Model Kinerja Guru Pembimbing Sekolah Menengah Atas di Eks Karesidenan Semarang Tahun 2008

(1)

MODEL KINERJA GURU PEMBIMBING

SEKOLAH MENENGAH ATAS

DI EKS KARESIDENAN SEMARANG

TAHUN 2007

DISERTASI

untuk memperoleh gelar

Doktor Manajemen Pendidikan

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

S u g i y o

NIM 1103605004

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007


(2)

ii

Rancangan Disertasi ini telah disetujuai oleh dosen pembimbing untuk

diajukan dalam ujian kelayakan dalam rangka memperoleh gelar

Doktor Manajemen Pendidikan pada Program Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang

Semarang, Maret 2008

Pembimbing

Utama

Prof.

Dr.

Retno

Sriningsih

Satmoko

NIP

130431317

Pembimbing Pertama

Pembimbing

Kedua

Prof. Dr. Rustono, M.Hum.

Prof. Dr. DYP. Sugiharto,M.Pd, Kons

NIP 131282222

NIP 131570049


(3)

iii

Sekolah Menengah Atas di Eks Karesidenan Semarang Tahun 2008” beserta seluruh isinya merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat, tulisan, dan temuan orang lain yang terdapat dalam disertasi ini dikutip dan dirujuk berdasar pada kode etik ilmiah.

Berdasarkan pernyataan ini, saya menanggung resiko atau sanksi apabila ada pelanggaran kode etik ilmiah dalam karya saya.

Semarang, Maret 2008


(4)

iv

selesai dari sesuatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Al-insyiroh 6-8) ”Hidup adalah deretan situasi pemecahan masalah, sukses dan gagalnya kehidupan kita tergantung dari berapa efektif kita menemukan dan memecahkan kehidupan kita”.

(Scott Peck) ”Kegagalan adalah sukses yang tertunda” oleh karena itu kegagalan hendaknya merupakan cermin untuk mengevaluasi diri.

Persembahan

Kugores kata-kata dalam tulisan ini kupersembahkan kepada orang-orang yang telah mengukir dalam lembaran kertas sejarah hidupku dengan setiap tetes tinta yang sarat manfaat untuk diri ini...dulu,...kini... dan...kelak: diantaranya: orang yang paling kusayangi dan kuhormati adalah : almarhum/almarhumah Bapak dan ibu, dan yang kucintai istriku Dra.Hj. Soelami, anak-anak tercinta: Wawan Kurniawan SP,ST, Yuli Kurniawati SP, S.Psi, Heri Kurniadi SP, Desi Anggara Kurniasari SP, dan serta menantu: Rr.Hawik Ervina Indiworo, SE,MM dan Nugroho Andi Saputro, ST.


(5)

v

Saya sadar bahwa terselesaikannya disertasi ini bukan atas kemampuan dan usaha saya semata, tetapi juga berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak . Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak berikut ini.

Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan studi pada program Doktor Manajemen Pendidikan. Beliau telah berkenan menjadi Ketua Panitia Ujian Disertasi bagi saya untuk mempertahankan karyanya dihadapan dewan penguji serta memberikan saran-saran penyempurnaan disertasi ini.

Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko, Promotor yang telah dengan sabar, penuh kasih sayang dan keibuan sehingga memberikan motivasi yang sangat luar biasa bagi saya. Di samping itu beliau juga memberikan masukan dan saran yang sangat utuh dan komprehensif sehingga disertasi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia. Namun sayang beliau tidak sempat hadir menyaksikan saya mempertahankan disertasi karena Alloh telah memanggil untuk menghadapNya. Selamat jalan Ibu semoga amal baiknya mendapat balasan yang sesuai, diampuni dosanya, dan mendapat tempat yang layak disisiNya.


(6)

vi

Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd, Kons, Anggota Promotor yang telah memberikan masukan-masukan yang kritis, inovatif, komprehensif, dan gagasan-gagasannya yang kreatif menjadi bagian yang sangat penting dalam disertasi ini.

Prof. Dr. H. Maman Rahman, MSc. Direktur Pascasarjana yang telah memberikan berbagai kemudahan dan kebijaksanaan sehingga saya dapat menyelesaikan studi pada Program Doktor Manajemen Pendidikan di UNNES. Di samping itu saat ini beliau sebagai Direktur Pascasarjana selaku sekretaris Panitia Ujian Disertasi yang telah banyak memberikan dukungan moral dan spiritual kepada saya untuk segera menyelesaikan disertasi.

Prof. Dr. Haryono, M.Psi. Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan yang telah memberikan masukan dan solusi dalam penyelesaian studi saya pada program PascasarjanaUNNES.

Prof. Dr. Abdul Azis Wahab, MA. dan Prof. Dr. Rusdarti, M.Si Penguji Disertasi yang telah memberikan masukan-masukan yang kontruktif dan komprehensif bagi kesempurnaan disertasi ini.

Prof. Drs Sulistia, Ph.D dan Dr. Kardoyo Penguji proposal penelitian, yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat komprehensif bagi penyusunan disertasi ini.

Drs. Hardjono,MPd.Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan motivasi dan mendorong saya untuk segera menyelesaikan disertasi.


(7)

vii

Kepala Dinas Pendidikan kota Semarang, Kab. Semarang, Kab. Demak, Kab. Grobogan, Kab. Kendal dan Kota Salatiga yang telah mengijinkan saya untuk mengambil data penelitian pada guru pembimbing di SMA Negeri, Swasta di wilayahnya.

Para guru pembimbing SMA Negeri dan Swasta ke enam wilayah penelitian yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini melalui pengisian kuisioner yang obyektif.

Bapak Ibu Dosen pada Program Doktor Manajemen Pendidikan Pascasarjana UNNES yang telah mendorong, memotivasi, mengarahkan, memberikan masukan dan saran melalui berbagai diskusi dan seminar di kelas sehingga saya dapat mengambil masukan yang berharga dalam penyelesaian disertasi.

Saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada adik-adik dan kerabat saya Dr. Ahmad Rivai, M.Pd., Drs. Tommy Yuniawan, M.Hum yang telah meluangkan waktu, buah pikirannya untuk diskusi, analisis data sehingga dapat terselesaikan disertasi ini.

Kepada teman-teman jurusan Bimbingan Konseling dan Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Profesi (LP3) serta semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu yang kesemuanya memberikan kontribusi yang signifikan demi selesainya disertasi saya.


(8)

viii dapat menghadirkan tulisan ini.


(9)

ix

Negeri Semarang. Promotor: Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko, Kopromotor: Prof. Dr. Rustono, M.Hum, dan Anggota Promotor Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd, Kons.

Kata kunci: model kinerja, iklim organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan kepala sekolah, kepuasan kerja guru pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model kinerja guru pembimbing yang fit melalui kajian iklim organisasi sekolah, budaya organisasi sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja guru pembimbing. Di samping itu ingin mengetahui hubungan antara variabel eksogen dengan endogen, dan endogen dengan endogen serta ingin mengetahui seberapa besar sumbangan/kontribusi variabel eksogen terhadap variabel endogen dan variabel endogen terhadap variabel endogen.

Penelitian ini dilakukan terhadap 275 guru pembimbing yang bertugas di SMA Negeri dan Swasta dari Kota Semarang123, Kabupaten Semarang 30, Kabupaten Demak, 35, Kabupaten Grobogan 30, Kabupaten Kendal 36 dan Kota Salatiga 21. Instrumen yang digunakan adalah hubungan iklim organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan sekolah, kepuasan kerja dan kinerja guru pembimbing. Sebelum instrumen digunakan terlebih dahulu diuji validitasnya kepada 20 responden diluar sampel penelitian. Data yang telah terkumpul dianalisis melalui SEM dengan menggunakan perangkat LISREL

Hasil penelitian adalah bahwa Model Kinerja Guru Pembimbing yang dibangun dari iklim organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan guru pembimbing adalah fit. Temuan selanjutnya pengaruh variabel eksogen kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pembimbing memberikan pengaruh yang terbesar yaitu 27,85%. Selanjutnya secara berturu-turut pengaruh variabel iklim orgnisasi terhadap kinerja guru pembimbing sebesar 20.13 %, budaya organisasi terhadap kinerja guru pembimbing sebesar 16.64 % dan variabel endogen kepuasan kerja terhadap kinerja guru pembimbing sebesar 13.99 %.

Berdasarkan temuan tersebut maka pembinaan kinerja guru pembimbing didasarkan pada kepemimpinan kepala sekolah yang lebih mementingkan kepentingan bersama, dalam pengambilan keputusan melibatkan guru, komunikasi dua arah, dan selalu mengadakan diskusi dan musyawarah dalam memutuskan apapun demi kemajuan sekolah. Selain itu perlu diupayakan suasana kondusif, saling menghargai, adanya kerjasama antara para guru disekolah, dan ciptakan suasana dan semangat kerja serta kerja yang saling mendukung satu dengan yang lain.


(10)

x

University of Semarang. Promoter: Prof. Dr. Retno Sriningsih Satmoko, Co-Promoter: Prof. Dr. Rustono, M. Hum, Member: Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd, Kons.

Key words: performance model, organization conditions, organization tions, school principal’s leadership, work satisfaction of teacher counselor.

The aim of this research is to construct a fit teacher counselor performance model by stutying the school organization contitions, school organization traditions, school principal’s leadership, and the work satisfaction of teacher counselor. In addition to that, this research is also aimed at finding out the relationship between exogenous variables and the endogenous ones, that between exogenous and other exogenous ones, and that the exogenous variables contribute to the endogenous ones.

This research was conducted to 275 teacher counselors working in government and private SMA’s consisting of 123 teacher counselors from Semarang Municipality, 30 from Semarang Regency, 35 from Demak Regency, 30 from Grobogan Regency, 36 from Kendal Regency, and 21 from Salatiga Municipality. The instrument used in this research was a questionnaire covering questions about the relationship between the organization contitions, the organization traditions, school principal’s leadership, work satisfaction and teacher counselor performance. The instrument, before it was used, was tried-out to 20 respondents outside the sample to find out its validity. The collected data were then analyzed through SEM using LISREL.

The research results show that the Teacher Counselor Performance Model which was constructed out of the organization conditions, the organization tradition, school pricipal’s leadership, and the satisfaction of the teacher counselor is fit. Another finding is that the exogenous variable of the shool principal’s leadership has the greatest effect of the teacher counselor’s performance (27,85%). The effects of other variables on the teacher counselor’performance, presented in the order from the largest to the smallest, are as follows: the organization conditions (20,13%), the organization traditions (16,64%), the endogenous variable of work satisfaction (13,99%).

Based on the above findings it is suggested that the improvement of teacher counselor performance be based on the shool pricipal in whose leadership he gives priority to common interests, and who involves teachers in making decisions, builds twoway communication, and always discusses things before making any decisions. In addition to that, it is important that there be conditions conducive to the establishment of situations in which people respect each other,


(11)

(12)

xii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

SARI ...viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 20

1.3 Tujuan Penelitian ... 21

1.4 Manfaat Penelitian ... 22

1.5 Batasan Masalah dan Istilah ... 23

BAB. II KAJIAN PUSTAKA, PENGEMBANGAN MODEL DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Kinerja Guru Pembimbing ... 26

2.1.1 Hakekat Manusia Dalam Kerja ... 26

2.1.2 Dasar-Dasar Perilaku Individu Dalam Kerja ... 34


(13)

xiii

2.1.7 Kinerja Guru Pembimbing Dalam Perspektif Manajemen

Pendidikan ...79

2.1.8. Definisi Konstruk ...89

2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Konsep Kepuasan Kerja ...89

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ...94

2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja ...94

2.2.4 Definisi Konstruk ...95

2.3 Kepemimpinan Kepala Sekolah 2.3.1 Konsep Kepemimpinan ...95

2.3.2 Pemimpin dan Kepemimpinan ...96

2.3.3 Kepemimpinan Kepala Sekolah ...105

2.3.4 Dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah...109

2.3.5 Definisi Konstruk ...110

2.4 Iklim Organisasi Sekolah 2.4.1 Pengertian Iklim Organisasi Sekolah ...111

2.4.2 Iklim Organisasi Sekolah ...112

2.4.3 Definisi Konstruk ...116

2.5 Budaya Organisasi 2.5.1 Konsep Budaya Organisasi ...116


(14)

xiv

2.7 Kerangka Berpikir ...138

2.8 Pengembangan Model Kinerja Guru Pembimbing ...145

2.9 Hipotesis Penelitian ...150

BAB. III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ...152

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ...154

3.3 Variabel Penelitian dan Pengukurannya ...157

3.4 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ...162

3.5 Validitas dan Reliabilitas ...166

3.6 Analisis Data ...171

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ...185

4.2 Uji Asumsi Model Persamaan Struktural ...201

4.3 Penelitian Model Fit ...213

4.4 Uji Validitas dan Realiabilitas Model Pengukuran ...230

4.5 Penilaian Model Struktural ...253

4.6 Uji Hipotesis ...260

4.7 Pembahasan dan Keterbatasan Penelitian ...278

BAB. V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ...296


(15)

xv

DAFTAR PUSTAKA ...306 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...319


(16)

xvi

3.1 Distribusi guru pembimbing di eks Karesidenan Semarang ... 155

3.2 Keadaan Sampel Penelitian ... 157

3.3 Kriteria jawaban Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 158

3.4 Kriteria jawaban instrumen iklim organisasi ... 159

3.5 Kriteria jawaban instrumen budaya organisasi ... 160 3.6 Kriteria jawaban instrumen kepuasan kerja Guru Pembimbing 161 3.7 Kriteria jawaban instrumen kinerja Guru Pembimbing ... 162 3.8 Kisi-kisi instrumen kinerja Guru Pembimbing ... 163

3.9 Kisi-kisi instrumen kepuasan kerja Guru Pembimbing ... 164

3.10 Kisi-kisi instrumen kepemimpinan Kepala Sekolah ... 165

3.11 Kisi-kisi instrumen organisasi sekolah ... 165

3.12 Kisi-kisi instrumen budaya organisasi ... 166

3.13 Hasil uji validasi konstruk dan reliabilitas per item instrumen penelitian .... 170 3.14 Kriteria jawaban indikator penelitian model kinerja Guru Pembimbing... 173 4.1 Ringkasan perhitungan analisis deskriptif ... 185 4.2 Hasil tes of univariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 201 4.3 Hasil tes of multivariete normality data indikator-indikator


(17)

xvii

204 4.5 Hasil tes of multivariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten kepuasan kerja Guru Pembimbing ... 205 4.6 Hasil tes of univariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten iklim organisasi sekolah ... 205 4.7 Hasil tes of multivariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten iklim organisasi sekolah ... 206 4.8 Hasil tes of univariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten budaya organisasi sekolah ... 207 4.9 Hasil tes of multivariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten budaya organisasi sekolah ... 208 4.10 Hasil tes of univariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten kepemimipinan kepala sekolah ... 209 4.11 Hasil tes of multivariate normality data atas indikator-indikator

variabel laten kepemimpinan kepala sekolah ... 210 4.12 Hasil tes of multivariate normality data variabel kinerja dan

kepuasan kerja Guru Pembimbing ... 210 4.13 Matrik korelasi antara variabel iklim organisasi sekolah,

budaya organisasi sekolah dan kepemimpinan Kepala Sekolah 212 4.14 Tabel ringkasan perhitungan Goodness of Fit Statistics

terhadap variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 213 4.15 Tabel ringkasan perhitungan Goodness of Fit Statistics

terhadap variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 217 4.16 Tabel ringkasan perhitungan Goodness of Fit Statistics

terhadap variabel laten iklim organisasi sekolah ... 220 4.17 Tabel ringkasan perhitungan Goodness of Fit Statistics


(18)

xviii

4.20 Ringkasan hasil perhitungan uji reliabilitas terhadap indikator

variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 232 4.21 Ringkasan hasil perhitungan uji validitas terhadap indikator

variabel laten kepuasan kerja Guru Pembimbing ... 236 4.22 Ringkasan hasil perhitungan uji reliabilitas terhadap indikator

variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 237 4.23 Ringkasan hasil perhitungan uji validitas terhadap indikator

variabel laten iklim organisasi sekolah ... 240 4.24 Ringkasan hasil perhitungan uji reliabilitas terhadap indikator

variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 241 4.25 Ringkasan hasil perhitungan uji validitas terhadap indikator

variabel laten budaya organisasi sekolah ... 244 4.26 Ringkasan hasil perhitungan uji reliabilitas terhadap indikator

variabel laten kinerja Guru Pembimbing ... 245 4.27 Ringkasan hasil perhitungan uji validitas terhadap indikator

variabel laten kepemimipinan Kepala Sekolah ... 249 4.28 Ringkasan hasil perhitungan uji reliabilitas terhadap indikator

variabel laten kepemimpinan Kepala Sekolah ... 250 4.29 Hasil perhitungan dari LISREL atas hubungan antara variabel

Eksogen dengan Endogendan Endgen dengan Endogen ... 253 4.30 Ringkasan hasil perhitungan signifikansi parameter variabel

Eksogen yang mempengaruhi variabel kepuasan kerja ... 254 4.31 Ringkasan hasil perhitungan signifikansi parameter variabel

Eksogen yang mempengaruhi variabel kinerja Guru Pembimbing ...

255

4.32 Persamaan struktural hasil analisis pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya organisasi sekolah, dan kepemimpinan Kepala


(19)

xix

Kepala Sekolah, iklim organisasi sekolah, budaya organisasi

sekolah terhadap kinerja Guru Pembimbing ... 264 4.34 Persamaan struktural hasil analisis pengaruh kepuasan kerja

terhadap kinerja Guru Pembimbing ... 267 4.35 Besaran pengaruh masing-masing indikator pada variabel iklim

organisasi terhadap kinerja Guru Pembimbing ... 273 4.36 Besaran pengaruh masing-masing indikator pada variabel

budaya organisasi sekolah terhadap kinerja Guru Pembimbing . 274 4.37 Besaran pengaruh masing-masing indikator pada variabel

kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kinerja Guru Pembimbing ...


(20)

xx

2.1 Modifikasi keterkaitan personil sekolah …... 9

2.2 Karakteristik individu... 39

2.3 Ruang lingkup penelitian manajemen pendidikan ... 81

2.4 Model organization behavior dasar ... 83

2.5 Model dasar perilaku organisasi ……... 88

2.6 Keterkaitan antara aspek manajemen dan aspek kepemimpinan 97 2.7 Paradigma penelitian model keterkaitan antara iklim organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan kepala sekolah, kepuasan kerja dan kinerja guru pembimbing …... 147 3.1 Konseptualisasi model hubungan antar variabel penelitian... 180

4.1 Diagram uji linieritas variabel independen dengan variabel dependen 211 4.2 Estimasi model pengukuran variabel kinerja guru pembimbing 234 4.3 T-values model pengukuran variabel kinerja guru pembimbing 235 4.4 Estimasi model pengukuran variabel kepuasan kerja guru pembimbing 238 4.5 T-values model pengukuran variabel kepuasan kerja guru pembimbing 239 4.6 Estimasi model pengukuran variabel iklim organisasi sekolah . 242 4.7 T-values model pengukuran variabel iklim organisasi sekolah . 243 4.8 Standar solution model pengukuran variabel budaya organisasi sekolah . 246 4.9 T-values model pengukuran budaya organisasi sekolah ... 248


(21)

xxi

4.12 Estimasi pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya organisasi sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja

terhadap kinerja guru pembimbing ... 258 4.13 T-values pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya organisasi

sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, dan kepuasan kerja

terhadap kinerja guru pembimbing ... 259 4.14 Diagram jalur pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya

organisasi sekolah, dan kepemimpinan kepala sekolah,

terhadap kepuasan kerja guru pembimbing ... 263 4.15 Diagram jalur pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya

organisasi sekolah, dan kepemimpinan kepala sekolah,

terhadap kinerja guru pembimbing ... 267 4.16 Diagram jalur pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja guru

Pembimbing ………... 268 4.17 Diagram jalur pengaruh iklim organisasi sekolah, budaya

organsasi, kepemimpinan kepala sekolah, kepuasan kerja


(22)

xxii

2. Validitas dan reliabilitas iklim organisasi ... 322 3. Validitas dan reliabilitas kepemimpinan kepala sekolah... 324 4. Validitas dan reliabilitas kepuasan kerja. ... 327 5. Validitas dan reliabilitas kinerja guru pembimbing... 329 6. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten

kinerja guru pembimbing ...

332

7. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten kepuasan kerja guru pembimbing ...

339

8. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten iklim organisasi sekolah...

342

9. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten budaya organisasi sekolah...

345

10. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten kepemimpinan kepala sekolah...

348

11. Uji normalitas data masing-masing indikator pada variabel laten kepuasan kerja guru pembimbing...

351

12. Hasil analisis konfirmatori variabel kepemimpinan kepala sekolah

354

13. Hasil analisis konfirmatori variabel budaya organisasi sekolah... 358 14. Hasil analisis konfirmatori variabel kepuasan kerja guru

pembimbing.

363

15. Hasil analisis konfirmatori variabel iklim organisasi sekolah... 368 16. Hasil analisis konfirmatori variabel kinerja guru pembimbing... 373 17. Uji linieritas data indikator dari variabel laten eksogen dan 381


(23)

xxiii

20. Analisis konfirmatori data iklim organisasi sekolah…... 409 21. Analisis konfirmatori data kepemimpinan kepala sekolah... 414 22. Analisis konfirmatori data kinerja guru pembimbing... 419 23. Analisis model persamaan struktural pengaruh iklim organisasi

sekolah, budaya organisasi sekolah, kepemimpinan kepala

sekolah dan kepuasan kerja terhadap kinerja guru pembimbing.... 426 24. Hasil perhitungan statistik deskriptif indikator variabel kinerja

guru pembimbing, kepuasan kerja, iklim organisasi, budaya

organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah ... 462 25. Data kinerja guru pembimbing ... 467 26. Instrumen kinerja guru pembimbing …... 476 27. Instrumen iklim organisasi sekolah dan kepuasan kerja guru

pembimbing....

481

28. Instrumen budaya organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah.. 484 29. Ijin penelitian dari Kota Semarang dan Kabupaten Kendal,

Demak, Purwodadi, Semarang dan Kota Salatiga...


(24)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperoleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas 2003: 5).

Menelaah makna yang tersirat dalam Undang-Undang No 20 tentang Sisdiknas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai tanggung jawab yang besar dan peran yang amat penting dalam pembangunan nasional. Peranan pendidikan yang utama yaitu menyiapkan peserta didik agar dapat menjadi manusia-manusia pembangunan, mempunyai keterampilan hidup dan kepribadian yang unggul. Peranan pendidikan yang demikian sejalan dengan pendapat Satmoko (1999:18) bahwa melalui pendidikan akan tercipta manusia Indonesia seutuhnya; yaitu manusia yang selaras, serasi dan seimbang serta integral dari semua aspek manusia yaitu sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan beragama Gambaran manusia Indonesia seutuhnya telah termuat dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 3, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa,


(25)

bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Terkait dengan tujuan pendidikan nasional tersebut Satmoko (1992:28) menyatakan bahwa melalui pendidikan perlu adanya strategi pendidikan yang bernada “manghayu-hayuning bawana” yaitu kondisi yang aman, damai dan memungkinkan orang hidup dengan bebas merdeka serta bertanggung jawab.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi bangsa adalah bangsa yang plural baik dalam hal agama, suku, bahasa dan ras. Untuk mengantisipasi masyarakat plural dan era globalisasi dewasa ini diperlukan pendidikan multikultural agar tercapai masyarakat nasionalisme Indonesia baru (Tilaar 2004:16). Pembangunan manusia Indonesia masa depan yang diharapkan perlu dicermati dan disikapi sebagai suatu wujud kepedulian anak bangsa yang tercermin dalam proses pendidikan yang komprehensif, penanganan yang sinergi dari berbagai komponen dan pelaku pendidikan.

Melalui pendidikan yang komprehensif diharapkan terbentuknya manusia yang utuh dan atau sebagai sumber daya manusia yang unggul seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang NO 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dapat tercapai. Namun, kenyataan yang ada bahwa mutu hasil belajar yang mencerminkan kualitas sumber daya manusia dan tingkah laku siswa belum menggambarkan harapan trersebut. Menurut Widodo (2004: 70) dalam (Human Development Report 2002-UNDP), nilai Human Development Index (HDI)


(26)

sebesar 0,684 atau menduduki peringkat 109 dari 174 negara yang diteliti. Demikian juga, pengembangan sumber daya manusia bila dikaji dari segi moral, dan dari jati diri bangsa dalam perspektif kemajemukan budaya bangsa. Dari segi moral masih sering terlihat adanya perkelahian remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan perilaku-perilaku negatif lain yang makin hari semakin marak dalam pemberitaan di media baik cetak maupun elektronik

Fakta empiris tersebut menunjukkan bahwa kinerja lembaga pendidikan belum optimal. Kondisi ini tidak terlepas bagaimana peran guru dan guru pembimbing sekolah Menurut Usman (2000: 9) pengajar atau guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Guru pembimbing juga mempunyai peran yang strategis dalam pengembangan kepribadian siswa. Kenyataan menunjukkan bahwa kinerja guru pembimbing belum menggambarkan yang seharusnya, karena masih banyak guru pembimbing yang melaksanakan tugas seperti polisi sekolah, dan secara makro kinerja guru pembimbing belum menujukkan standar yang seyogyanya dilakukan guru pembimbing sekolah. Terkait dengan ini Wibowo (2002: 23) mengemukakan bahwa perilaku guru pembimbing seperti praktek polisi sekolah dan pencatatan kredit pelanggaran merupakan cermin ketidakprofesionalan guru pembimbing. Kenyataan semacam ini menjadi indikator bahwa kinerja pendidikan belum optimal antara lain disebabkan oleh kinerja guru pembimbing yang belum optimal pula.


(27)

Secara lebih mendasar bahwa gambaran kinerja guru pembimbing seperti dalam berbagai layanan menunjukkan belum optimal. Adapun fenomena yang ada, dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Layanan orientasi yang di lakukan oleh guru pembimbing masih terbatas pada pemberian materi yang ada kaitannya dengan kondisi situasi sekolah, dan belum mencakup materi keempat bidang bimbingan yang seharusnya, seperti .bidang pengembangan pribadi, bimbingan sosial, pengembangan kegiatan belajar, pengembangan kehidupan keluarga, dan kehidupan keberagamaan.

b. Layanan informasi yang diberikan oleh guru pembimbing belum optimal karena hanya sebatas pada pengembangan pribadi, informasi pendidikan,dan informasi hubungan sosial. Layanan informasi yang ideal seharusnya meliputi berbagai informasi seperti: pengembangan diri, hubungan antar pribadi, pendidikan dan belajar, informasi pekerjaan, sosial budaya, kehidupan keluarga, dan kehidupan beragama.

c. Layanan penempatan dan penyaluran yang disampaikan oleh guru pembimbing belum optimal dan hanya sebatas pada fokus penempatan siswa dalam belajar, penempatan dalam kegiatan ekstrakurikuler, penempatan siswa pada kegiatan kesiswaan, dan belum menyeluruh pada kegiatan layanan penempatan dan penyaluran.

d. Layanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pembimbing lebih difokuskan pada aspek pendidikan saja dan belum mencakup seluruh aspek kegiatan layanan pembelajaran seperti: pengembangan kehidupan pribadi,


(28)

pengembangan kemampuan hubungan sosial, perencanaan karir, kehidupan berkeluarga, dan keberagamaan.

e. Layanan konseling perorangan sudah dilaksanakan namun lebih sering menggunakan tehnik yang bersifat behavioral dan belum pada tehnik yang disesuaikan dengan karakteristik siswa, masalah dan kemampuan guru pembimbing (konselor).

f. Layanan bimbingan kelompok masih jarang dilaksanakan oleh guru pembimbing disekolah karena keterbatasan pengetahuan dan waktu yang tersedia, pada hal melalui layanan ini akan lebih efisien karena dengan menggunakan dinamika kelompok akan mampu mengembangkan potensi siswa.secara optimal.

g. Layanan konseling kelompok jarang dan kurang dilaksanakan karena keterbatasan pengetahuan dan tehnik yang dikuasai oleh guru pembimbing. Dalam berbagai teori dikatakan bahwa konseling kelompok efektif untuk pengentasan masalah siswa secara bersama-sama.

h. Layanan konsultasi sudah dilaksanakan oleh guru pembimbing, namun belum semua pihak ketiga yang ada kaitannya dengan klien mengoptimalkan guru pembimbing untuk membantunya..

i. Layanan mediasi belum banyak dilaksanakan oleh guru pembimbing karena ada anggapan bahwa guru pembimbing dianggap sebagai pembela dari salah satu personil, pada hal melalui layanan ini guru pembimbing akan bertindak sebagai mediator bagi kedua belah pihak yang sedang bermasalah.


(29)

j. Kegiatan pendukung aplikasi instrumentasi sudah dilaksanakan oleh guru pembimbing walaupun belum optimal, karena data yang ada belum lengkap atau belum up to date artinya data belum secara kontinyu diperbarui.

k. Kegiatan pendukung himpunan data sudah dilaksanakan oleh guru pembimbing, namun hanya sebatas pada tahun ajaran baru, padahal seharusnya setiap saat data selalu dilengkapi dan diperbarui.

l. Kegiatan konferensi kasus jarang dilaksanakan karena ada anggapan kegiatan ini urusannya guru pembimbing saja, pada hal seharusnya penanganan kasus siswa merupakan tugas bersama atau setidak-tidakanya merupakan kolaborasi antara semua personel sekolah. Melalui konferensi kasus akan dapat digunakan untuk membantu siswa secara integratif dan komprehensif.

m. Kegiatan kunjungan rumah sudah dilaksakan akan tetapi terbatas pada beberapa siswa saja karena menurut anggapan mereka kegiatan ini menyita waktu dan tenaga. Seharusnya kegiatan kunungan rumah dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan siswa.

n. Kegiatan alih tangan belum dilaksanakan secara optimal karena hanya sebatas pada alih tangan kasus dari guru ke guru lain dan belum memanfaatkan pakar diluar sekolah seperti psikolog, psikiater, dokter dan pihak-pihak lain yang terkait dan ahli dalam permasalahan klien.

Kinerja merupakan salah satu bagian kajian dari tiga level manajemen pendidikan. Robbins (1991: 42-43) mengatakan bahwa ketiga level tersebut adalah level individual, level kelompok, dan level institusi/organisasi. Dengan


(30)

mengacu pada pendapat itu kajian kinerja guru pembimbing termasuk dalam kawasan manajemen pendidikan pada ketiga level tersebut.

Kinerja merupakan salah satu kajian sumber daya manusia. Hal ini secara eksplisit dinyatakan oleh Simamora ( 1997:.3) bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Selanjutnya dinyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan perburuhan yang mulus.

Pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan organisasi. Guru dan guru pembimbing (konselor) termasuk komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus (Sahertian:2000;1). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elton Mayo dari Harvard University yang dikutip oleh Siagian (2007:39) yang menemukan bahwa sikap dan perilaku positif serta produktivitas kerja tidak dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang diberikan oleh manajemen pada mereka. Temuan lain bahwa perilaku seorang pekerja sangat ditentukan oleh dan terkait pada norma-norma kelompok kerja di mana seorang pekerja menjadi anggota. Perkembangan selanjutnya bahwa perlu diperhatikan faktor-faktor dari pekerja itu sendiri seperti kebutuhan-kebutuhan baik kebutuhan intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan


(31)

sumber daya manusia yang tepat sangat penting dalam setiap organisasi, agar tujuan organisasi dapat tercapai, dan mampu menghadapi berbagai tantangan baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Analog dengan pernyataan tersebut maka kinerja guru pembimbing termasuk dalam pengembangan sumber daya manusia, oleh karena itu pembahasan mengenai kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas suatu organisasi dalam hal ini adalah organisasi Sekolah Menengah Atas. Produktivitas dalam lingkup pendidikan adalah tercapainya tujuan pendidikan seperti yang telah ditetapkan oleh tiap-tiap institusi sekolah .Pada kawasan atau tataran bimbingan konseling produktivitas kinerja guru pembimbing adalah adanya perasaan bahagia, puas, sikap positif, terakomodasinya kebutuhan klien dan pada level jangka panjang adalah tercapainya perkembangan yang optimal pada masing-masing siswa.

Untuk mencapai tujuan tersebut, semua warga sekolah ( Kepala Sekolah, guru dan guru pembimbing ) perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Mortensen dan Schmuller, (1976:7) , Sugiyo dan Sugiharto (1994 ; 17) serta Nurihsan dan Sudianto (2005;2) menggambarkan keterkaitan personal sekolah yang berbentuk kerjasama antara manajemen/supervisi, pengajaran dan bimbingan konseling yang merupakan tiga pilar pendidikan dapat divisualisasikan sebagai berikut:


(32)

Gambar1.1. Keterkaitan tiga pilar pendidikan

Berdasarkan gambar 1.1 dapat dikemukakan bahwa peranan kepala sekolah, guru dan guru pembimbing sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan sinergi yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, maksudnya ketiga komponen itu saling membahu untuk mewujudkan perkembangan siswa secara optimal, yaitu berkembangnya bakat, minat, dan sifat-sifat pribadi siswa. Kepala sekolah bertanggung jawab atas kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, termasuk penyeliaan (supervisi). Guru adalah pengelola peristiwa belajar mengajar, pemelancar belajar siswa, dan tugas guru pembimbing (konselor) melaksanakan pendidikan yang khusus sifatnya, yaitu dengan memberikan perhatian kepada siswa secara perseorangan dan membantunya mengembangkan diri menjadi pribadi utuh dan mencapai taraf perkembangan yang lebih maju (Munandir:1996;31) Hal ini sejalan dengan pernyataan Thomson, (1992:10) bahwa guru, administrator, dan guru pembimbing harus bekerja sama dan saling membahu serta saling mengenal sebagai sebuah tim. Khususnya guru pembimbing sekolah hendaknya dapat menunjukkan kinerja

Adm & kepemimpinan

Guru - PBM

Guru pembimbing

Perkmb optimal


(33)

yang optimal agar dapat membantu perkembangan optimal anak. Kinerja (performance) guru pembimbing menurut Sciarra (2004:11) adalah kegiatan bimbingan konseling yang mencakup tiga aspek, yaitu (a) perencanaan individual, yang meliputi fungsi konseling secara tradisional, seperti penasehatan, penempatan, dan tindak lanjut. (b) kegiatan responsif yang mencakup konseling individual, konseling kelompok, konsultasi dan alih tangan dan (c) kegiatan suportif yang meliputi manajemen program bimbingan, bekerjasama dengan personel lain di sekolah, menumbuhkan jaringan kerja di masyarakat dan progam peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat.

Senada dengan pernyataan tersebut Prayitno (1996:11) mengatakan bahwa kinerja guru pembimbing (konselor) merupakan tampilan secara penuh dalam penyelenggaraan bimbingan konseling. Penampilan secara penuh itu ditandai dengan tiga orientasi yaitu (a) orientasi individual (b) orientasi permasalahan, dan (c) orientasi perkembangan.

Orientasi individual artinya guru pembimbing memperhatikan dan teramat peduli terhadap siswa secara individual. Setiap siswa yang berjumlah 150 orang satu persatu harus diperhatikan, dikenali, didekati dan dilayani secara perorangan. Singkatnya guru pembimbing adalah orang yang peduli dan yang paling dekat dengan siswa asuhannya. Orientasi permasalahan maksudnya bahwa siswa yang menjadi asuhannya secara perorangan diperhatikan dan dibimbing untuk pengentasan/ pemecahan masalah. Jika siswa tidak bermasalah guru pembimbing tetap waspada dan melakukan berbagai upaya penanganan agar siswa tidak mengalami masalah. Orientasi perkembangan maksudnya guru pembimbing harus


(34)

teramat peduli terhadap perkembangan siswa, memantau bagaimana perkembangan siswa apakah menaik atau mengalami kemajuan, lancar atau bahkan berhenti. Guru pembimbing bertanggung jawab mendorong, merangsang dan meningkatkan perkembangan siswa. Ketiga orientasi tersebut dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat kinerja guru pembimbing terhadap siswa bimbingannya. Apabila guru pembimbing telah melakukan kinerja sesuai dengan tiga fokus tersebut berarti telah mengaktualisasi kegiatan bimbingan yang mencakup (1) bidang bimbingan ( pribadi, sosial, belajar dan karir ), (2) jenis layanan bimbingan dan konseling ( layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok, konsultasi dan mediasi) (3) kegiatan pendukung ( aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus), maka berarti guru pembimbing telah menampilkan kinerja yang seharusnya dilaksanakan.

Kinerja guru pembimbing merupakan akumulasi dari diri dan pihak lain. Menurut Handoko (2001:196) bahwa kinerja dipengaruhi oleh satisfaction & dissatisfaction atau kepuasan dan ketidakpuasan perseorangan terhadap kinerja. Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat dimaknai bahwa apabila pada diri seseorang merasa puas akan berpengaruh positif terhadap kinerjanya, artinya kinerja seseorang akan semakin meningkat apabila dalam dirinya merasa puas. Sebaliknya, apabila individu merasa tidak puas tidak akan mencapai kematangan psikologis. Anggota organisasi (sekolah) yang demikian akan sering melamun,


(35)

mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sehingga pada gilirannya kinerjanya akan menurun.

Robbins (1991; 42-43) mengemukakan bahwa kinerja karyawan pada level individual dipengaruhi oleh karakteristik biografis, kepribadian, nilai, sikap, dan kemampuan. Pada level kelompok kinerja dipengaruhi oleh interaksi dan dinamika individu dalam kelompok, seperti komunikasi, kepemimpinan, konflik, kekuasaaan dan politik. Sementara pada level organisasi, kinerja antara lain dipengaruhi oleh budaya organisasi, desain organisasi, stress kerja, kultur manusia, kepemimpinan, iklim kerja dalam organisasi, budaya kerja dalam organisasi, gaji, hubungan sosial dll

Masih menurut Robbins (1991:42) karakteristik biografis berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Adapun karakteristik biografis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ada hubungan yang erat antara usia dengan kinerja karyawan, maksudnya bahwa usia pekerja atau karyawan semakin tua menunjukkan kualitas yang positif yang ditengarai oleh banyaknya pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu karyawan. Namun demikian pekerja tua lebih banyak menolak teknologi baru dibandingkan dengan pekerja muda.. Terdapat sejumlah bukti hasil penelitian di Amerika bahwa makin tua usia seseorang akan makin kecil kemungkinannya untuk berhenti bekerja.

b. Jenis kelamin, penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti dalam produktivitas kerja antara pria dan wanita. Demikian juga tidak ada bukti yang signifikan antara pria dan wanita


(36)

dalam kepuasan kerja. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita khususnya apabila karyawan telah mempunyai anak atau tanggungan. Artinya bahwa wanita lebih memilih bekerja paruh waktu dari pada pria karena untuk menampung tanggungjawab terhadap anaknya. c. Status perkawinan, studi tentang status perkawinan terhadap produktivitas

kerja tidak cukup bukti untuk disimpulkan. Namun demikian menurut Robbins menyatakan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absennya, mengalami pergantian yang lebih rendah dan lebih puas terhadap pekerjaan mereka dibanding dengan rekan sekerjanya yang masih bujangan.

d. Masa kerja. Yang dimaksud dengan masa kerja adalah perwujudan dari pengalaman kerja, Apabila konsep ini yang dipakai maka dapat dikemukakan bahwa ada hubungan positif antara masa kerja dan produktivitas pekerjaan. Namun demikian penelitian berikutnya masih menurut Robbins (1991; 2007; 51) menunjukkan ada hubungan negatif antara masa kerja dengan kemangkiran dan masa kerja dengan produktivitas serta ada hubungan yang positif antara masa keja dengan kepuasan kerja. Demikian juga terdapat hubungan yang negatif dengan keluar masuknya karyawan, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa kerja karyawan yang lama akan memberikan kontribusi terhadap kinerja mereka yang terindikasikan dalam bentuk produktivitas kerja. Dalam penelitian ini masa kerja guru pembimbing tidak termasuk dalam kajian penelitian, tetapi perlu dicermati kemungkinan masa kerja dapat mempengaruhi terbentuknya model penelitian.


(37)

e. Kemampuan fisik dan intelektual seseorang. Kemampuan fisik dalam suatu pekerjaan sangat dibutuhkan apabila pekerjaan tersebut lebih menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan otot, atau perkerjaan yang sejenis. Kemampuan intelektual diperlukan manakala pekerjaan tersebut lebih rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informnasi. Kedua kemampuan tersebut sangat dibutuhkan pada lembaga atau organisasi yang fokus dan kedalamannya sangat tergantung pada kekhasan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Dalam kaitan ini kinerja guru pembimbing lebih mementingkan kemampuan intelektual karena jenis pekerjaan tersebut lebih banyak berhubungan dengan pemrosesan informasi daripada kecekatan tangan atau yang sejenisnya.

Kinerja guru pembimbing (konselor) tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kurikulum seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan yang mutakir adalah Kurilulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pemahaman guru pembimbing terhadap KBK dan KTSP masih sangat kurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ayu (2006, vii) bahwa pemahaman guru pembimbing (konselor) terhadap KBK termasuk kategori rendah. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat diperkirakan kinerja guru pembimbing akan menjadi kurang optimal. Namun, dalam penelitian ini kinerja guru pembimbing tidak difokuskan pada pemahaman kurikulum maupun dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja guru pembimbing, melainkan ingin menemukan model kinerja guru pembimbing yang fit atau tepat melalui kajian keterkaitan faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, budaya organisasi sekolah dan kepuasan kerja


(38)

guru pembimbing, serta menentukan besaran kontribusi faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja guru pembimbing di sekolah.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu upaya dari Kepala Sekolah untuk membina, mempengaruhi, memotivasi pada para guru. Menurut Luthans (1998:380) kepemimpinan adalah kegiatan disamping mempengaruhi orang-orang juga merupakan proses kelompok, kepribadian tingkah laku membujuk kekuasaan, dan interkasi dari peran yang berbeda untuk mencapai tujuan. Wahjosumidjo (1999:82) menegaskan bahwa Kepala Sekolah mempunyai peranan penting dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Mengacu pada pendapat itu maka peran kepemimpinan kepala sekolah sangat besar terhadap kinerja guru pembimbing disekolah. Hal ini sesuai dengan penelitian (Suranto;2003;85, Heck;1992:25, Sugiharti dan Aryani; 2002:16, Gaziel; ,Curties & Sherlock;2006:121) berkesimpulan bahwa ada hubungan yang positip antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Hal ini dapat diduga bahwa kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru pembimbing.

Di samping kepemimpinan, iklim organisasi diduga berhubungan dengan kinerja guru pembimbing. Muhamad (1985;95) menyatakan bahwa iklim organisasi, adalah suatu konsep yang merefleksikan suatu isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap lingkungannya .


(39)

Berdasarkan konsep itu dapat dinyatakan bahwa lingkungan kerja dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang berpengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan perasaan anggota yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja para anggotanya dalam suatu organisasi. Hal ini berarti lingkungan kerja yang menyenangkan dalam lingkungan organisasi sekolah akan dipersepsi secara positif oleh para guru termasuk guru pembimbing. Hasil persepsi akan membentuk sikap positif terhadap kerja yang selanjutnya akan muncul dalam bentuk perilaku yaitu kinerja guru pembimbing (teacher counselor performance ).

Teori tersebut didukung oleh hasil-hasil penelitian tentang hubungan antara iklim organisasi terhadap kinerja guru. Temuan (Sutarto 2002:108, Masrokhan 2002; vii, Downey,et.al;1975:151) yang menguatkan pendapat tersebut yaitu bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja guru.

Selanjutnya budaya organisasi atau juga sering disebut budaya kerja dalam organisasi merupakan kebiasaan yang didasarkan cara pandang atau cara seseorang memberikan makna terhadap kerja yang diwarnai suasana hati dan keyakinan yang kuat atas nilai-nilai yang diyakininya serta memiliki semangat sungguh-sungguh untuk mewujudkannya dalam bentuk kerja produktif ( Asmara, 2002: 164).

Konsep budaya organisasi atau budaya kerja menurut pernyataan itu lebih terfokus pada suasana hati dan semangat yang luar biasa untuk melaksanakan kegiatannya dalam bekerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa budaya kerja berhubungan dan berpengaruh terhadap kinerja


(40)

guru pembimbing di SMP Pekalongan. (Sunartyanto: 2003;114, Sugiyo;2006;42, Rahmawati,2004;20)

Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan dan iklim organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (1985) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah (a) perilaku kepemimpinan, (b) kebijaksanaan, (c) prosedur, (d) kelompok kerja, (e) kondisi kerja, (f) kesempatan untuk maju. Dari pendapat tersebut poin (b) dan (e) yaitu perilaku kepemimpinan dan kondisi kerja memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja seseorang.

Beberapa bukti penelitian mendukung teori tentang hubungan antara kepemimpinan dan kepuasan kerja. Sunarto (2001:99), berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara perilaku kepemimpinan dengan kepuasan kerja guru di SMU Negeri kota Semarang. Tidak jauh berbeda hasil penelitian Rejekiningsih (2001:vii) bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku kepala sekolah dan kepuasan kerja guru di kabupaten Tegal.

Penelitian Maryono (2002;vii) berkesimpulan bahwa iklim organisasi sekolah berhubungan dengan kepuasan kerja guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Gajah Mungkur Semarang.Penelitian yang sama dilakukan oleh Curties dan Serlock (2006;121; Rusvendi; 2005;23) menyimpulkan bahwa ada hubungan dan memberi pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja. Faktor-faktor yang secara konseptual berpengaruh terhadap kepuasan seseorang adalah budaya kerja. Budaya kerja menurut Bafadal (2003: 101) meliputi delapan hal yang diinginkan guru melalui pekerjaannya, yaitu (1) adanya rasa aman dan


(41)

hidup layak, (2) kondisi kerja yang menyenangkan, (3) rasa diikutsertakan, (4) perlakuan wajar dan jujur, (5) rasa mampu, (6) pengukuran dan penghargaan atas sumbangan, (7) ikut ambil bagian dalam pembentukan kebijakan sekolah dan (8) kesempatan mempertahankan self respect.

Konsep hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja dikemukakan oleh As’ad (1981:110), yaitu bahwa faktor yang dekat dengan budaya kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja meliputi tiga aspek, yaitu : (1) hubungan sosial antara para karyawan, (2) sugesti dari teman sekerja, (3) emosi dan situasi kerja.

Berdasarkan konsep dan berbagai hasil penelitian itu menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi sekolah, budaya organisasi dengan kepuasan kerja dan kinerja. Kenyataan di lapangan berdasarkan pra survei yang dilakukan di beberapa SMA eks Karesidenan Semarang ditemukan fenomena sebagai berikut

a. Kinerja guru pembimbing (konselor) masih tergolong belum optimal. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya guru pembimbing yang belum menyusun program bimbingan sesuai dengan kebutuhan siswa, atau kalau ada program bimbingan tidak pernah dikaji ulang artinya program relatif sama setiap tahun, guru pembimbing belum melaksanakan ketujuh layanan seperti yang telah tercantum dalam kurikulum bimbingan konseling, demikian pula kegiatan pendukung.belum dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan klien.

b. Banyak guru pembimbing (konselor) yang menyatakan bahwa kinerja tidak optimal karena kepala sekolah tidak memberikan pengarahan, kurang


(42)

memotivasi untuk mengaktualisasikan dirinya dalam bentuk kinerja yang optimal.

c. Para guru pembimbing merasa tidak puas dalam bekerja karena ada sementara kepala sekolah yang memberikan job discription atau diskripsi pekerjaan tidak sesuai dengan profesinya, misalnya menangani anak yang tidak seragam, tidak bayar uang sekolah, tidak pakai kaos kaki, terlambat masuk sekolah, dan kegiatan negatif lainnya, sehingga ada kesan guru pembimbing sebagai polisi sekolah, karena kerjanya menangani berbagai pelanggaran saja. Secara teoretis mereka puas apabila dapat melaksanakan kegiatan secara profesional dalam bimbingan konseling.

d. Para guru pembimbing kurang merasa puas dalam bekerja yang pada gilirannya tidak mampu menunjukkan kinerja yang optimal karena iklim organisasi di sekolah tersebut kurang kondusif. Hal ini tampak dalam kurang harmonisnya dalam interaksi antar guru disekolah. Adapun indikator kurang kondusif adalah adanya para guru bidang studi yang menganggap guru pembimbing tidak perlu, pengangguran yang dibayar atau menerima gaji buta dll.Demikian juga kurang tertib, adanya saling kurang menghargai antar guru dengan guru pembimbing berdampak pada kurang puasnya para guru pembimbing yang pada gilirannya kinerja guru pembimbing tidak optimal

e. Dari sudut pandang budaya kerja yang ditunjukkan oleh para guru belum optimal hal ini banyak sekali dipengaruhi oleh faktor eksternal yang cukup dominan. Budaya kerja para guru pembimbing di sekolah kurang menunjukkan hal yang positif, hal ini tampak masih banyak guru pembimbing yang


(43)

menunggu siswa datang untuk berkonsultasi dan belum menunjukkan sikap jemput bola dalam penanganan masalah. Kondisi semacam ini jelas akan mengurangi kinerja guru pembimbing sekolah.

Kecenderungan tersebut apabila terus berkembang dan berlangsung secara terus menerus akan memperburuk keadaan yang pada gilirannya berpotensi untuk menghambat pencapaian tujuan bimbingan konseling yaitu tercapainya perkembangan pribadi siswa yang optimal.

Berdasarkan fenomena itu dan dikaitkan dengan teori yang ada, penulis menfokuskan pada kajian “Model Kinerja guru pembimbing Sekolah Menengah Atas di Eks Karesidenan Semarang tahun 2007”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah itu, maka masalah yang diteliti adalah sebagai berikut. :

1. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007?

2. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja guru pembimbing SMA Tahun 2007? 3. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh budaya


(44)

4. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimna pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007?

5. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh iklim organisasi sekolah terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007?

6. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh budaya organsasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007?.

7. Apakah ada hubungan yang positif dan bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja guru pembimbing SMA tahun 2007?

1.3.. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah ingin menemukan model kinerja guru pembimbing yang fit (cocok) antara teori dengan data empirik di Sekolah Menengah Atas. Disamping itu juga ingin mengetahui hubungan dan pengaruh masing-masing variabel bebas (eksogen) terhadap variabel tergantung (endogen).dan variabel endogen terhadap variabel endogen.

Secara lebih rinci tujuan penelitian adalah ingin mengetahui:

1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan kepuasan kerja guru pembimbing, dan seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007.


(45)

2. Hubungan antara iklim organisasi dan kepuasan kerja guru pembimbing, dan pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007.

3. Hubungan antara budaya organisasi dan kepuasan kerja dan pengaruh budaya organisasi dengan kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007.

4. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru pemimbing dan pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMAtahun 2007.

5. Hubungan antara iklim organisasi dan kinerja guru pembimbing dan pengaruh iklim organisasi sekolah terhadap kinerja guru pembimbing melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007.

6. Hubungan antara budaya organisasi dan kinerja guru pembimbing serta pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja guru pembimbing SMA tahun 2007.

7. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja guru pembimbing dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja guru pembimbing SMA tahun 2007.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tentang konsep teoretis dalam hal pengembangan manajemen ( management


(46)

development) dalam pendidikan, khususnya pengembangan sumber daya manusia ( human recource development)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai sumber bagi Depdiknas untuk meningkatkan peran kepemimpinan dalam pendidikan khususnya dalam kepemimpinan kepala sekolah untuk pengembangan kepuasan dan kinerja guru pembimbing.

b. Sebagai bahan masukan Sekolah agar dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif.

c. Sebagai bahan Depdiknas dan Sekolah untuk dapat meningkatkan budaya kerja para guru pembimbing di sekolah.

d. Sebagai bahan perencanaan pengembangan sumber daya manusia khususnya profesional guru pemnbimbing

1.5. Batasan masalah dan istilah

Fokus penelitian ini adalah menemukan model kinerja guru pembimbing yang fit atau cocok atau tepat melalui kajian literatur keterkaitan faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, budaya organisasi dan kepuasan kerja guru pembimbing SMA di eks Karesidenan Semarang. serta mengurai pembinaan kinerja guru pembimbing berdasarkan model fit hasil penelitian.

Berdasarkan pada pembatasan masalah tersebut, berikut ini diuraikan konsep dasar model dan faktor-faktor determinan dalam penelitian ini.


(47)

1) Model menurut Knezevich (1984:134) adalah jembatan antara kegiatan intelektual teoretis dan kinerja empirik. Berdasarkan pada pendapat tersebut yang dimaksud dengan model dalam penelitian ini adalah merupakan konfigurasi intelektual abstrak dari keterkaitan atau hubungan antar variabel yang selanjutnya diadakan analisis melalui serangkaian penjelasan, penafsiran ataupun peramalan kecenderungan yang terjadi dalam beberapa variabel.

2) Kinerja guru pembimbing adalah tampilan secara penuh guru pembimbing dalam melaksanakan 9 layanan (orientasi, iformasi, pembelajaran, penempatan dan penyaluran, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konseling perorangan, konsultasi dan mediasi), dan 5 kegiatan pendukung (aplikasi intrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, studi kasus dan alih tangan kasus) yang mendasarkan pada 4 bidang bimbingan konseling Model kinerja dalam penelitian ini bukan pengembangan model yang sudah ada melainkan pengembangan yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru pembimbing ( model teoretis). Berdasarkan data empirik yang bersifat

expost facto yang mempengaruhi model teoretis tersebut selanjutnya dianalisis dengan Structural Equation Model (SEM). Melalui analisis SEM ini diharapkan dapat ditemumkan model yang fit kinerja guru pembimbing di sekolah.

3) Kepuasan kerja adalah suatu kondisi perasaan yang ada pada guru pembimbing (konselor) dalam melakukan tugasnya yaitu membantu


(48)

siswa untuk mengembangkan potensi, bakat, minat dan sifat-sifat pribadi siswa agar berkembang secara optimal

4) Kepemimpinan kepala sekolah sekolah adalah pola perilaku atau gaya kepemimpinan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah yang mencakup perilaku instruktif, konsultatif, partisipatif dan delegatif.

5) Iklim organisasi sekolah adalah merupakan seperangkat karakteristik internal sekolah yang datang dari kepala sekolah maupun guru yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja guru.pembimbing Secara eksplisit iklim organisasi tercermin dalam pola hubungan antar pribadi antara guru pembimbing dengan kepala sekolah, guru pembimbing dengan guru bidang studi dan guru pembimbing dengan murid.

6) Budaya organisasi adalah cara berpikir, berperilaku guru pembimbing dalam melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing


(49)

26

Dalam penelitian ini konsep-konsep teoretis dan pengembangan model yang dibahas meliputi konsep-konsep pembinaan kinerja guru pembimbing, kinerja guru pembimbing dalam perspektif manajemen pendidikan Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru pembimbing, temuan-temuan penelitian yang terdahulu, pengembangan model kinerja guru pembimbing, kerangka konseptual dan kerangka berpikir, serta hipotesis.

2.1 Konsep kinerja guru pembimbing (konselor)

Pembahasan konsep kinerja guru pembimbing meliputi hakekat manusia dalam kerja, dasar-dasar perilaku dalam kerja, pengertian kinerja guru pembimbing, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan evaluasi kinerja.

2.1.1.Hakikat manusia dalam kerja.

Dalam konsep manajemen bahwa keberhasilan dalam organisasi sangat ditentukan oleh perilaku anggotanya. Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, atau dengan kata lain bahwa perilaku seseorang dalam hal ini anggota pada hakekatnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Berikut ini akan dikemukakan empat pandangan psikologis tentang hakikat manusia dalam kerja dijelaskan dalam uraian berikut ini :

a. Pandangan psikoanalitik

Pada awalnya pandangan psikoanalitik dipelopori oleh Freud. Freud berpendapat bahwa konsep dasar dalam memahami manusia hendaknya


(50)

secara totalitas kepribadiannya, dan bukan secara terpisah-pisah. Rakhmad (2000:19)mengemukakan bahwa perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga sub sistem kepribadian manusia yaitu Id, Ego dan Superego. Masih menurut Freud bahwa kaum psikoanalis (dalam Suryabrata,1982:149) menganggap bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Dalam diri individu terdapat dua insting yaitu insting yang bersifat konstruktif dan bersifat destruktif. Tingkah laku individu ditentukan oleh kekuatan psikologis yang sejak semula memang sudah ada pada diri individu. Individu tidak memegang kendali atas dirinya sendiri namun tingkah lakunya semata-mata diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan insting biologisnya..

Id meliputi berbagai insting manusia yang mendasari perkembangan individu. Insting ini menggerakkan individu untuk hidup dalam dunianya dengan prinsip kesenangan (pleasure principle) yaitu sifat yang ingin memenuhi kebutuhannya. Id ini lebih bersifat egoistik, tidak bermoral, dan tidak mau tahu tentang kenyataan. Id tidak selalu leluasa menjalankan fungsinya karena individu harus menghadapi lingkungan atau kenyataan hidup. Lingkungan ini tidak dapat diterobos begitu saja sehingga perlu mempertimbangkan apa yang berada di luar dirinya itu apabila ia ingin berhasil dalam penyaluran instingnya . Dalam memuaskan kebutuhannya Id

dikendalikan oleh sistem kepribadian yang berikutnya yaitu ego. Ego adalah sistem kepribadian yang berfungsi menjembatani Id dengan dunia di luar individu. Ego bekerja atas dasar prinsip realitas (reality principle), yang


(51)

mengatur gerak-gerak Id agar dalam memuaskan instingnya selalu memperhatikan lingkungan atau kenyataan hidup.

Tingkah laku individu tidak hanya dijalankan oleh keduanya, melainkan juga oleh superego yang berfungsi sebagai pengawas atau pengontrol.

Superego muncul seiring dengan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya lingkungan yang bersifat aturan, nilai, moral, adat, dan tradisi. Jadi Id berfungsi sebagai penggerak, ego sebagai pengatur atau pengarah dan

superego sebagai pengawas.

Berdasarkan konsep psikoanalisis tersebut maka apabila kinerja seorang guru pembimbing hanya mendasarkan pada Id saja maka guru pembimbing tersebut akan berbuat sesuka hatinya, yang penting dia merasa puas, dan tidak memperhatikan teman-teman disekitarnya, akan tetapi perlu diingat bahwa dalam berperilaku menurut teori psikoanalisis masih perlu ada jembatan yaitu ego agar guru dalam bekerja memperhatikan aturan-aturan, sehingga dalam mengambil keputusan bersifat rasional. Selanjutnya perilaku dalam bekerja akan lebih optimal apabila dalam dirinya ada pengawas dalam dirinya sehingga guru dalam kinerjanya tidak perlu ditunggui oleh kepala sekolah tetapi atas kesadarannya untuk bekerja secara optimal.

b. Pandangan Humanistik

Pandangan humanistik menolak pandangan psikoanalitik. Rogers sebagai tokoh pandangan humanistik berpendapat bahwa manusia memiliki dorongan mengarahkan dirinya untuk berbagai hal yang menentukan “nasib”nya sendiri. Manusia memiliki kemampuan mengarahkan, mengatur dan


(52)

mengontrol diri sendiri. Jika individu berada dalam kondisi yang memungkinkan dan memberi kesempatan individu untuk berkembang, maka individu akan mengarahkan dirinya menjadi pribadi yang lebih maju dan positif dengan demikian akan terbebas dari kecemasan dan menjadi anggota masyarakat yang dapat bertingkah laku memuaskan..

Rogers (1961) mengemukakan gambaran pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir sebagai sesuatu yang tidak pernah selesai. Pribadi individu merupakan proses yang terus berjalan suatu keatuan yang tidak statis dan tidak kaku. Individu merupakan kesatuan potensi yang terus menerus berubah.

Pandangan Adler (1954) termasuk pandangan humanistik, manusia digerakan oleh rasa tanggung jawab sosial dan kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Individu melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan diri sendiri, dalam membantu orang lain dan dalam membuat dunia ini menjadi lebih baik untuk ditempati.

Berdasarkan konsep tersebut maka kinerja guru pembimbing merupakan wujud aktualisasi diri dari segenap potensi yang ada pada dirinya sehingga secara psikologis guru pembimbing selalu meningkatkan diri agar kinerjanya semakin optimal.

c. Pandangan Behavioristik

Kaum behavioristik (dalam Zanden,1984:7) menganggap manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor yang datang dari luar. Lingkungan sebagai penentu tunggal dari


(53)

tingkah laku manusia. Manusia datang ke dunia dengan sifat netral, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu tergantung pada lingkungannya.

Pandangan perilaku dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat manusia karena mengingkari kemampuan yang ada pada manusia yaitu kemampuan memilih, menetapkan tujuan dan mencipta. Skinner (1976) menjawab kritikan tersebut dengan mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku juga yang berkembangnya tidak berbeda dari tingkah laku lainnya. Justru tingkah laku inilah yang dapat didekati dan dianalisa secara ilmiah.

Menurut pandangan perilaku bahwa kinerja seseorang disamping dipengaruhi juga mempengaruhi lingkungan dan peniruan dari model orang lain. Hal ini dapat dikatakan bagaimana kinerja guru pembimbing apakah akan menjadi baik atau kurang baik sangat dipengaruhi oleh lingkungannya seperti guru bidang studi, dan kepala sekolah. Artinya apabila kepala sekolah dan guru bidang studi yang lain memberikan penguatan berupa pujian dan contoh yang baik maka pada gilirannya guru pembimbing diharapkan menunjukkan kinerja yang baik pula.

d. Pandangan kognitif.

Proses timbulnya perilaku khususnya dalam peniruan dipengaruhi oleh dua bentuk peniruan yaitu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lain berdasarkan atas pemahaman individu tentang dirinya sendiri.( Zanden; 1984:8) Pandangan tentang terbentuknya perilaku menurut pandangan kognitif


(54)

lebih sesuai dengan proses yang kedua yaitu pandangan yang lebih terfokus pada bagaimana kita memaknai lingkungan kita. Ada tiga teori yang melandasi pandangan kognitif yaitu:

1) Teori Medan.

Zanden (1984:9) mengemkakan bahwa dalam mengkaji perilaku sosial berdasarkan pada ruang kehidupan dan memperhitungkan faktor situasi. Artinya bahwa perilaku atau peristiwa psikologis baik berupa tindakan, pikiran, harapan atau apapun kesemuanya merupakan fungsi dari ruang kehidupan dan lingkungan sekitarnya. Selanjutnya menurut teori medan bahwa pemahaman tentang perilaku selalu dikaitkan dengan konteks lingkungannya. Apabila kita mengkaji kinerja guru pembimbing tidak dapat hanya yang mendasarkan pada bagaimana guru pembimbing melaksanakan atau tidak melaksanakan tugasnya, melainkan dilihat konteks lingkungan yang menyertainya, seperti bagaimana tanggapan guru bidang studi lain, bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dll.

2). Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Attitude Consistency and Attribution Theory)

Fritz Heider (1946, 1958) dalam Zanden (1984:51) seorang psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap kita, sehingga tidak menimbulkan konflik. Contohnya, jika kita setuju pada pendapat seseorang


(55)

seperti juga orang-orang lain, maka sikap kita tersebut konsisten atau seimbang (balance). Namun jika kita setuju tetapi ternyata teman-teman dekat kita dan juga orang-orang di sekeliling kita tidak setuju pada pendapat tersebut maka kita dalam kondisi tidak seimbang (imbalance). Akibatnya kita merasa tertekan (stress), kurang nyaman, dan kemudian kita akan mencoba mengubah sikap kita, menyesuaikan dengan orang-orang di sekitar kita. Melalui pengubahan sikap tersebut, kita menjadi lebih nyaman. Intinya sikap kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap orang lain agar terjadi keseimbangan karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih nyaman.

Heider juga menyatakan bahwa kita mengorganisir pikiran-pikiran kita dalam kerangka "sebab dan akibat". Agar dapat meneruskan kegiatan kita dan mencocokannya dengan orang-orang di sekitar kita, kita mentafsirkan informasi untuk memutuskan penyebab perilaku kita dan orang lain. Heider memperkenalkan konsep "causal attribution" yaitu proses penjelasan tentang penyebab suatu perilaku. Kita bisa menjelaskan perilaku seseorang jika kita mengetahui penyebabnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal (internal causality) merupakan atributyang melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau personal, dan penyebab external (external causality) terdapat


(56)

dalam lingkungan atau situasi. Menurut teori ini seorang karyawan atau pegawai termasuk guru pembimbing akan bekerja secara optimal sangat dipengaruhi oleh kondisi internal (dalam diri guru pembimbing) itu sendiri, atau oleh lingkungan eksternal seperti kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah dan iklim organisasi sekolah dan kondisi lain.

Dari beberapa pandangan tentang manusia di atas, dapat ditarik simpulan beberapa pengertian pokok berikut :

a. Manusia pada dasarnya memiliki “innate energy” yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan.

b. Dalam diri manusia/individu terdapat fungsi rasional yang bertanggungjawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.

c. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan “nasib”nya sendiri,

d. Manusia pada hakekatnya dalam proses “menjadi”, berkembang terus, tidak pernah selesai.

e. Dalam hidup individu melibatkan dirinya dalam usaha mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati. f. Manusia merupakan suatu keberadaan potensi yang perwujudannya

merupakan ketakterdugaan, namun potensi ini terbatas.

g. Manusia adalah makhluk Tuhan yang sekaligus mengandung kemungkinan baik dan jahat.


(57)

h. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan kemampuan yang dipelajari.

i. Tingkah laku seseorang merupakan sinergi dari kondisi internal dan lingkungan eksternal dan konteks yang menyertainya.

2.1.2. Dasar-dasar perilaku individu dalam kerja.

Robbins (1991; 2007:47-49) mengemukakan bahwa dasar perilaku individu dalam kerja meliputi karakteristik biografis seperti usia, jenis kelamin status perkawinan; kemampuan fisik dan intelektual, locus of control, kepribadian, dan pembelajaran.

a. Karakteristik biografis 1) Usia

Penelitian menunjukkan bahwa pegawai yang berusia lebih tua mempunyai kedudukan rendah untuk menghindar dari kemangkiran dibanding yang lebih muda. Hal ini dimungkinkan karena kesehatan yang menurun seiring dengan bertambahnya usia dan perlu waktu yang lebih lama untuk recovery dibanding yang lebih muda usianya.

Analisis literatur yang terkini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kinerja, demikian pula ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Banyak fakta yang mengindikasikan hubungan positif antara keduanya, setidaknya untuk usia sampai 60 tahun. Bagaimanapun perubahan tertentu atau kemajuan pada teknologi dapat berpengaruh. dalam pekerjaan, dimana pekerja sebagai subjek untuk membuat


(58)

perubahan pada kemampuannya misal dengan adanya komputer dan jaringan internet, maka disini yang lebih tua akan mempunyai kepuasan kerja yang lebih rendah dibanding yang lebih muda.

2) Jenis kelamin

Kajian psikologis menemukan bahwa wanita lebih mudah menyesuaikan diri dengan pimpinan sedangkan pria lebih agresif dan cenderung mempunyai harapan lebih untuk sukses, namun demikian pendapat tersebut tidak banyak mendapat dukungan. Perkembangan 20 tahun terakhir tentang emansipasi wanita dalam pekerjaan menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam hal produktivitas kerja. Meskipun ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa wanita lebih tinggi pada tingkat turnover, hal ini tidak serta merta menjadi kesimpulan yang bermakna, karena ada beberapa penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan. produktivitas kerja antara pria dan wanita.

Penelitian selanjutnya pada tingkat ketidakhadiran. Banyak fakta mengindikasikan bahwa wanita sering tidak hadir dibanding pria. Hal ini didasarkan atas logika budaya yang mengarah pada wanita seharusnya tinggal dirumah dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Wanita secara turun temurun ditetapkan untuk merawat anak dan bukan sebagai pencari nafkah.


(59)

3) Status perkawinan

Penelitian tentang keterkaitan antara kinerja dengan status perkawinan belum banyak dilaksanakan. Salah satu penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa pekerja yang sudah menikah mempunyai tingkat ketidakhadiran yang rendah, dan cenderung puas terhadap pekerjaan yang digelutinya.. Pekerja yang sudah menikah meningkat rasa tanggung jawabnya sehingga melihat pekerjaan sebagai sesuatu hal yang sangat penting dan berharga. Selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, misalnya bagaimana dengan pekerja yang bercerai.

4) Masa kerja

Beberapa kajian menunjukkan bahwa masa jabatan/kerja jika didefinisikan sebagai pengalaman kerja maka berhubungan positif dengan produktivitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa pegawai senior atau pekerja dengan masa kerja yang lama berkorelasi negatif dengan ketidakhadiran. Selanjutnya ditemukan juga bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan turnover/keluar masuknya pegawai

5) Jumlah tanggungan

Ada hubungan yang positif antara jumlah anak dalam keluarga pekerja wanita dengan ketidakhadiran. Begitu juga dengan kepuasan kerja. Namun ada pula penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah anak tidak mempengaruhi turnover dan ada pula yang sebaliknya.


(60)

b. Kemampuan

Kemampuan disini merujuk pada suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan individu pada hakikatnya tersusun dari dua perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

1) Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, ketepatan peseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan memori. Kecerdasan kognitif bukan sebagi prasyarat utama untuk semua pekerjaan namun beberapa penelitian yang sudah dilakukan berulang-ulang menunjukkan bahwa tes-tes IQ yang menilai kemampuan verbal, numerik, ruang dan perseptual merupakan faktor penting pada pekerja untuk semua jenis pekerjaan. Namun demikian yang perlu diingat adalah hasil penelitian Goleman (1995:38) dan Patton (2001:2) bahwa yang menentukan kinerja seseorang dari kecedasan kognitif (IQ) hanya menyumbang 20%, sedangkan 80% disumbangkan oleh faktor lain dan salah satunya kecerdasan emosional. Masih menurut Goleman bahwa indikator-indikator kecerdasan emosional yang memberi kontribusi adalah; (a) kemampuan memotivasi diri, (b) ketekunan, (c) keuletan, (d) ketrampilan empatik, dan (e) ketrampilan berkomunikasi.


(61)

2) Kemampuan fisik

Sementara kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi, kemampuan fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut ketrampilan. Misalnya, pekerjaan yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut manajemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang karyawan.

Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah teridentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Tidaklah mengherankan bahwa hubungan antara kemampuan-kemampuan ini juga kecil, nilai yang tinggi pada satu kemampuan bukanlah jaminan nilai yang tinggi pada kemampuan yang lain dan kemungkinan besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila manjemen telah memastikan sejauh mana suatu pekerjaan menuntut masing-masing dari sembilan kemampuan itu dan kemudian menjamin bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut mempunyai kemampuan tersebut.

3) Kesesuaian kemampuan dan pekerjaan

Dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku orang-orang ketika bekerja perlu diketahui bahwa pekerjaan-pekerjaan mengajukan tuntutan yang berbeda-beda terhadap orang dan bahwa orang memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, kinerja karyawan ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan.


(62)

Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada pesyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Jadi, misalnya, seorang kepala / pimpinan perusahaan memerlukan kemampuan decision making yang baik, maka jika para pegawai tidak mempunyai kemampuan yang disyaratkan kemungkinan besar akan gagal. Namun jika kemampuannya terlalu jauh melampui persyaratan kemungkinan besar kinerja akan memadai meskipun juga bisa terjadi ketidakefisienan dan penurunan kepuasan kerja.

c. Kepribadian

Kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan individu untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian seseorang ditentukan oleh hereditas; lingkungan yang meliputi adat istiadat, norma, budaya, nilai-nilai, dan situasi misalnya dalam kondisi atau situasi tertekan (underpresure).

Karakteristik yang dimiliki individu menggambarkan perilaku individu. Sebagai contoh digambarkan sebagai berikut:

Kecemasan tinggi sabar/tenang

Extrovert

Introvert

Gambar 2.2 Karakteristik individu ( Robbins, 1991:93 ) Tegang, tidak stabil,

mudah dirangsang/ dipengaruhi, hangat, sosial dan kurang mandiri

Percaya diri, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri, hangat, sosial dan kurang mandiri

Tegang, dapat dipengaruhi, tidak stabil,

dingin, pemalu

Sabar, percaya diri, dapat

dipercaya, dapat menyesuaikan diri, tenang, dingin, pemalu


(63)

Selanjutnya dari atribut kepribadian locus of control dapat diprediksi perilaku pekerja. Atribut lain misalnya kebutuhan atau motif breprestasi, harga diri, self monitoring, dan lain sebagainya.

Locus of control internal mengakibatkan rendahnya tingkat ketidakhadiran. Sebagai contoh, individu merasa dirinya sehat, individu berprinsip bahwa sehat berasal dari dirinya sendiri, sehingga berusaha menjaga kesehatannya dan tidak mudah sakit sehingga jarang absen atau tidak datang dalam bekerja. Orang dengan locus of control internal lebih baik pada penampilan kerjanya dengan catatan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Orang dengan locus of Control

internal suka mencari informasi sebanyak-banyaknya sebelum membuat keputusan, motivasi tinggi untuk berprestasi, usaha besar untuk mengontrol lingkungan sedangkan orang dengan locus of control eksternal cenderung banyak mengeluh dan ikut arus dan kurang memiliki upaya untuk mengoptimalkan dirinya.

d. Pembelajaran

Setiap perubahan perilaku yang dapat diamati sebagai bukti ada atau tidak adanya proses pembelajaran dan pengalaman masa lalu yang telah diperolehnya. Penguatan/reinforcement positif merupakan suatu instrumen yang ampuh untuk memodifikasi atau merubah perilaku. Dengan memberikan ganjaran terhadap perilaku yang berkaitan dengan kinerja, maka pekerja akan cenderung untuk mengulanginya, sehingga manajemen dapat meningkatkan perilaku seseorang akan semakin sering itu akan diulang.


(1)

LAMPIRAN; 28

INSTRUMEN KEPUASAN KERJA GURU PEMBIMBING

No Pernyataan-pernyataan Pilihan Jawaban

SS S K TS STS 1 Bertemu dan berbagi dengan para siswa

membuat hidup saya lebih bersemangat

2 Saya menikmati pekerjaan saya sebagai guru pembimbing

3 Saya senang mampu memahami karakteristik masing-masing klien

4 Sebagai guru pembimbing, saya optimis dapat membantu mengatasi permasalahan siswa 5 Saya tidak perduli apakah ada penghargaan

atau tidak, saya tetap berusaha membuat suatu prestasi

6 Saya meyakinkan diri saya bahwa keberadaan saya disini sudah sesuai dengan harapan saya. 7 Saya mendapatkan kepuasan jika dapat

membantu siswa menemukan solusi bagi dirinya sendiri.

8 Terdapat kesesuaian antara tugas dan imbalan yang saya peroleh

9 Suasana kerja yang menyenangkan membuat saya tidak berpikiran untuk pindah kerja.

10 Setiap ada pertemuan rutin, saya diberi kesempatan untuk menyampaikan kendala yang saya hadapi

11 Guru bidang studi mau kerja sama dan memberikan pengakuan atas kinerja guru pembimbing

12 Saya menggunakan ruangan khusus untuk melaksanakan konseling pribadi dengan siswa. 13 Kondisi ruangan tempat kerja di sekolah terlalu

sempit

14 Alat kebutuhan bimbingan dan konseling sudah dipenuhi oleh sekolah

15 Data siswa tersimpan dengan rapi dan tersedia buku pribadi dan almari


(2)

LAMPIRAN 29

INSTRUMEN BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PETUNJUK

Berikut ini disajikan sejumlah pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan Budaya Organisasi dan kepemimpinan Kepala Sekolahdi. Bapak/Ibu diminta menunjukkan sejauh mana kondisi organisasi sekolah dan kepemimpinan kepala sekolah dengan pernyataan tersebut dengan cara memilih:

SS : Jika pernyataan tersebut Sangat Sering dilakukan S : Jika pernyataan tersebut Sering dilakukan

K : Jika pernyataan tersebut Kadang-kadang dilakukan J : Jika pernyataan tersebut Jarang dilakukan

TP : Jika pernyataan tersebut Tidak Pernah diakukan

Adapun cara menjawab dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom yang sesuai dengan pilihan Bapak/Ibu.

Contoh : Saya ingin sesuatu yang baru dalam bekerja

SS S K J TP

i

Terhadap contoh di atas berarti Bapak/Ibu memilih SS : artinya bapak/ibu selalu menginginkan sesuatu yang baru dalam bekerja

Bapak/Ibu tidak perlu khawatir karena semua jawaban tidak ada hubungannya dengan DP3 dan hanya semata-mata untuk kepentingan pengembangan manajemen bimbingan dan konseling sekolah

Sekian dan terima kasih atas kerjasama dan partisipasi Bapak/Ibu dalam mengisi kusioner.

Semarang, September 2007


(3)

BUDAYA ORGANISASI

No. Pernyataan Pilihan Jawaban

SS S K J TP

1. Sekolah sering melakukan perubahan-perubahan dalam penyelenggaraan layanan BK

2. Sekolah menyediakan media dalam penyelenggaraan layanan BK

3. Sekolah mencari berbagai informasi melalui kinjungan rumah, himpunan data, aplikasi instrumen dan lainnya demi terselesaikannya masalah klien 4. Sekolah berani ambil resiko ketika melakukan alih

tangan kasus karena memang masalah klien harus ditangani oleh ahlinya

5. Sekolah sangat puas terhadap hasil kerja guru pembimbing karena administrasinya baik dan tertib 6 Sekolah memberikan tugas kepada siswa pada setiap

penyelenggaraan layanan BK

7. Sekolah menyuruh siswa untuk mencari informasi sendiri melalui internet ataupun media pada setiap pemberian layanan BK

8. Sekolah menginginkan siswanya berubah menjadi lebih baik setelah diberikan layanan BK

9. Sekolah mengoptimalkan kerja sama antar guru bila ada siswa yang mengalami masalah

10 Sekolah mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa dalam penyelesaian masalah.

11 Sekolah mengadakan kerjasama dengan psikolog ketika harus memberikan tes bakat, minat ataupun tes kecerdasan

12 Sekolah bekerja sama dengan siapa saja dalam rangka membentuk tim penegak Disiplin siswa 13 Sekolah mengetahui program kerja yang dibuat oleh

guru pembimbing sekolah 14

Guru pembimbing sekolah meminta ijin dan bekerja sama dengan kepala sekolah untuk mengadakan konferensi kasus

15 Sekolah menciptakan kompetisi pada guru untuk meningkatkan kinerja

16 Sekolah mengikutkan para guru pembimbing di Pelatihan, seminar, ataupun studi pustaka agar kinerja semakin baik

17 Sekolah memfasilitasi layanan bimbingan kelompok siswa


(4)

untuk membantu mengentaskan masalah siswa

19 Sekolah memfasilitasi layanan mediasi dan konsultasi

20 Sekolah menyarankan guru pembimbing sekolah bersikap pro aktif terhadap siswa-ssiwa yang memiliki masalah.

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH N

o

Pernyataan-pernyataan Pilihan Jawaban SS S K J TP

1 Kepala sekolah memberikan kesempatan pada saya untuk menyampaikan kendala yang saya hadapi untuk dicarikan solusi.

2 Setiap kegiatan yang saya rencanakan harus mendapat persetujuan dari kepala sekolah

3 Setiap pertemuan, kepala sekolah menggarisbawahi tugas yang harus saya jalankan sekaligus waktu pelaksanaan dam bagaimana menjalankannya.

4 Kepala sekolah memberikan pengawasan ketat pada para guru pembimbing dan guru.

5 Kepala sekolah membantu dan mengarahkan sekaligus mengambil tindakan dalam menghadapi permasalahan siswa.

6 Kepala sekolah memberikan arahan pada saya dalam menjalankan tugas yang diperintahkan

7 Saya merasakan dukungan dari kepala sekolah atas pekerjaan saya

8 Pada setiap pertemuan, kepala sekolah memberikan kesempatan guru pembimbing untuk menyampaikan pendapat di depan forum.

9 Kepala sekolah mau terbuka untuk mendengarkan keluhan para guru pembimbing

10 Kepala sekolah mulai menunjukkan adanya keteterbukaan

11 Kepala sekolah mengadakan rapat/pertemuan rutin untuk membicarakan segala permasalahan yang ada 12 Setiap saat Kepala Sekolah bersedia memberikan

layanan konsultasi bagi semua guru termasuk guru pembimbing

13 Kepala sekolah dan guru pembimbing bekerja sama untuk memecahkan masalah klien .


(5)

menyikapi permasalahan yang muncul didasarkan atas pertimbangan para guru pembimbing

15 Dalam penyusunan program BK di sekolah, kepala sekolah melibatkan semua guru dan staf sekolah dibawah koordinator guru pembimbng.

16 Selama ini Kepala Sekolah bersedia mendengarkan keluhan dan saran dari para guru dalam pengambilan keputusan.

17 Saya menjalani peran saya sebagai guru pembimbing sesuai dengan tugas dan batas wewenang saya

18 Kepala sekolah memberikan kebebasan pada para guru sepenuhnya untuk mengambil keputusan

19 Tidak ada batasan/aturan menghambat saya dalam menjalankan peran saya sebagai guru pembimbing 20 Dalam pemecahan masalah siswa Kepala Sekolah


(6)