Latar Belakang Keimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

KETATANEGARAAN D ikir Dakhi, SH , M H 8 ABSTRAK Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi kelembagaan DPD RI dalam Struktur Ketatanegaraan. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan literatur library reserach. Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa DPD RI bisa menjadi pintu masuk partipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang. Sebagai alas artikulasi kepentingan daerah maka penyerapan aspirasi masyarakat merupakan kegiatan anggota DPD RI yang paling penting, baik yang beruwujud penyerapan aspirasi secara langsung yang berupa dialog tatap muka, seminar atau lokakarya dengan tujuan untuk menyerap, menghimpun dan menampung aspirasi masyarakat, maupun penyerapan aspirasi secara tidak langsung yang dilakukan melalui konsultasi dengan lembaga pemerintahan lokal DPRDPemerintah daerah. Sehingga dengan penyerapan aspirasi ini seorang wakil daerah dapat dianalogkan sebagai ujung tombak dalam arti anggota DPDRI dituntut selalu terdepan dalam mempetrjuangkan kepentingan daerah, sebagai pembuka kran dalam arti anggota DPD RI harus membuka sumbatansumbatan aspirasi daerah, dan sebagai jembatan penghubung antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Kata kunci : DPD dan ketatanegaraan 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dewan Perwakilan Daerah adalah lembaga perwakilan baru produk amandemen atau perubahan ketiga atas UUD 1945 yang dihasilkan melalui Pemilu 2004. Setelah bekerja hampir dua tahun, kini DPD RI mengusulkan perubahan kembali atas konstitusi agar bisa berperan lebih produktif dalam kehidupan bangsa. Secara prematur, DPR RI menolak usulan DPD RI. Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia DPD RI diharapkan menjadi salah satu kamar dari sistem parlemen dua kamar dalam format baru perwakilan politik Indonesia. Jika DPR RI merupakan parlemen yang mewakili penduduk, DPD RI UUD NRI 1945 22 2003 M PR, DPR, DPD, DPRD.adalah parlemen yang mewakili wilayah atau daerah, dalam hal ini provinsi. M eski merupakan representasi daerah-daerah yang telah dipilih 8 Dosen Tetap Yayasan STKIP Nias Selatan sebelum lahir sebagai wakil daerah-daerah , peran , fungsi , dan kekuasaan DPD RI telah dibatasi sedemikian rupa oleh dan Undang-Undang Nomor Tahun tentang Susunan dan Kedudukan dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia DPD RI Ginandjar Kartasasmita mengingatkan, DPD RI sebagai kamar kedua di samping Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI sebagai kamar kesatu tidak dilahirkan seketika. Keberadaan DPD RI tidak terlepas dari sejarah politik dan kekuasaan di negara ini bahwa kedaulatan rakyat mensyaratkan adanya wakil langsung rakyat dan daerah. Perwujudan pemikiran itu berkembang dari periode ke periode. Tahun 1998, gerakan reformasi secara prinsip menemukan bentuknya yang mendasar melalui perubahan makna dan paradigma. Namun, berkenaan dengan peran DPD RI dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD 1945 yang disepakati melalui kompromi-kompromi sama sekali jauh dari gagasan tersebut. Konstruksi keindonesiaan pada dasarnya terbangun dari ruh dan elemen-elemen daerah yang heterogen baik secara etnik, budaya, maupun alamnya. The founding fathers sangat menyadari power and political exercise harus selalu didasarkan kepada prinsip pengakuan kebhinekaan berbasis daerah tersebut. Arah bernegara harus ditetapkan berdasarkan kedaulatan dan permusyawaratan elemen- elemen bangsa, yang terminologi generiknya adalah demokrasi dan musyawarah. Karena disepakati berbentuk republik maka yang berperan selama proses penentuan arah bernegara adalah para wakil elemen bangsa dari unsur-unsur daerah. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI dalam menyusun konstitusi menjelang kemerdekaan Indonesia sangat menyadari kebhinekaan itu. Ginandjar mengutip ungkapan Muhammad Yamin dalam sidang BPUPKI yang menyatakan bahwa permusyawaratan rakyat adalah wujud tertinggi kedaulatan rakyat dan kedaulatan rakyat syaratnya adalah adanya wakil langsung rakyat dan daerah. Pemikiran Yamin menggambarkan ruh konstitusi yang sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia serta kaidah bernegara modern bahwa bangunan pemegang kedautalan rakyat memadukan antara wakil rakyat dan wakil daerah. Konstitusi yang diamandemen sangat jelas membaginya, yakni DPR RI dan DPRD mewakili rakyat melalui entitas partai politik serta DPD RI mewakili rakyat melalui entitas daerah atau wilayah. Penataan lembaga perwakilan melalui amandemen konstitusi yang ketiga yang melahirkan DPD RI tidak serta merta jatuh dari langit. Karena, kecuali pengejawantahan ruh yang menjiwai kelahiran UUD 1945, juga merupakan produk sosial-politik sebagai bagian tuntutan gerakan reformasi tahun 1998 setelah pergumulan panjang dalam hubungan pusat dan daerah. Situasi dan kondisi yang terjadi pada waktu itu antara lain, kesatu, sistem sentralisasi penyelenggaraan negara sejak era Orde Lama hingga Orde Baru yang berakumulasi kekecewaan daerah-daerah terhadap pusat, sekaligus mengindikasikan kegagalan pusat mengelola daerah-daerah. Di awal gerakan reformasi, semangat itu diwujudkan dalam sistem desentralisasi dan otonomi yang menjadikan daerah-daerah sebagai aktor sentral. sentralisasi kepartaipolitikan yang menyulitkan perjuangan daerah-daerah di pusat dalam proses pengambilan kebijakan di tataran nasional. Ketiga, kelahiran DPD RI merupakan refleksi kritis terhadap pengangkatan anggota fraksi utusan daerah dan utusan golongan M ajelis Permusyawaratan Rakyat republik Indonesia M PR RI sebelum gerakan reformasi. Keempat, kehadiran DPD RI bermakna bahwa terdapat lembaga perwakilan lintas sekat yang memahami karakteristik daerah, bukan berbasis partai politik tetapi figur-figur yang mewakili seluruh elemen. Karena kebebasan berorganisasi dan berekspresi dijamin konstitusi, kepengurusan daerah partai politik lebih merepresentasikan kepentingan kepengurusan pusat partai politik bersangkutan. Kalau seorang wakil daerah merupakan bagian dari komunitas yang primary group-nya berbasis partai politik, maka ia sangat berpotensi mengabaikan kepentingan daerah yang diwakilinya. Keberadaan DPD RI diharapkan makin memperkuat sistem parlemen dan demokrasi secara umum. Kelahiran DPD RI telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah- masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional. Demikian pula, kebijakan di tingkat nasional maupun lokal tidak saling merugikan. DPD RI menjamin bahwa kepentingan di tingkat lokal merupakan bagian yang menyerasi dengan kepentingan di tingkat nasional dan kepentingan di tingkat nasional merupakan bagian yang merangkum kepentingan di tingkat lokal. Kepentingan daerah dan kepentingan nasional tidak bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan. Dalam keterbatasan fungsi, tugas, dan wewenangnya dalam UUD 1945, DPD RI berusaha memenuhi harapan masyarakat daerah dengan sekuat tenaga dan kemampuan. Namun, DPD RI tidak hanya terkendala konstitusi juga undang-undang seperti UU 222003 tentang Susunan dan Kedudukan M ajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah UU Susduk. Terakhir, DPD RI terhalang UU 102008 yang bertentangan dengan atau tidak mencerminkan amanat UUD 1945 akibat tidak adanya syarat berdomisili di daerah pemilihanan tidak menjadi pengurus partai politik sebagaimana telah diwajibkan Pasal 63 dan Pasal 146 UU Pemilu terdahulu UU 122003. M engingat berbagai problem kelembagaan, politik, dan hukum yang ada pada DPD RI sebagaimana diuraikan di atas maka perlu dilakukan kajian empirissosiologis yang mendalam terhadap persepsi masyarakat dalam rangka revitalisasi kelembagaan DPD RI melalui konstruksi perwakilan daerah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 1.2. Tujuan Penulisan Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi kelembagaan DPD RI dalam Struktur Ketatanegaraan.

1.3. M etode Penulisan