berbagai naskah persiapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD NRI 1945 untuk memahami perdebatan dalam pembentukan konstitusi negara, bentuk negara
kesatuan yang dipilih sama sekali tidak pernah bermaksud menjadikan negara yang sentralistik, namun adalah negara kesatuan yang menerapkan politik desentralistik dengan berakar kedaerahan.
Berakar kedaerahan memiliki makna bahwa desentralisasi tidak sekedar adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah kepada daerah, namun ada alasan yang lebih substansial yaitu untuk
menjaga, melindungi, dan menghormati pluralistik atau keanekaragaman daerah. Dalam konstitusi naskah aslinya disebutkan pembentukan daerah dengan mengingati hak asal usul yang bersifat
istimewa. M enyuarakan aspirasi daerah memiliki makna menyuarakan keanekaragaman daerah-daerah.
Daerah akan memiliki makna hidup berindonesia apabila dalam keputusan nasional terakomodasi kepentingan daerah-daerah. Dalam wadah negara Indonesia yang sangat luas, multikultural, dan
kompleks, sangat mustahil dan akan melawan akal sehat bila keputusan nasional bisa adil, dan mensejahterakan rakyat keseluruhan tanpa memerankan representasi daerah secara kuat. Dan makna
ini baru bisa diwujudkan kalau sistem ketatanegaraan memiliki mekanisme konstitusional bahwa representasi daerah memiliki kekuatan seimbang balance dengan representasi politik.
Kebutuhan representasi daerah bukan saja kebutuhan setelah Undang-Undang Dasar di rubah. Kebutuhan representasi daerah sudah dirasakan penting dan tidak bisa diabaikan sejak
kesepakatan membentuk negara Indonesia. Adanya representasi daerah menjadi jalan keluar agar Indonesia tetap utuh. Oleh karena itu pada saat kita menjalankan sistem M ajelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia MPR RI sebagai lembaga negara tertinggi, dominan dan pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya, representasi daerah diwadahi melalui utusan daerah. Intinya M PR RI
berkeinginan menjadi penjelmaan rakyat yang didalamnya terdapat representasi politik, utusan golongan dan utusan daerah. Namun dalam praktek ketatanegaraan utusan daerah ini diciptakan
lemah, tidak bermakna, dan hanya menjadi simbul keanekaragaman saja. Kini dengan perubahan Undang-Undang Dasar, paradigma bernegara telah berubah kepada pemisahan kekuasaan dengan
fungsi antar lembaga negara. Tidak ada lagi lembaga negara yang lebih dominan
seperti sistem MPR RI sebelumnya. Kebutuhan representasi daerah diwujudkan dalam DPD RI yang dipilih secara lan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI sebagai representasi politik dalam pembentukan undang-undang bikameral. Meskipun Parlemen bikameral biasanya dihubungkan dengan bentuk
negara federal yang memerlukan dua kamar untuk maksud melindungi formula federasi itu sendiri. Namun dalam perkembangannya, bersamaan dengan adanya kecenderungan ke arah desentralisasi
kekuasaan dalam negara kesatuan, sistem bikameral juga dipraktekkan di banyak negara kesatuan.
3.2. M emperkuat Struktur Pemerintahan Presidensiil Sekaligus Bikameralism
Ciri utama sistem presidensiil adalah memisahkan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Eksekutif relatif independen dari legislatif. Dalam sistem UUD NRI 1945, manifestasi independensi
dan terpisah antara eksekutif Presiden RI dan anggota legislatif DPR RI dan DPD. Karena ciri ini, Undang-Undang Dasar harus diselaraskan kembali untuk memisahkan fungsi eksekutif menjalankan
pemerintahan dan fungsi legislatif sebagai pembentuk undang-undang. Sedangkan fungsi legislatif diselenggarakan secara berimbang dua kamar DPR RI dan DPD RI yang anggotanya telah dipilih
secara langsung. Adanya DPD RI akan meningkatkan posisi tawar daerah dalam memperjuangkan aspirasi daerah secara langsung di tingkat pusat. Ini artinya DPD RI disebut sebagai salah satu chamber
legislatif, maka secara implisit diakui bahwa parlemen di Indonesia memiliki dua chambers, yaitu DPR RI dan DPD RI. Sistem parlemen yang memiliki dua chambers adalah sistem parlemen bikameral.
Sistem pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD NRI 1945 menempatkan seorang Presiden memiliki legitimasi yang kuat untuk menyusun kabinet, para menteri anggota kabinet tidak
perlu direkrut dari anggota legislatif atau parpol dan tidak lagi kabinet merupakan gambaran perimbangan kekuatan partai di parlemen. Kalau seandainya DPD RI memiliki peran seimbang
dengan DPR RI, maka presidensiil dengan multi partai akan mengurangi tekanan partai terhadap Presiden. Ini akan menjadikan legitimasi presiden yang sebenarnya, yaitu tergantung pada rakyat tidak
lagi tergantung pada Partai yang tidak selalu mencerminkan kemauan atau aspirasi masyarakat. Dengan demikian urgensi dari menyempumakan sistem presidensiil di Indonesia pada dasarnya
adalah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat. Ide dasar pembentukan DPD RI adalah terakomodasinya kepentingan daerah dalam
pembentukan undang-undang. Anggota DPD RI adalah mewakili kepentingan daerah. Namun muncul persoalan DPD RI mewakili daerah secara keseluruhan ataukah setiap anggota DPD RI
mewakili daerah tertentu. Karena daerah menurut UUD NRI 1945 itu adalah propinsi, kabupaten, dan kota yang masing-masing berhak mengatur rumah tangga sendiri, maka yang dimaksud mewakili
daerah bisa ditafsir setiap daerah baik propinsi, kabupaten, dan kota mempunyai wakil yang sama, misalnya 1 orang. Dengan ketentuan seperti ini setiap anggota DPD RI baru jelas ia mewakili daerah
yang mana. Sebaliknya setiap daerah akan jelas siapa yang mewakili kepentingannya. Manfaat lain dengan komposisi keanggotaan seperti ini, akan terdapat perimbangan kursi di M PR RI antara
anggota DPR RI dan anggota DPD RI. Perimbangan ini sangat penting karena MPR RI memiliki kewenangan strategis utamanya berupa perubahan Undang-Undang Dasar, dan pemberhentian
Presiden. Dengan komposisi anggota DPR RI dan DPD RI yang hampir sama maka terdapat balances
antara representasi politik dan daerah. Sebaliknya bila DPD RI dikonstruksi mewakili daerah secara keseluruhan, maka tidak harus setiap daerah memiliki seorang wakil. Bisa saja ditentukan jumlah
anggota DPD RI paling banyak 13 dari jumlah DPR RI seperti sekarang dengan basis propinsi, namun resiko konstruksi seperti ini jika terjadi perubahan Undang-Undang Dasar atau pemberhentian
Presiden akan menjadi dominasi partai yang lebih mengutamakan pertimbangan politik.Karena itu baik mempertimbangkan kepentingan pluralistik kedaerahan maupun perimbangan kekuatan di
parlemen, DPD RI harus diperkuat perannya dibidang legislasi, anggaran, dan pengawasan yang sederajat dengan DPR RI.
DPD RI. Tidak ada lagi undang-undang tertentu yang pembahasannya melibatkan DPD RI sedangkan undang-undang yang lain tidak melibatkan DPD RI. Pasal 22D ayat 2 UUD NRI 1945 kalau mau
dicermati bahwa DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah memiliki arti yang luas. Sulit mencari contoh undang-undang yang tidak terkait dengan
kepentingan dan bersentuhan dengan daerah. Fungsi anggaran, merupakan salah satu fungsi parlemen sebagai instrumen pengawasan dan
pengendalian dibidang anggaran melalui undang-undang. Peran DPD RI dalam fungsi anggaran selain sebagaimana tersebut di atas, adalah juga berfungsi melalukan kontrol keadilan keuangan negara
antara kepentingan pusat dan kepentingan daerah. Ini nanti akan berimplikasi kepada pemerataan pembangunan disemua daerah, dan mencegah ketimpangan pusat daerah.
Sedangkan fungsi pengawasan, dimiliki DPD RI sederajat dengan DPR RI sebagai konsekwensi DPD RI ikut membahas dan menyetujui setiap rancangan undang-undang
3.3. M enata Peran I deal DPD RI Sebelum Perubahan UUD Untuk menuju perubahan UUD NRI 1945 memerlukan waktu dan perjuangan yang panjang.
Sebelum dilakukan perubahan UUD NRI 1945, masih ada peluang memperbaiki peran DPD melalui revisi undang-undang Susunan dan kedudukan M PR RI, DPR RI dan DPD RI Undang-Undang
Susduk, meskipun upaya ini tidak signifikan dalam memperkuat kedudukannya. Problematik yang dihadapi DPD RI sekarang adalah disamping kedudukan dalam UUD NRI 1945 yang lemah, justru
diperparah Undang-Undang Susduk yang mereduksi peran DPD RI. Oleh sebab itu dengan mengkritisi dan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Susduk yang ada paling tidak bisa
dimaksimalkan peran dan fungsinya: Pasal 22D 2 UUD NRI 1945 menghendaki bahwa DPD RI ikut membahas rancangan
undang-undang tertentu. Pengertian ikut membahas tidak bisa dibatasi hanya pada tahap pertama sebelum DPR RI membahas dengan pemerintah seperti diatur dalam Undang-Undang Susduk
sekarang. M estinya DPD RI ikut membahas sampai tahap akhir pembahasan dan hal seperti ini yang dikehendaki Undang-Undang Dasar. M enurut UUD NRI 1945, DPD RI hanya tidak ikut dalam proses
pengambilan keputusan. Tetapi seluruh tahap pembahasan tidak ada pengecualian. Pasal 22D 2 UUD NRI 1945 menghendaki DPD RI memberi pertimbangan kepada DPR RI
atas rancangan undang-undang tertentu. Terhadap pertimbangan yang diberikan DPD RI, DPR RI harus memberikan status apakah pertimbangan itu diakomodasi atau ditolak baik sebagian atau
seluruhnya. Status tersebut harus dipublikasikan secara terbuka. Dengan demikian masyarakat bisa melakukan kontrol terhadap kedua lembaga perwakilan ini.
Pasal 23F 2 UUD NRI 1945 menghendaki DPD RI memberi pertimbangan kepada DPR RI saat pemilihan anggota BPK RI. Ditolak atau diakomodasinya usulan DPD RI ini harus
dipublikasikan secara luas karena DPD RI melaksanakan fungsi konstitusionalnya. Pasal 22D 3 UUD NRI 1945 menghendaki DPD memberi pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang tertentu dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR RI sebagai bahan
DPR RI. Namun implementasi dari ketentuan ini mestinya secara tegas diatur DPR RI wajib mempertimbangkan dan menindak lanjuti hasil pengawasan DPD RI dan mengumumkan hasilnya
secara terbuka. Dengan demikian masyarkat bisa melakukan kontrol terhadap kedua lembaga ini.
3.4. Revitalisasi M ekanisme Pelaksanaan Fungsi, Tugasdan W ewenang DPD RI