaan yang dinamik, karyawan yang seperti ini sangat
dibutuhkan, karyawan menunjukkan perilaku baik sebagai anggota misalnya membuat pernyataan yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi
mereka, membantu yang lain dalam tim mereka, sukarela melakukan kegiatan tambahan, menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada
property perusahaan, dan lain sebagainya.
2. Variabel bebas a.
Variabel tingkat individual Seseorang yang memasuki sebuah organanisasi dengan karakteristik tertentu
yang akan mempengaruhi bagaimana mereka bekerja. Karakter yang bersifat personalbiografis seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, nilai-nilai, sikap,
kemampuanskill. Pada model Organzational Behavior level individu meliputi cirri-ciri kepribadian, nilai dan sikap serta kemampuan yang dimiliki. Kemudian
empat variabel lainnya yang mempengaruhi perilaku karyawan seperti persepsi, pengambilan keputusan pribadi, pembelajaran dan motivasi.
Apabila dianalogkan dengan penelitian ini maka ciri-ciri kepribadian guru pembimbing, merupakan variabel individual yang dapat diperkirakan berpengaruh
terhadap kinerja dan kepuasan kerja guru pembimbing, nilai dan sikap guru pembimbing akan mempengaruhi kepuasan dan kinerja mereka. Namun demikian
variabel ini tidak termasuk dalam penelitian yang dilaksanakan. b.
Variabel tingkat kelompok Perilaku seseorang dalam kelompok berbeda dengan bagaimana mereka
berperilaku seorang diri. Perilaku organisasi pada tingkat kelompok yang menjadi kajian dalam manajemen pendidikan meliputi: kepemimpinan, struktur kelompok,
komunikasi konflik, tim kerja sama. c.
Variabel tingkat sistem organisasi Variabel ini meliputi struktur desain organisasi formal, teknologi, proses
kerja, kebijakan, sumber daya manusia organisasi dan praktik-praktik seperti
proses seleksi, program training, metode penilaian kinerja, tingkat stress kerja,dan budaya internal organisasi.
Gamb Gambar 2.5; Model Dasar Perilaku Organisasi Sumber Robbins 2001.
Kebijakan dan praktek SDM
Teknologi desain kerja
dan strees Struktur dan
desain organisasi
Budaya organisasi
TINGKAT SISTEM ORGANISASI
Ciri biografis Kepribadian
Nilai dan sikap Kemampuan
Motivasi Persepsi
Pembelajaran individu
Pengambilan keputusan
individu
TINGKAT INDIVIDUAL
Kepemimpinan Pengambilan
keputusan
Komunikasi Struktur
kelompok Tim-tim kerja
Kekuasaan dan politik
Konflik Kelompok lain
TINGKAT KELOMPOK
Keluaran manusia Produktivitas
Absensi
Pergantian karyawan
Kepuasan Keluaran manusia
Masukan manusia Perubahan dan stress
2.1.8 Definisi konstruk Berdasarkan konsep tersebut maka definisi konstruk kinerja adalah
tampilan secara penuh guru pembimbing dalam melaksanakan 9 layanan dan 5 kegiatan pendukung yang mendasarkan pada 4 bidang bimbingan konseling.
2.2..Kepuasan Kerja 2.2.1.Konsep kepuasan Kerja
Kepuasan kerja yang dialami oleh masing-masing individu berbeda-beda. Hal ini terkait dengan bagaimana persepsi seseorang terhadap kerja dan
lingkungan kerja yang merupakan suatu sistem organisasi. Sebagai suatu komponen dalam organisasi, individu akan mewarnai perilaku mereka. Pada
tataran konsep psikologis yang menjadi permasalahan pada diri seseorang untuk bertingkah laku terkait dengan rasa puas pada diri individu terhadap kerjanya.
Kondisi demikian memang merupakan suatu hal yang wajar karena pada dasarnya setiap orang dalam melaksanakan aktivitas termasuk kerja ingin mencari
kepuasan. Terpenuhinya kepuasan berarti diperolehnya rasa puas pada diri individu yang mencakup kepuasan yang terkait dengan terpenuhinya sentuhan-
sentuhan psikologis atau karena adanya sentuhan-sentuhan fisik. Walaupun demikian apapun bentuk sentuhannya tetapi ujung-ujungnya lebih di domininasi
oleh kepuasan yang bersifat psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko 1985:141 yang menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan muara para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Definisi kepuasan kerja di atas lebih menitik beratkan pada aspek afektif yaitu aspek emosional dan perasaan seseorang yang tercermin dalam bentuk
senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan. Dalam hal ini seseorang dikatakan puas apabila dalam dirinya terdapat perasaan senang selama melakukan
aktivitas pekerjaan bekerja . Pakar lain Davis 1985:98 menyatakan kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai
dalam bekerja. Davis menitikberatkan pada perasaan seseorang yang mendukung seseorang dalam bekerja. Selanjutnya Robbins 1991:170 dan 2007:103
mengatakan bahwa kepuasan kerja job satisfaction merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Demikian juga Mathis dan Jackson
2006:121 mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, dan seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap
negatif terhadap pekerjaan itu. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan seseorang yang dapat memberikan dukungan dalam melakukan aktivitas atau bekerja. Apabila rumusan tersebut diterapkan dalam
profesi guru pembimbing maka kepuasan kerja guru pembimbing adalah suatu kondisi perasaan yang ada pada guru pembimbing dalam melakukan tugasnya
membantu siswa dalam mengembangkan potensi, bakat, minat dan sifat-sifat pribadi siswa secara optimal.
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Telaah terhadap faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja sangat
bervariasi tergantung pada sudut pandang pakar. Menurut Davis bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh : a hakikat tugas: b perasaan pada lingkungan tugas: c
penyelia dan d rekan kerja. Sedangkan Anoraga 1982:82 mengemukakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebagai berikut :
a. Faktor hubungan antar karyawan, meliputi: 1 Hubungan antarmanajer dengan karyawan
2 Jenis dan kondisi kerja 3 Hubungan sosial antar karyawan
4 Sugesti diri teman sekerja 5 Emosi dan situasi kerja
b. Faktor individual, berhubungan dengan : 1 Sikap karyawan terhadap pekerjaannya
2 Umur karyawan pada saat bekerja 3 Jenis kelamin karyawan
c. Faktor eksternal, antara lain : 1 Keadaan bekerja karyawan
2 Rekreasi 3 Pendidikan
Kepuasan kerja pada diri karyawan akan memberikan berbagai dampakefek pada berbagai hal seperti produkivitas, kemangkiran, dan keluarnya
karyawan Robbins, 1991: 173-175, Robbins, 2003: 102-103. Secara garis besar makna keterkaitan antara kepuasan dengan produktivitas, kemangkiran, dan
keluarnya karyawan sebagai berikut ini: Kepuasan dan produktivitas dalam tingkat individual dan organisasi
menurut beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Pada tingkat individual ternyata produktivitas akan memberikan kepuasan pada karyawan,
namunsebaliknya pada tingkat organisasi menunjukkan bahwa karyawan yang
lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari pada karyawan yang kurang puas. Berdasarkan pada tesis ini maka kemungkinan mengapa ada perbedaan antara
kepuasan anggota pada tingkat individual dan organisasi karena pada tingkat organisasi mempertimbangkan interaksi antar anggota. Namun demikian dapat
dinyatakan bahwa dalam organisasi dimana anggotanya memperoleh kepuasan pada gilirannya kinerja organisasi akan menjadi lebih produktif Robbins, 2003:
103, Robbins :2007:105. Kepuasan dan kemangkiran.mempunyai hubungan yang secara konsisten
negatif, namun angka korelasinya relatif kecil sekitar 0.40 Robbins, 2003:103, Robbins; 2007:103 . Hal ini berarti bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar
kemungkinan untuk tidak masuk kerja. Namun, ada temuan yang menarik bahwa apabila organisasi memberikan tunjangan cuti sakit yang longgar mendorong
semua karyawan termasuk yang merasa puas akan mengikuti cuti sakit. Selanjutnya penelitian di kantor. Sears Chicago dan New York tentang
eksperimen kehadiran karyawan di dua kota yang berbeda. Yang satu menuntut kehadiran dan satunya diberikan kebebasan untuk tidak hadir dan tanpa denda.
Arti dari eksperimen tersebut seharusnya jika kepuasan mendorong kehadiran, maka karyawan yang lebih puas tentu akan masuk kerja, sementara yang tidak
puas akan tinggal dirumah. Namun hasil penelitian di Chicago menunjukkan bahwa pekerjakaryawan dengan skor kepuasan yang tinggi maka tingkat
kehadirannya juga tinggi dibandingkan dengan karyawan yang mempunyai tingkat kepuasan rendah. Temuan ini berarti bahwa kepuasan berkorelasi negatif
dengan kemangkiran.
Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan berkorealsi negatif. artinya bahwa karyawan yang merasa puas akan meninggalkan atau keluar dari
perusahaan tersebut, tetapi penelitian selanjutnya memberikan bukti bahwa keluar atau tidaknya karyawan bukan ditentukan oleh puastidaknya karyawan melainkan
ada faktor moderator yang cukup signifikan seperti adanya upah yang tinggi, pengakuan, pujian, kesempatan promosi dll. Berdasarkan temuan tersebut maka
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan karyawan bukan sebagai penyebab keluarnya karyawan.
Fenomena kepuasan dan ketidakpuasan karyawan sangat menarik karena dari fenomena tersebut akan dapat dipahami bagaimana perilaku karyawan
tersebut dalam suatu organisasi. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih berperilaku dan berbicara secara positif tentang organisasi, membantu orang lain,
merasa bangga mampu bekerja melebihi tuntutan tugas dan merasa memperoleh keadilan. Sebaliknya karyawan yang tidak puas akan mengeluh, tidak patuh,
mencuri milik organisasi, mengelak dari tanggung jawab, namun demikian tidak semuanya muncul dalam sikap dan tingkah laku seperti minta berhenti, dan
pengabaian yaitu membiarkan kondisi memburuk termasuk mangkir, atau datang terlambat serta tingkat kekeliruan meningkat. Menurut Robbins 2003:105
ternyata karyawan yang tidak puas tidak selamanya negatif tetapi dapat pula dalam bentuk memberikan saran konstruktif dan mencoba memperbaiki aturan-
aturan yang dianggap tidak positif, dan adanya kesetiaan karyawan melalui pembelaan organisasi apabila organisasinya dikritik dari luar.
Berdasarkan fenomena diatas apabila diterapkan pada guru pembimbing di sekolah agaknya terdapat kemiripan khususnya dalam hal mangkir, dan datang
terlambat. Namun demikian peran kepemimpinan kepala sekolah sangat membantu mengatasi ketidakpuasan guru pembimbing dalam kinerjanya. Kepala
Sekolah sebagai manajer tentunya mampu memotivasi para guru termasuk guru pembimbing untuk memberikan konstribusi terbaik pada sekolahnya
2.2.3. Dimensi kepuasan kerja. Robbins 1991:2003 mengemukakan bahwa dimensi kepuasan kerja
meliputi: a karakteristik kesehatan mental dalam kerja, b keseimbangan hadiah, c dukungan teman kolega d kondisi lingkungan kerja. Berikut ini
penjelasan singkat dimensi kepuasan kerja karyawan atau guru pembimbing di sekolah.
a. Karakteristik kesehatan mental dalam kerja maksudnya adalah bahwa
secara psikologis apabila guru pembimbing konselor dapat memperoleh perasaan senang maka mereka akan memperoleh rasa puas.
b. Keseimbangan hadiah artinya guru pembimbing konselor akan merasa
puas apabila dalam bekerja memperoleh hadiah atau gaji yang sesuai dengan yang seharusnya mereka terima.
c. Dukungan temankolega artinya bahwa seorang guru pembimbing
konselor akan merasa puas apabila dalam bekerja guru pembimbing dan guru bidang studi lain memberikan dukungan atas kerjanya atau saling
mendukung.
d. Kondisi lingkungan kerja artinya guru pembimbing konselor akan
merasa puas apabila kondisi lingkungan dimana mereka bekerja memberikan rasa nyaman, suasana kondusif dan menyenangkan.
2.2.4. Definisi konstruk Berdasarkan kajian teoritis tersebut maka definisi konstruk tentang
kepuasan kerja guru pembimbing dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu kondisi perasaan yang ada pada guru pembimbing konselor dalam melakukan
tugasnya yaitu membantu siswa untuk mengembangkan potensi, bakat, minat dan sifat-sifat pribadi siswa agar berkembang secara optimal
2.3.. Kepemimpinan Kepala Sekolah 2.3.1. Konsep kepemimpinan