1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperoleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Depdiknas 2003: 5. Menelaah makna yang tersirat dalam Undang-Undang No 20 tentang
Sisdiknas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai tanggung jawab yang besar dan peran yang amat penting dalam pembangunan nasional. Peranan
pendidikan yang utama yaitu menyiapkan peserta didik agar dapat menjadi manusia-manusia pembangunan, mempunyai keterampilan hidup dan kepribadian
yang unggul. Peranan pendidikan yang demikian sejalan dengan pendapat Satmoko 1999:18 bahwa melalui pendidikan akan tercipta manusia Indonesia
seutuhnya; yaitu manusia yang selaras, serasi dan seimbang serta integral dari semua aspek manusia yaitu sebagai makhluk individu, sosial, susila, dan
beragama Gambaran manusia Indonesia seutuhnya telah termuat dalam Undang- Undang No 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 3, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa,
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Terkait dengan tujuan pendidikan nasional tersebut Satmoko
1992:28 menyatakan bahwa melalui pendidikan perlu adanya strategi pendidikan yang bernada “manghayu-hayuning bawana” yaitu kondisi yang aman,
damai dan memungkinkan orang hidup dengan bebas merdeka serta bertanggung jawab.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi bangsa adalah bangsa yang plural baik dalam hal agama, suku, bahasa dan ras. Untuk
mengantisipasi masyarakat plural dan era globalisasi dewasa ini diperlukan pendidikan multikultural agar tercapai masyarakat nasionalisme Indonesia baru
Tilaar 2004:16. Pembangunan manusia Indonesia masa depan yang diharapkan perlu dicermati dan disikapi sebagai suatu wujud kepedulian anak bangsa yang
tercermin dalam proses pendidikan yang komprehensif, penanganan yang sinergi dari berbagai komponen dan pelaku pendidikan.
Melalui pendidikan yang komprehensif diharapkan terbentuknya manusia yang utuh dan atau sebagai sumber daya manusia yang unggul seperti yang
diamanatkan dalam Undang-Undang NO 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dapat tercapai. Namun, kenyataan yang ada bahwa mutu hasil belajar yang
mencerminkan kualitas sumber daya manusia dan tingkah laku siswa belum menggambarkan harapan trersebut. Menurut Widodo 2004: 70 dalam Human
Development Report 2002-UNDP, nilai Human Development Index HDI
sebesar 0,684 atau menduduki peringkat 109 dari 174 negara yang diteliti. Demikian juga, pengembangan sumber daya manusia bila dikaji dari segi moral,
dan dari jati diri bangsa dalam perspektif kemajemukan budaya bangsa. Dari segi moral masih sering terlihat adanya perkelahian remaja, penyalahgunaan obat-obat
terlarang, dan perilaku-perilaku negatif lain yang makin hari semakin marak dalam pemberitaan di media baik cetak maupun elektronik
Fakta empiris tersebut menunjukkan bahwa kinerja lembaga pendidikan belum optimal. Kondisi ini tidak terlepas bagaimana peran guru dan guru
pembimbing sekolah Menurut Usman 2000: 9 pengajar atau guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Guru
pembimbing juga mempunyai peran yang strategis dalam pengembangan kepribadian siswa. Kenyataan menunjukkan bahwa kinerja guru pembimbing
belum menggambarkan yang seharusnya, karena masih banyak guru pembimbing yang melaksanakan tugas seperti polisi sekolah, dan secara makro kinerja guru
pembimbing belum menujukkan standar yang seyogyanya dilakukan guru pembimbing sekolah. Terkait dengan ini Wibowo 2002: 23 mengemukakan
bahwa perilaku guru pembimbing seperti praktek polisi sekolah dan pencatatan kredit pelanggaran merupakan cermin ketidakprofesionalan guru pembimbing.
Kenyataan semacam ini menjadi indikator bahwa kinerja pendidikan belum optimal antara lain disebabkan oleh kinerja guru pembimbing yang belum optimal
pula.
Secara lebih mendasar bahwa gambaran kinerja guru pembimbing seperti dalam berbagai layanan menunjukkan belum optimal. Adapun fenomena yang
ada, dapat digambarkan sebagai berikut: a.
Layanan orientasi yang di lakukan oleh guru pembimbing masih terbatas pada pemberian materi yang ada kaitannya dengan kondisi situasi sekolah,
dan belum mencakup materi keempat bidang bimbingan yang seharusnya, seperti .bidang pengembangan pribadi, bimbingan sosial, pengembangan
kegiatan belajar, pengembangan kehidupan keluarga, dan kehidupan keberagamaan.
b. Layanan informasi yang diberikan oleh guru pembimbing belum optimal
karena hanya sebatas pada pengembangan pribadi, informasi pendidikan,dan informasi hubungan sosial. Layanan informasi yang ideal seharusnya
meliputi berbagai informasi seperti: pengembangan diri, hubungan antar pribadi, pendidikan dan belajar, informasi pekerjaan, sosial budaya,
kehidupan keluarga, dan kehidupan beragama. c.
Layanan penempatan dan penyaluran yang disampaikan oleh guru pembimbing belum optimal dan hanya sebatas pada fokus penempatan siswa
dalam belajar, penempatan dalam kegiatan ekstrakurikuler, penempatan siswa pada kegiatan kesiswaan, dan belum menyeluruh pada kegiatan layanan
penempatan dan penyaluran. d.
Layanan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pembimbing lebih difokuskan pada aspek pendidikan saja dan belum mencakup seluruh aspek
kegiatan layanan pembelajaran seperti: pengembangan kehidupan pribadi,
pengembangan kemampuan hubungan sosial, perencanaan karir, kehidupan berkeluarga, dan keberagamaan.
e. Layanan konseling perorangan sudah dilaksanakan namun lebih sering
menggunakan tehnik yang bersifat behavioral dan belum pada tehnik yang disesuaikan dengan karakteristik siswa, masalah dan kemampuan guru
pembimbing konselor. f.
Layanan bimbingan kelompok masih jarang dilaksanakan oleh guru pembimbing disekolah karena keterbatasan pengetahuan dan waktu yang
tersedia, pada hal melalui layanan ini akan lebih efisien karena dengan menggunakan dinamika kelompok akan mampu mengembangkan potensi
siswa.secara optimal. g.
Layanan konseling kelompok jarang dan kurang dilaksanakan karena keterbatasan pengetahuan dan tehnik yang dikuasai oleh guru pembimbing.
Dalam berbagai teori dikatakan bahwa konseling kelompok efektif untuk pengentasan masalah siswa secara bersama-sama.
h. Layanan konsultasi sudah dilaksanakan oleh guru pembimbing, namun belum
semua pihak ketiga yang ada kaitannya dengan klien mengoptimalkan guru pembimbing untuk membantunya..
i. Layanan mediasi belum banyak dilaksanakan oleh guru pembimbing karena
ada anggapan bahwa guru pembimbing dianggap sebagai pembela dari salah satu personil, pada hal melalui layanan ini guru pembimbing akan bertindak
sebagai mediator bagi kedua belah pihak yang sedang bermasalah.
j. Kegiatan pendukung aplikasi instrumentasi sudah dilaksanakan oleh guru
pembimbing walaupun belum optimal, karena data yang ada belum lengkap atau belum up to date artinya data belum secara kontinyu diperbarui.
k. Kegiatan pendukung himpunan data sudah dilaksanakan oleh guru
pembimbing, namun hanya sebatas pada tahun ajaran baru, padahal seharusnya setiap saat data selalu dilengkapi dan diperbarui.
l. Kegiatan konferensi kasus jarang dilaksanakan karena ada anggapan kegiatan
ini urusannya guru pembimbing saja, pada hal seharusnya penanganan kasus siswa merupakan tugas bersama atau setidak-tidakanya merupakan kolaborasi
antara semua personel sekolah. Melalui konferensi kasus akan dapat digunakan untuk membantu siswa secara integratif dan komprehensif.
m. Kegiatan kunjungan rumah sudah dilaksakan akan tetapi terbatas pada
beberapa siswa saja karena menurut anggapan mereka kegiatan ini menyita waktu dan tenaga. Seharusnya kegiatan kunungan rumah dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dan permasalahan siswa. n.
Kegiatan alih tangan belum dilaksanakan secara optimal karena hanya sebatas pada alih tangan kasus dari guru ke guru lain dan belum
memanfaatkan pakar diluar sekolah seperti psikolog, psikiater, dokter dan pihak-pihak lain yang terkait dan ahli dalam permasalahan klien.
Kinerja merupakan salah satu bagian kajian dari tiga level manajemen pendidikan. Robbins 1991: 42-43 mengatakan bahwa ketiga level tersebut
adalah level individual, level kelompok, dan level institusiorganisasi. Dengan
mengacu pada pendapat itu kajian kinerja guru pembimbing termasuk dalam kawasan manajemen pendidikan pada ketiga level tersebut.
Kinerja merupakan salah satu kajian sumber daya manusia. Hal ini secara eksplisit dinyatakan oleh Simamora 1997:.3 bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Selanjutnya
dinyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan perburuhan yang mulus.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan yang menentukan keberhasilan organisasi. Guru dan guru pembimbing konselor
termasuk komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus Sahertian:2000;1. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Elton Mayo dari Harvard University yang dikutip oleh Siagian 2007:39 yang menemukan bahwa sikap dan perilaku positif serta produktivitas kerja tidak
dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang diberikan oleh manajemen pada mereka. Temuan lain bahwa perilaku seorang
pekerja sangat ditentukan oleh dan terkait pada norma-norma kelompok kerja di mana seorang pekerja menjadi anggota. Perkembangan selanjutnya bahwa perlu
diperhatikan faktor-faktor dari pekerja itu sendiri seperti kebutuhan-kebutuhan baik kebutuhan intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa pengembangan sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan
sumber daya manusia yang tepat sangat penting dalam setiap organisasi, agar tujuan organisasi dapat tercapai, dan mampu menghadapi berbagai tantangan baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Analog dengan pernyataan tersebut maka kinerja guru pembimbing
termasuk dalam pengembangan sumber daya manusia, oleh karena itu pembahasan mengenai kinerja merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas suatu organisasi dalam hal ini adalah organisasi Sekolah Menengah Atas. Produktivitas dalam lingkup pendidikan adalah tercapainya tujuan
pendidikan seperti yang telah ditetapkan oleh tiap-tiap institusi sekolah .Pada kawasan atau tataran bimbingan konseling produktivitas kinerja guru pembimbing
adalah adanya perasaan bahagia, puas, sikap positif, terakomodasinya kebutuhan klien dan pada level jangka panjang adalah tercapainya perkembangan yang
optimal pada masing-masing siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, semua warga sekolah Kepala Sekolah,
guru dan guru pembimbing perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Mortensen dan Schmuller, 1976:7 , Sugiyo dan Sugiharto 1994 ; 17
serta Nurihsan dan Sudianto 2005;2 menggambarkan keterkaitan personal sekolah yang berbentuk kerjasama antara manajemensupervisi, pengajaran dan
bimbingan konseling yang merupakan tiga pilar pendidikan dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Gambar1.1. Keterkaitan tiga pilar pendidikan Berdasarkan gambar 1.1 dapat dikemukakan bahwa peranan kepala
sekolah, guru dan guru pembimbing sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan sinergi yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, maksudnya ketiga
komponen itu saling membahu untuk mewujudkan perkembangan siswa secara optimal, yaitu berkembangnya bakat, minat, dan sifat-sifat pribadi siswa. Kepala
sekolah bertanggung jawab atas kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, termasuk penyeliaan supervisi. Guru adalah
pengelola peristiwa belajar mengajar, pemelancar belajar siswa, dan tugas guru pembimbing konselor melaksanakan pendidikan yang khusus sifatnya, yaitu
dengan memberikan perhatian kepada siswa secara perseorangan dan membantunya mengembangkan diri menjadi pribadi utuh dan mencapai taraf
perkembangan yang lebih maju Munandir:1996;31 Hal ini sejalan dengan pernyataan Thomson, 1992:10 bahwa guru, administrator, dan guru pembimbing
harus bekerja sama dan saling membahu serta saling mengenal sebagai sebuah tim. Khususnya guru pembimbing sekolah hendaknya dapat menunjukkan kinerja
Adm kepemimpinan Guru - PBM
Guru pembimbing
Perkmb optimal
yang optimal agar dapat membantu perkembangan optimal anak. Kinerja performance guru pembimbing menurut Sciarra 2004:11 adalah kegiatan
bimbingan konseling yang mencakup tiga aspek, yaitu a perencanaan individual, yang meliputi fungsi konseling secara tradisional, seperti penasehatan,
penempatan, dan tindak lanjut. b kegiatan responsif yang mencakup konseling individual, konseling kelompok, konsultasi dan alih tangan dan c kegiatan
suportif yang meliputi manajemen program bimbingan, bekerjasama dengan personel lain di sekolah, menumbuhkan jaringan kerja di masyarakat dan progam
peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat. Senada dengan pernyataan tersebut Prayitno 1996:11 mengatakan bahwa
kinerja guru pembimbing konselor merupakan tampilan secara penuh dalam penyelenggaraan bimbingan konseling. Penampilan secara penuh itu ditandai
dengan tiga orientasi yaitu a orientasi individual b orientasi permasalahan, dan c orientasi perkembangan.
Orientasi individual artinya guru pembimbing memperhatikan dan teramat peduli terhadap siswa secara individual. Setiap siswa yang berjumlah 150 orang
satu persatu harus diperhatikan, dikenali, didekati dan dilayani secara perorangan. Singkatnya guru pembimbing adalah orang yang peduli dan yang paling dekat
dengan siswa asuhannya. Orientasi permasalahan maksudnya bahwa siswa yang menjadi asuhannya secara perorangan diperhatikan dan dibimbing untuk
pengentasan pemecahan masalah. Jika siswa tidak bermasalah guru pembimbing tetap waspada dan melakukan berbagai upaya penanganan agar siswa tidak
mengalami masalah. Orientasi perkembangan maksudnya guru pembimbing harus
teramat peduli terhadap perkembangan siswa, memantau bagaimana perkembangan siswa apakah menaik atau mengalami kemajuan, lancar atau
bahkan berhenti. Guru pembimbing bertanggung jawab mendorong, merangsang dan meningkatkan perkembangan siswa. Ketiga orientasi tersebut dijadikan
sebagai tolok ukur untuk melihat kinerja guru pembimbing terhadap siswa bimbingannya. Apabila guru pembimbing telah melakukan kinerja sesuai dengan
tiga fokus tersebut berarti telah mengaktualisasi kegiatan bimbingan yang mencakup 1 bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir , 2 jenis
layanan bimbingan dan konseling layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan
konseling kelompok, konsultasi dan mediasi 3 kegiatan pendukung aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan
kasus, maka berarti guru pembimbing telah menampilkan kinerja yang seharusnya dilaksanakan.
Kinerja guru pembimbing merupakan akumulasi dari diri dan pihak lain. Menurut Handoko 2001:196 bahwa kinerja dipengaruhi oleh satisfaction
dissatisfaction atau kepuasan dan ketidakpuasan perseorangan terhadap kinerja.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat dimaknai bahwa apabila pada diri seseorang merasa puas akan berpengaruh positif terhadap kinerjanya, artinya
kinerja seseorang akan semakin meningkat apabila dalam dirinya merasa puas. Sebaliknya, apabila individu merasa tidak puas tidak akan mencapai kematangan
psikologis. Anggota organisasi sekolah yang demikian akan sering melamun,
mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sehingga pada gilirannya kinerjanya akan menurun.
Robbins 1991; 42-43 mengemukakan bahwa kinerja karyawan pada level individual dipengaruhi oleh karakteristik biografis, kepribadian, nilai, sikap,
dan kemampuan. Pada level kelompok kinerja dipengaruhi oleh interaksi dan dinamika individu dalam kelompok, seperti komunikasi, kepemimpinan, konflik,
kekuasaaan dan politik. Sementara pada level organisasi, kinerja antara lain dipengaruhi oleh budaya organisasi, desain organisasi, stress kerja, kultur
manusia, kepemimpinan, iklim kerja dalam organisasi, budaya kerja dalam organisasi, gaji, hubungan sosial dll
Masih menurut Robbins 1991:42 karakteristik biografis berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Adapun karakteristik biografis tersebut adalah
sebagai berikut: a.
Ada hubungan yang erat antara usia dengan kinerja karyawan, maksudnya bahwa usia pekerja atau karyawan semakin tua menunjukkan kualitas yang
positif yang ditengarai oleh banyaknya pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu karyawan. Namun demikian pekerja
tua lebih banyak menolak teknologi baru dibandingkan dengan pekerja muda.. Terdapat sejumlah bukti hasil penelitian di Amerika bahwa makin tua usia
seseorang akan makin kecil kemungkinannya untuk berhenti bekerja. b.
Jenis kelamin, penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti dalam produktivitas kerja antara pria dan
wanita. Demikian juga tidak ada bukti yang signifikan antara pria dan wanita
dalam kepuasan kerja. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita khususnya apabila karyawan telah mempunyai anak
atau tanggungan. Artinya bahwa wanita lebih memilih bekerja paruh waktu dari pada pria karena untuk menampung tanggungjawab terhadap anaknya.
c. Status perkawinan, studi tentang status perkawinan terhadap produktivitas
kerja tidak cukup bukti untuk disimpulkan. Namun demikian menurut Robbins menyatakan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absennya,
mengalami pergantian yang lebih rendah dan lebih puas terhadap pekerjaan mereka dibanding dengan rekan sekerjanya yang masih bujangan.
d. Masa kerja. Yang dimaksud dengan masa kerja adalah perwujudan dari
pengalaman kerja, Apabila konsep ini yang dipakai maka dapat dikemukakan bahwa ada hubungan positif antara masa kerja dan produktivitas pekerjaan.
Namun demikian penelitian berikutnya masih menurut Robbins 1991; 2007; 51 menunjukkan ada hubungan negatif antara masa kerja dengan
kemangkiran dan masa kerja dengan produktivitas serta ada hubungan yang positif antara masa keja dengan kepuasan kerja. Demikian juga terdapat
hubungan yang negatif dengan keluar masuknya karyawan, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa kerja karyawan yang lama akan
memberikan kontribusi terhadap kinerja mereka yang terindikasikan dalam bentuk produktivitas kerja. Dalam penelitian ini masa kerja guru pembimbing
tidak termasuk dalam kajian penelitian, tetapi perlu dicermati kemungkinan masa kerja dapat mempengaruhi terbentuknya model penelitian.
e. Kemampuan fisik dan intelektual seseorang. Kemampuan fisik dalam suatu
pekerjaan sangat dibutuhkan apabila pekerjaan tersebut lebih menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan otot, atau perkerjaan yang sejenis.
Kemampuan intelektual diperlukan manakala pekerjaan tersebut lebih rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informnasi. Kedua kemampuan
tersebut sangat dibutuhkan pada lembaga atau organisasi yang fokus dan kedalamannya sangat tergantung pada kekhasan jenis pekerjaan yang
dilaksanakan. Dalam kaitan ini kinerja guru pembimbing lebih mementingkan kemampuan intelektual karena jenis pekerjaan tersebut lebih banyak
berhubungan dengan pemrosesan informasi daripada kecekatan tangan atau yang sejenisnya.
Kinerja guru pembimbing konselor tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kurikulum seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK, dan
yang mutakir adalah Kurilulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Pemahaman guru pembimbing terhadap KBK dan KTSP masih sangat kurang. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Ayu 2006, vii bahwa pemahaman guru pembimbing konselor terhadap KBK termasuk kategori rendah. Berdasarkan temuan
penelitian ini dapat diperkirakan kinerja guru pembimbing akan menjadi kurang optimal. Namun, dalam penelitian ini kinerja guru pembimbing tidak difokuskan
pada pemahaman kurikulum maupun dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja guru pembimbing, melainkan ingin menemukan model kinerja guru
pembimbing yang fit atau tepat melalui kajian keterkaitan faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, budaya organisasi sekolah dan kepuasan kerja
guru pembimbing, serta menentukan besaran kontribusi faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan
kinerja guru pembimbing di sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu upaya dari Kepala
Sekolah untuk membina, mempengaruhi, memotivasi pada para guru. Menurut Luthans 1998:380 kepemimpinan adalah kegiatan disamping mempengaruhi
orang-orang juga merupakan proses kelompok, kepribadian tingkah laku membujuk kekuasaan, dan interkasi dari peran yang berbeda untuk mencapai
tujuan. Wahjosumidjo 1999:82 menegaskan bahwa Kepala Sekolah mempunyai peranan penting dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan.
Mengacu pada pendapat itu maka peran kepemimpinan kepala sekolah sangat besar terhadap kinerja guru pembimbing disekolah. Hal ini sesuai dengan
penelitian Suranto;2003;85, Heck;1992:25, Sugiharti dan Aryani; 2002:16, Gaziel; ,Curties Sherlock;2006:121 berkesimpulan bahwa ada hubungan yang
positip antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Hal ini dapat diduga bahwa kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru
pembimbing. Di samping kepemimpinan, iklim organisasi diduga berhubungan dengan
kinerja guru pembimbing. Muhamad 1985;95 menyatakan bahwa iklim organisasi, adalah suatu konsep yang merefleksikan suatu isi dan kekuatan dari
nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap lingkungannya .
Berdasarkan konsep itu dapat dinyatakan bahwa lingkungan kerja dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang berpengaruh terhadap sikap, tingkah
laku, dan perasaan anggota yang pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja para anggotanya dalam suatu organisasi. Hal ini berarti lingkungan kerja yang
menyenangkan dalam lingkungan organisasi sekolah akan dipersepsi secara positif oleh para guru termasuk guru pembimbing. Hasil persepsi akan
membentuk sikap positif terhadap kerja yang selanjutnya akan muncul dalam bentuk perilaku yaitu kinerja guru pembimbing teacher counselor performance .
Teori tersebut didukung oleh hasil-hasil penelitian tentang hubungan antara iklim organisasi terhadap kinerja guru. Temuan Sutarto 2002:108,
Masrokhan 2002; vii, Downey,et.al;1975:151 yang menguatkan pendapat tersebut yaitu bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja guru.
Selanjutnya budaya organisasi atau juga sering disebut budaya kerja dalam organisasi merupakan kebiasaan yang didasarkan cara pandang atau cara
seseorang memberikan makna terhadap kerja yang diwarnai suasana hati dan keyakinan yang kuat atas nilai-nilai yang diyakininya serta memiliki semangat
sungguh-sungguh untuk mewujudkannya dalam bentuk kerja produktif Asmara, 2002: 164.
Konsep budaya organisasi atau budaya kerja menurut pernyataan itu lebih terfokus pada suasana hati dan semangat yang luar biasa untuk melaksanakan
kegiatannya dalam bekerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa budaya kerja berhubungan dan berpengaruh terhadap kinerja
guru pembimbing di SMP Pekalongan. Sunartyanto: 2003;114, Sugiyo;2006;42, Rahmawati,2004;20
Kepuasan kerja seseorang juga dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan dan iklim organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson 1985 bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah a perilaku kepemimpinan, b kebijaksanaan, c prosedur, d kelompok kerja, e kondisi kerja, f kesempatan
untuk maju. Dari pendapat tersebut poin b dan e yaitu perilaku kepemimpinan dan kondisi kerja memberikan kontribusi terhadap kepuasan kerja seseorang.
Beberapa bukti penelitian mendukung teori tentang hubungan antara kepemimpinan dan kepuasan kerja. Sunarto 2001:99, berdasarkan penelitiannya
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara perilaku kepemimpinan dengan kepuasan kerja guru di SMU Negeri kota
Semarang. Tidak jauh berbeda hasil penelitian Rejekiningsih 2001:vii bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku kepala sekolah dan kepuasan kerja
guru di kabupaten Tegal. Penelitian
Maryono 2002;vii
berkesimpulan bahwa iklim organisasi sekolah berhubungan dengan kepuasan kerja guru Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Gajah Mungkur Semarang.Penelitian yang sama dilakukan oleh Curties dan Serlock 2006;121; Rusvendi; 2005;23 menyimpulkan bahwa ada
hubungan dan memberi pengaruh iklim organisasi terhadap kepuasan kerja. Faktor-faktor yang secara konseptual berpengaruh terhadap kepuasan seseorang
adalah budaya kerja. Budaya kerja menurut Bafadal 2003: 101 meliputi delapan hal yang diinginkan guru melalui pekerjaannya, yaitu 1 adanya rasa aman dan
hidup layak, 2 kondisi kerja yang menyenangkan, 3 rasa diikutsertakan, 4 perlakuan wajar dan jujur, 5 rasa mampu, 6 pengukuran dan penghargaan atas
sumbangan, 7 ikut ambil bagian dalam pembentukan kebijakan sekolah dan 8 kesempatan mempertahankan self respect.
Konsep hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja dikemukakan oleh As’ad 1981:110, yaitu bahwa faktor yang dekat dengan budaya kerja yang
mempengaruhi kepuasan kerja meliputi tiga aspek, yaitu : 1 hubungan sosial antara para karyawan, 2 sugesti dari teman sekerja, 3 emosi dan situasi kerja.
Berdasarkan konsep dan berbagai hasil penelitian itu menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi sekolah,
budaya organisasi dengan kepuasan kerja dan kinerja. Kenyataan di lapangan berdasarkan pra survei yang dilakukan di beberapa SMA eks Karesidenan
Semarang ditemukan fenomena sebagai berikut a. Kinerja guru pembimbing konselor masih tergolong belum optimal. Hal ini
ditandai dengan masih banyaknya guru pembimbing yang belum menyusun program bimbingan sesuai dengan kebutuhan siswa, atau kalau ada program
bimbingan tidak pernah dikaji ulang artinya program relatif sama setiap tahun, guru pembimbing belum melaksanakan ketujuh layanan seperti yang telah
tercantum dalam kurikulum bimbingan konseling, demikian pula kegiatan pendukung.belum dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan klien.
b. Banyak guru pembimbing konselor yang menyatakan bahwa kinerja tidak optimal karena kepala sekolah tidak memberikan pengarahan, kurang
memotivasi untuk mengaktualisasikan dirinya dalam bentuk kinerja yang optimal.
c. Para guru pembimbing merasa tidak puas dalam bekerja karena ada sementara kepala sekolah yang memberikan job discription atau diskripsi pekerjaan tidak
sesuai dengan profesinya, misalnya menangani anak yang tidak seragam, tidak bayar uang sekolah, tidak pakai kaos kaki, terlambat masuk sekolah, dan
kegiatan negatif lainnya, sehingga ada kesan guru pembimbing sebagai polisi sekolah, karena kerjanya menangani berbagai pelanggaran saja. Secara teoretis
mereka puas apabila dapat melaksanakan kegiatan secara profesional dalam bimbingan konseling.
d. Para guru pembimbing kurang merasa puas dalam bekerja yang pada gilirannya tidak mampu menunjukkan kinerja yang optimal karena iklim organisasi di
sekolah tersebut kurang kondusif. Hal ini tampak dalam kurang harmonisnya dalam interaksi antar guru disekolah. Adapun indikator kurang kondusif adalah
adanya para guru bidang studi yang menganggap guru pembimbing tidak perlu, pengangguran yang dibayar atau menerima gaji buta dll.Demikian juga kurang
tertib, adanya saling kurang menghargai antar guru dengan guru pembimbing berdampak pada kurang puasnya para guru pembimbing yang pada gilirannya
kinerja guru pembimbing tidak optimal e. Dari sudut pandang budaya kerja yang ditunjukkan oleh para guru belum
optimal hal ini banyak sekali dipengaruhi oleh faktor eksternal yang cukup dominan. Budaya kerja para guru pembimbing di sekolah kurang menunjukkan
hal yang positif, hal ini tampak masih banyak guru pembimbing yang
menunggu siswa datang untuk berkonsultasi dan belum menunjukkan sikap jemput bola dalam penanganan masalah. Kondisi semacam ini jelas akan
mengurangi kinerja guru pembimbing sekolah. Kecenderungan tersebut apabila terus berkembang dan berlangsung
secara terus menerus akan memperburuk keadaan yang pada gilirannya berpotensi untuk menghambat pencapaian tujuan bimbingan konseling yaitu tercapainya
perkembangan pribadi siswa yang optimal. Berdasarkan fenomena itu dan dikaitkan dengan teori yang ada, penulis
menfokuskan pada kajian “Model Kinerja guru pembimbing Sekolah Menengah Atas di Eks Karesidenan Semarang tahun 2007”.
1.2 Rumusan Masalah