Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

kegiatan pendukung yang tercantum dalam pola 17 plus. Pengembangan intrumen secara rinci diuraikan pada uraian variabel penelitian halaman 162.

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Kinerja performance seseorang dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor kepuasan dan ketidakpuasan. Faktor kepuasan merupakan salah satu faktor penentu kinerja seseorang. Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang dialami guru karena keterkaitannya terhadap tugas dan kewajibannya sebagai tenaga pendidik di sekolah lembaga pendidikan Milton, 1981, Hoy, Miskel, 1991:89. Hal ini dapat dimaklumi bahwa apabila seseorang dalam suasana hati yang senang, bahagia dapat diasumsikan memunculkan kinerja yang optimal. Sebaliknya apabila dalam diri seseorang terdapat ketidakpuasan dalam bekerja maka akan mempengaruhi kinerja mereka. Demikian juga Panggabean 2004:131 yang mengutip pendapatnya Kreitner dan Kinicki mengemukakan bahwa kepuasan kerja ada hubungannya dengan ketekunan kerja, komitmen organisasi, ketidakhadiran, keterlambatan, perputaran tenaga kerja dan prestasi kerja. Kinerja disamping dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan individual, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi. Mathis dan Jackson; 2006:113 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja performance merupakan fungsi dari kemampuan, usaha dan dukungan organisasi, dan bila dibuat dalam bentuk rumus sebagai berikut : P = f A x E x S dimana P = performance A = Ability kemampuan E = Effort usaha , dan S = Support dukungan Berdasarkan rumus itu dapat diberi makna bahwa kinerja seseorang merupakan hasil dari kemampuan seseorang dan usaha untuk menyelesaikan tugas dan adanya dukungan dari organisasi. Apabila kemampuan tinggi dan usaha tinggi, dan dukungan organisasi tinggi maka kinerja akan meningkat. Komponen usaha menurut pakar psikologi Mc Clelland disebut dengan istilah motif sosial, dan salah satu dari motif sosial adalah motivasi berprestasi need for achievement . Motivasi berprestasi Mc.Celland:1994 merupakan pendorong pada diri seseorang untuk menjadi yang terbaik, lebih tinggi dari apapun, ingin mencapai puncak dan tidak senang menunda-nunda waktu. Bila seseorang mempunyai motivasi yang demikian maka dapat diasumsikan kinerjanya akan menjadi yang terbaik. Sebaliknya seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi tetapi motivasinya rendah dan atau kemampuannya rendah tetapi motivasinya tinggi, maka dapat di asumsikan kinerjanya akan rendah . Kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh budaya organisasi dan kepemimpinan organisasi.Lako, 2004:70. Selanjutnya Lako 2004:72-73 mengemukakan bahwa mengapa budaya organisasi dan kepemimpinan sebagai variabel prediktor yang menentukan efektivitas implementasi BSC Balanced Score Card antara lain: Pertama kesuksesan dan keberlanjutan implementasi BSC membutuhkan dukungan kuat dari leaders yang berjiwa transformational leadership. Hal ini memurut Bass 1985 kepeminpinan transformational selalu berupaya menggerakan semua sumber daya kekuatan organisasi, menciptakan perbedaan dan perubahan besar dalam kelompok dan organisasi, membesarkan kolega sub ordinat untuk mencapai kesadaran yang lebih besar atas perannya dalam organisasi. Demikian pula kepemimpinan transformasional mempengaruhi dan berusaha melakukan transformasi budaya organisasional yang kompatibel dengan iklim organisasi. Kedua, implementasi BSC juga membutuhkan dukungan kuat dari budaya organisasional yang kuat dan adaptif. Menurut Lako 2002 yang telah mengadakan review menyimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki sejumlah peran strategis sebagai berikut : 1 sebagai perekat antara pelaku organisasi yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. 2 sebagai alat untuk membentuk sense of belonging dan sense of identity para pelaku organisasi. 3 sebagai core organizational values yang mampu mendorong karyawan memberikan gagasan-gagasannya, organisasi tetap sensitif terhadap kepuasan pelanggan dan tuntutan stakeholders, pelaku organisasi agar selalu membangun iklim komunikasi yang kondusif, dan menanamkan komitmen para pelaku organisasi untuk menerima segala resiko yang kemungkinan akan terjadi, 4 sebagai alat organisasi untuk membangun kinerja keuangan dan oganisasional jangka panjang secara efektif, dan 5 sebagai resource organizational yang kompetitif jika para pemimpin dan pelaku organisasi lainnya mampu mengelola dengan baik 2.1.7 Kinerja guru pembimbing dalam perspektif Manajemen Pendidikan 2.1.7.1 Ruang lingkup manajemen pendidikan Manajemen merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji bagaimana suatu organisasi mengelola, memanfaatkan segala sumber daya baik manusia maupun non manusia agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna, seperti yang dikemukakan oleh Hersey Blanchard 1992:3, Sugiyono, 2002:19 bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Manajemen merupakan proses kerjasama dengan melalui orang-orang dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Sejalan dengan konsep tersebut maka dalam manajemen perlu personal pimpinan yang memiliki kemampuan komunikasi antar pribadi. Kemampuan komunikasi antar pribadi Liliweri,1991;11, Supratignyo,1995:9, Sugiyo, 2005:1 merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam berinteraksi dengan orang lain. Apabila dalam setiap organisasi pimpinannya mampu menciptakan komunikasi antar pribadi yang humanistik maka tujuan organisasi akan tercapai secara efektif dan efisien. Di samping kemampuan komunikasi antar pribadi maka dalam proses manajemen, seorang manajer hendaknya mempunyai tiga kemampuan yang menurut Hersey Blanchard 1992:5-6 mencakup: a. Kemampuan teknis technical skill yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan latihan. b. Kemampuan sosial social skill yaitu kemampuan dalam bekerja sama dengan dan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif. c. Kemampuan konseptual conceptual skill yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing kedalam bidang operasi organisasi secara menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan dan kebutuhan kelompoknya sendiri. Sejalan dengan kemampuan tersebut maka dalam bidang pendidikan seorang manajer hendaknya mempunyai ke tiga kemampuan seperti tersebut di atas. Hal ini karena manajemen pendidikan merupakan penataan pengelolaan, pengaturan dalam kegiatan-kegiatan lain yang sejenisnya berkesesuaian dengan lembaga pendididkan beserta segala komponennya dan kaitannya dengan pranata lembaga lain Sudjana, 2004. Kegiatan ini mengindikasikan bahwa aktivitas pendidikan akan mencapai tujuan yang efektif dan efisien apabila terdapat kegiatan yang terencana, teroganisir, pengarahan dari pimpinan serta pengawasan Penelitian ini termasuk dalam bidang garapan Manajemen Pendidikan, karena kinerja merupakan produk atau out put dari suatu aktivitas manajemen. Kinerja dalam suatu organisasi merupakan akumulasi dari serangkaian aktivitas individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini berarti keseluruhan kegiatan untuk sampai pada produk tertentu tidak dapat dilepaskan dari manajemen sebagai sistem. Manajemen sebagai sistem apabila digambarkan merupakan serangkaian hubungan antara masukan mentah input, proses dan hasil out put. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sugiyono 2001:19 bahwa bidang garapan manajemen pendidikan apabila dikaji dari sistem, maka bagan wilayah manajemen pendidikan seperti berikut ini: Keterangan: P = Planning O = Orgtanizing S = Staffing D = Directing C = Coordinating R = Reporting B = Bugdeting Gambar 2.3 : Ruang lingkup penelitian manajemen pendidikan Berdasarkan gambar di atas maka dapat dimaknai bahwa out put yang berupa produktivitas dan kepuasan pengguna pendidikan merupakan akumulasi dari bagaimana aktualisasi dari fungsi manajemen dan interaksinya dengan input. Dalam konteks lembaga pendidikan sekolah maka produktivitas atau kinerja dan kepuasan guru pembimbing sangat terkait dengan bagaimana kepala sekolah Input Man Money Machine Material Method Fungsi-fungsi Manajemen P O S D C R B Output Produktivitas Kepuasan Keuntungan Pekerjaan baru melaksanakan fungsi manajemen dan iklim organisasi, serta budaya organisasi yang berkembang di sekolah. 2.1.7.2 .Perilaku Organisasi Perilaku organisasi merupakan salah satu bidang kajian yang mengkaji tentang determinan perilaku dalam organisasi, perorangan, kelompok dan struktur. Atau dengan istilah lain bahwa perilaku organisasi mengkaji apa yang dilakukan seseorang dalam suatu organisasi dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi kinerja organisasi. . Dalam perilaku organisasi terdapat tiga tingkat dasar yang perlu diperhatikan apabila kita akan mengembangkannya. Ketiga tingkat analisis tersebut adalah tingkat individual, tingkat kelompok, dan tingkat sistem organisasi. Secara bertingkat bahwa keberhasilan organisasi diawali dengan keberhasilan perorangan, kemudian tingkat kelompok dan barulah pada tataran sistem organisaasi.dengan kata lain keberhasilan suatu organisasi tidak mungkin secara tiba-tiba tercapai pada tingkat sistem organisasi sebelum berhasil pada tingkat sebelumnya. Gambar 2.4 berikut ini merupakan gambar model dasar perilaku organisasi yang dapat dikembangkan untuk menganalisis pada tingkat mana perilaku organisasi memberikan hasil yang optimal Gambar 2.4; Model Dasar Perilaku Organisasi Robbins, 1991,2007 1. Variabel tergantung Variabel tergantung dependent variable merupakan faktor kunci yang ingin dijelaskan atau diramalkan. Apakah variabel tergantung utama dalam perilaku organisasi itu? Secara umum dapat dinyatakan bahwa variabel tergantung merupakan variabel yang dikenai perlakuan. Dalam konteks manajemen organisasi lebih menekankan pada produktivitas, kemangkiran, tingkat keluar masuknya karyawan, dan kepuasan kerja dan perilaku anggota itu sendiri Berikut ini secara singkat masing-masing variabel untuk memahami apa yang mereka maksudkan dan mencapai tingkat perbedaan keberhasilan. a. Produktivitas Yang dimaksud dengan produktivitas suatu organisasi adalah jika organisasi itu secara produktif mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan Tingkat sistem organisasi Tingkat kelompok Tingkat individual mengubah masukan menjadi keluaran dengan biaya paling rendah. Sebagai contoh sekolah dikatakan efektif jika siswanya mencapai skor test yang tinggi pada ujian akhir nasional. Sekolah dapat meningkatkan efisiensi jika skor tinggi tersebut dapat dicapai dengan jumlah guru dan staf pendukung yang ada jumlah kecil. Sebaliknya organisasi sekolah dikatakan tidak efisien apabila pencapaian skor tes pada ujian akhir nasional tinggi tetapi dengan jumlah guru yang sangat banyak. b. Ketidakhadiran Ketidakhadiran atau kemangkiran dapat berarti buruk dan dapat pula dikatakan baik. Dalam organisasi yang mengandalkan pada teknologi lini perakitan kemangkiran lebih dari sekedar mengganggu, dapat mengakibatkan suatu pengurangan drastis dalam kualitas keluaran bahkan dalam beberapa kasus dapat mengakhiri suatu produksi. Ketidakhadiran dapat bermakna positif jika karyawan secara sukarela memilih untuk tidak masuk kerja dengan alasan sedang dalam kondisi stress atau kelelahan. Dalam pekerjaan yang membutuhkan kewaspadaan misalnya dokter atau pilot. Akan baik bagi organisasi yang bersangkutan jika karyawan tersebut tidak masuk kerja untuk menghindari kerugian yang lebih misalnya terjadinya kecelakaan kerja. Ketidakhadiran juga bermakna positif pada pekerjaan manajerial. Kinerja seorang manajer atau pimpinan dapat diperbaiki bila para manajer itu sendiri tidak hadir dari tempat kerja, bukannya masuk dan membuat keputusan yang buruk karena sedang dalam kondisi stresslelah. c. Tingkat keluar masuknya karyawan turn over Jika yang mengundurkan diri bukan karyawan yang mempunyai posisi penting maka akan menguntungkan karena dengan demikian akan digantikan posisinya oleh orang yang lebih berkualifikasi. Kebanyakan turn over dirasakan dampak negatifnya jika yang mengundurkan diri justru orang-orang yang dibutuhkan perusahaan. d. Kepuasan kerja Variabel ini unik karena lebih mengarah pada sikap bukan pada perilaku seseorang. Kepuasan kerja menjadi variabel dependen yang utama karena beberapa penelitian di Organizational Behavior menunjukkan bahwa pekerja yang merasa puas itu berarti lebih produktif. Penelitian yang didasari prinsip humanistic percaya bahwa kepuasan kerja seharusnya diakui secara objektif oleh organisasi. Demikian pula menurut pandangan behavioristic bahwa apabila terjadi kepuasan pada para guru pembimbing maka guru tersebut ada kecenderungan untuk meningkatkan kinerjanya. Organisasi harus bertanggung jawab atas pemenuhan gaji sesuai dengan jenis pekerjaan dan membutuhkan reward intrinsic . e. Organizational citizenship behavior perilaku anggota organisasi adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari persyaratan jabatan formal seorang karyawan, meskipun demikian hal itu memungkinkan efektivitas. Seperti misalnya karyawan berperilaku atau melakukan lebih dari tugas jabatan yang biasanya. Dalam pekerjaan yang dinamik, karyawan yang seperti ini sangat dibutuhkan, karyawan menunjukkan perilaku baik sebagai anggota misalnya membuat pernyataan yang konstruktif tentang kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka, sukarela melakukan kegiatan tambahan, menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada property perusahaan, dan lain sebagainya. 2. Variabel bebas a. Variabel tingkat individual Seseorang yang memasuki sebuah organanisasi dengan karakteristik tertentu yang akan mempengaruhi bagaimana mereka bekerja. Karakter yang bersifat personalbiografis seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, nilai-nilai, sikap, kemampuanskill. Pada model Organzational Behavior level individu meliputi cirri-ciri kepribadian, nilai dan sikap serta kemampuan yang dimiliki. Kemudian empat variabel lainnya yang mempengaruhi perilaku karyawan seperti persepsi, pengambilan keputusan pribadi, pembelajaran dan motivasi. Apabila dianalogkan dengan penelitian ini maka ciri-ciri kepribadian guru pembimbing, merupakan variabel individual yang dapat diperkirakan berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja guru pembimbing, nilai dan sikap guru pembimbing akan mempengaruhi kepuasan dan kinerja mereka. Namun demikian variabel ini tidak termasuk dalam penelitian yang dilaksanakan. b. Variabel tingkat kelompok Perilaku seseorang dalam kelompok berbeda dengan bagaimana mereka berperilaku seorang diri. Perilaku organisasi pada tingkat kelompok yang menjadi kajian dalam manajemen pendidikan meliputi: kepemimpinan, struktur kelompok, komunikasi konflik, tim kerja sama. c. Variabel tingkat sistem organisasi Variabel ini meliputi struktur desain organisasi formal, teknologi, proses kerja, kebijakan, sumber daya manusia organisasi dan praktik-praktik seperti proses seleksi, program training, metode penilaian kinerja, tingkat stress kerja,dan budaya internal organisasi. Gamb Gambar 2.5; Model Dasar Perilaku Organisasi Sumber Robbins 2001. Kebijakan dan praktek SDM Teknologi desain kerja dan strees Struktur dan desain organisasi Budaya organisasi TINGKAT SISTEM ORGANISASI Ciri biografis Kepribadian Nilai dan sikap Kemampuan Motivasi Persepsi Pembelajaran individu Pengambilan keputusan individu TINGKAT INDIVIDUAL Kepemimpinan Pengambilan keputusan Komunikasi Struktur kelompok Tim-tim kerja Kekuasaan dan politik Konflik Kelompok lain TINGKAT KELOMPOK Keluaran manusia Produktivitas Absensi Pergantian karyawan Kepuasan Keluaran manusia Masukan manusia Perubahan dan stress 2.1.8 Definisi konstruk Berdasarkan konsep tersebut maka definisi konstruk kinerja adalah tampilan secara penuh guru pembimbing dalam melaksanakan 9 layanan dan 5 kegiatan pendukung yang mendasarkan pada 4 bidang bimbingan konseling. 2.2..Kepuasan Kerja 2.2.1.Konsep kepuasan Kerja Kepuasan kerja yang dialami oleh masing-masing individu berbeda-beda. Hal ini terkait dengan bagaimana persepsi seseorang terhadap kerja dan lingkungan kerja yang merupakan suatu sistem organisasi. Sebagai suatu komponen dalam organisasi, individu akan mewarnai perilaku mereka. Pada tataran konsep psikologis yang menjadi permasalahan pada diri seseorang untuk bertingkah laku terkait dengan rasa puas pada diri individu terhadap kerjanya. Kondisi demikian memang merupakan suatu hal yang wajar karena pada dasarnya setiap orang dalam melaksanakan aktivitas termasuk kerja ingin mencari kepuasan. Terpenuhinya kepuasan berarti diperolehnya rasa puas pada diri individu yang mencakup kepuasan yang terkait dengan terpenuhinya sentuhan- sentuhan psikologis atau karena adanya sentuhan-sentuhan fisik. Walaupun demikian apapun bentuk sentuhannya tetapi ujung-ujungnya lebih di domininasi oleh kepuasan yang bersifat psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko 1985:141 yang menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan muara para karyawan memandang pekerjaan mereka. Definisi kepuasan kerja di atas lebih menitik beratkan pada aspek afektif yaitu aspek emosional dan perasaan seseorang yang tercermin dalam bentuk senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan. Dalam hal ini seseorang dikatakan puas apabila dalam dirinya terdapat perasaan senang selama melakukan aktivitas pekerjaan bekerja . Pakar lain Davis 1985:98 menyatakan kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja. Davis menitikberatkan pada perasaan seseorang yang mendukung seseorang dalam bekerja. Selanjutnya Robbins 1991:170 dan 2007:103 mengatakan bahwa kepuasan kerja job satisfaction merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya. Demikian juga Mathis dan Jackson 2006:121 mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, dan seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap negatif terhadap pekerjaan itu. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang yang dapat memberikan dukungan dalam melakukan aktivitas atau bekerja. Apabila rumusan tersebut diterapkan dalam profesi guru pembimbing maka kepuasan kerja guru pembimbing adalah suatu kondisi perasaan yang ada pada guru pembimbing dalam melakukan tugasnya membantu siswa dalam mengembangkan potensi, bakat, minat dan sifat-sifat pribadi siswa secara optimal. 2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Telaah terhadap faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja sangat bervariasi tergantung pada sudut pandang pakar. Menurut Davis bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh : a hakikat tugas: b perasaan pada lingkungan tugas: c penyelia dan d rekan kerja. Sedangkan Anoraga 1982:82 mengemukakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja sebagai berikut : a. Faktor hubungan antar karyawan, meliputi: 1 Hubungan antarmanajer dengan karyawan 2 Jenis dan kondisi kerja 3 Hubungan sosial antar karyawan 4 Sugesti diri teman sekerja 5 Emosi dan situasi kerja b. Faktor individual, berhubungan dengan : 1 Sikap karyawan terhadap pekerjaannya 2 Umur karyawan pada saat bekerja 3 Jenis kelamin karyawan c. Faktor eksternal, antara lain : 1 Keadaan bekerja karyawan 2 Rekreasi 3 Pendidikan Kepuasan kerja pada diri karyawan akan memberikan berbagai dampakefek pada berbagai hal seperti produkivitas, kemangkiran, dan keluarnya karyawan Robbins, 1991: 173-175, Robbins, 2003: 102-103. Secara garis besar makna keterkaitan antara kepuasan dengan produktivitas, kemangkiran, dan keluarnya karyawan sebagai berikut ini: Kepuasan dan produktivitas dalam tingkat individual dan organisasi menurut beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Pada tingkat individual ternyata produktivitas akan memberikan kepuasan pada karyawan, namunsebaliknya pada tingkat organisasi menunjukkan bahwa karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari pada karyawan yang kurang puas. Berdasarkan pada tesis ini maka kemungkinan mengapa ada perbedaan antara kepuasan anggota pada tingkat individual dan organisasi karena pada tingkat organisasi mempertimbangkan interaksi antar anggota. Namun demikian dapat dinyatakan bahwa dalam organisasi dimana anggotanya memperoleh kepuasan pada gilirannya kinerja organisasi akan menjadi lebih produktif Robbins, 2003: 103, Robbins :2007:105. Kepuasan dan kemangkiran.mempunyai hubungan yang secara konsisten negatif, namun angka korelasinya relatif kecil sekitar 0.40 Robbins, 2003:103, Robbins; 2007:103 . Hal ini berarti bahwa karyawan yang tidak puas lebih besar kemungkinan untuk tidak masuk kerja. Namun, ada temuan yang menarik bahwa apabila organisasi memberikan tunjangan cuti sakit yang longgar mendorong semua karyawan termasuk yang merasa puas akan mengikuti cuti sakit. Selanjutnya penelitian di kantor. Sears Chicago dan New York tentang eksperimen kehadiran karyawan di dua kota yang berbeda. Yang satu menuntut kehadiran dan satunya diberikan kebebasan untuk tidak hadir dan tanpa denda. Arti dari eksperimen tersebut seharusnya jika kepuasan mendorong kehadiran, maka karyawan yang lebih puas tentu akan masuk kerja, sementara yang tidak puas akan tinggal dirumah. Namun hasil penelitian di Chicago menunjukkan bahwa pekerjakaryawan dengan skor kepuasan yang tinggi maka tingkat kehadirannya juga tinggi dibandingkan dengan karyawan yang mempunyai tingkat kepuasan rendah. Temuan ini berarti bahwa kepuasan berkorelasi negatif dengan kemangkiran. Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan berkorealsi negatif. artinya bahwa karyawan yang merasa puas akan meninggalkan atau keluar dari perusahaan tersebut, tetapi penelitian selanjutnya memberikan bukti bahwa keluar atau tidaknya karyawan bukan ditentukan oleh puastidaknya karyawan melainkan ada faktor moderator yang cukup signifikan seperti adanya upah yang tinggi, pengakuan, pujian, kesempatan promosi dll. Berdasarkan temuan tersebut maka tingkat kepuasan atau ketidakpuasan karyawan bukan sebagai penyebab keluarnya karyawan. Fenomena kepuasan dan ketidakpuasan karyawan sangat menarik karena dari fenomena tersebut akan dapat dipahami bagaimana perilaku karyawan tersebut dalam suatu organisasi. Karyawan yang puas tampaknya akan lebih berperilaku dan berbicara secara positif tentang organisasi, membantu orang lain, merasa bangga mampu bekerja melebihi tuntutan tugas dan merasa memperoleh keadilan. Sebaliknya karyawan yang tidak puas akan mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, mengelak dari tanggung jawab, namun demikian tidak semuanya muncul dalam sikap dan tingkah laku seperti minta berhenti, dan pengabaian yaitu membiarkan kondisi memburuk termasuk mangkir, atau datang terlambat serta tingkat kekeliruan meningkat. Menurut Robbins 2003:105 ternyata karyawan yang tidak puas tidak selamanya negatif tetapi dapat pula dalam bentuk memberikan saran konstruktif dan mencoba memperbaiki aturan- aturan yang dianggap tidak positif, dan adanya kesetiaan karyawan melalui pembelaan organisasi apabila organisasinya dikritik dari luar. Berdasarkan fenomena diatas apabila diterapkan pada guru pembimbing di sekolah agaknya terdapat kemiripan khususnya dalam hal mangkir, dan datang terlambat. Namun demikian peran kepemimpinan kepala sekolah sangat membantu mengatasi ketidakpuasan guru pembimbing dalam kinerjanya. Kepala Sekolah sebagai manajer tentunya mampu memotivasi para guru termasuk guru pembimbing untuk memberikan konstribusi terbaik pada sekolahnya 2.2.3. Dimensi kepuasan kerja. Robbins 1991:2003 mengemukakan bahwa dimensi kepuasan kerja meliputi: a karakteristik kesehatan mental dalam kerja, b keseimbangan hadiah, c dukungan teman kolega d kondisi lingkungan kerja. Berikut ini penjelasan singkat dimensi kepuasan kerja karyawan atau guru pembimbing di sekolah. a. Karakteristik kesehatan mental dalam kerja maksudnya adalah bahwa secara psikologis apabila guru pembimbing konselor dapat memperoleh perasaan senang maka mereka akan memperoleh rasa puas. b. Keseimbangan hadiah artinya guru pembimbing konselor akan merasa puas apabila dalam bekerja memperoleh hadiah atau gaji yang sesuai dengan yang seharusnya mereka terima. c. Dukungan temankolega artinya bahwa seorang guru pembimbing konselor akan merasa puas apabila dalam bekerja guru pembimbing dan guru bidang studi lain memberikan dukungan atas kerjanya atau saling mendukung. d. Kondisi lingkungan kerja artinya guru pembimbing konselor akan merasa puas apabila kondisi lingkungan dimana mereka bekerja memberikan rasa nyaman, suasana kondusif dan menyenangkan. 2.2.4. Definisi konstruk Berdasarkan kajian teoritis tersebut maka definisi konstruk tentang kepuasan kerja guru pembimbing dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu kondisi perasaan yang ada pada guru pembimbing konselor dalam melakukan tugasnya yaitu membantu siswa untuk mengembangkan potensi, bakat, minat dan sifat-sifat pribadi siswa agar berkembang secara optimal

2.3.. Kepemimpinan Kepala Sekolah 2.3.1. Konsep kepemimpinan