Taurat M enurut Kitab Perjanjian Baru

tradisi pendidikan agama Yahudi, dimana seluruh umat dan keluarga terutama bagi seorang ayah Yahudi diwajibkan untuk meneruskan kepercayaan mereka kepada setiap generasi yang baru. Pendidikan agama ini pertama-tama didasarkan atas keyakinan bahwa Allah telah memanggil dan memilih Abram beserta keturunannya oleh kasih dan anugerahNya, yang diikrarkan dengan sumpah. Dengan kasih dan anugerah pula Tuhan membebaskan umat Israel dari perbudakan M esir Ul. 7: 7-8. Dasar kedua bagi pendidikan agama Yahudi adalah penyataan diri Allah55 yang menjadi sumber mutlak bagi kehidupan maupun pendidikan Yahudi. Keyakinan akan inisiatif penyingkapan diri Allah pada masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang sangat menentukan harapan umat Israel. Oleh karena itu Sejak kecil para anggota paguyuban Yahudi diajar menjadi waspada terhadap terjadinya penyataan agar siap menangkapnya ketika disapa oleh firmanNya. I Sam. 3:9,10. Landasan ketiga adalah pengajaran bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.57 Sebagai makhluk istimewa manusia diberi kemampuan untuk mengenal kehendak Allah. Akan tetapi karena kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan seluruh keturunan manusia kehilangan kemuliaan Allah Rom 3:23, gambar demuth dan rupa tselem Allah Kej. 1:26-27 di dalam manusia menjadi rusak. Seluruh aspek kehidupan manusia menyimpang dari rencana Allah, oleh karena sifat berdosa yang diwarisi. Alkitab mencatat bahwa segala kecenderungan hati manusia selalu membuahkan kejahatan semata Kej. 6:7. Berdasarkan landasan di atas maka pendidikan agama Yahudi bertujuan untuk mengajar seluruh umat Israel untuk mengingat karya ajaib Allah pada masa yang lalu, mengharapkan penyataan Allah di masa yang akan datang, memenuhi syarat-syarat perjanjian, beribadah dan berperilaku menurut kehendak Tuhan. Tanggung jawab pendidikan agama ini ditugaskan kepada kaum imam, para nabi, kaum bijaksana, kaum penyair, dan pada orangtua59 di tengah keluarga. Orangtua diperintahkan untuk mendidik anak-anak mereka: Dengarlah, hai orang Israel: TUH AN itu Allah kita, TUH AN itu esa Kasihilah TUH AN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu Ul. 6:4-9.

b. Taurat

Dengan demikian pendidikan agama Yahudi terhadap anak-anak pertama-tama dipusatkan di dalam keluarga dan merupakan tanggung jawab orangtua, pendidikan agama diluar keluarga diselenggarakan sebagai jawaban atas kegagalan atau ketidakmampuan orangtua dalam melaksanakan mandat tersebut. Kelalaian orangtua dalam mengajarkan jalan-jalan Tuhan kepada berakhir dengan murka Allah.

c. M enurut Kitab Perjanjian Baru

Sebagaimana anak laki-laki Yahudi, Yesus juga memperoleh pendidikan agama Yahudi pertama-tama di dalam keluarga. Pengetahuan yang dimiliki oleh Yesus tidak terlepas dari upaya Yusuf dan Maria dalam memenuhi semua tuntutan pengajaran agama Yahudi Luk. 2:21, 42, 46-47. Yesus belajar melalui perayaan-perayaan agama yang dilaksanakan di tengah keluargaNya, menghadiri rumah ibadat dan Beth Talmud. Pada masa pelayananNya, Yesus dipanggil sebagai Rabi oleh karena Ia pernah dididik dalam sekolah yang mempersiapkan bakal rabi dan Ia menguasai isi Perjanjian Lama serta penafsirannya. Sebagai Rabi, Yesus memiliki tujuan instruksional yakni: Fitting man to live in perfect harmony with the will of God.. Tujuan tersebut diwujudkan baik melalui pelayanan, pengajaran, serta kehidupan pribadi Yesus yang senantiasa disejajarkan dengan kehendak Allah. Sebagai Guru Agung Manusia, Yesus memberi perhatian khusus terhadap anakanak kecil, suatu sifat yang berlainan sekali dengan perilaku-perilaku rabi-rabi biasa. Ia menyambut anak-anak kecil, bahkan memberi peringatan keras terhadap penyesatan anak-anak serta menjadikan anak sebagai teladan dalam perkara rohani Mat. 18:6 ; 19:14,15 ; Mark. 10:14, 16. Pola pendidikan agama pada masa Perjanjian Baru adalah warisan dari tradisi pendidikan agama Yahudi. Keluarga tetap memegang peran sebagai pusat pendidikan dan pengajaran Kristen. Hal ini terbukti melalui tulisan Rasul Paulus Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan Efesus 6:4. Timotius diingatkan bahwa ia telah dididik dan mengenal Kitab Suci sedari kecil oleh orangtuanya, ibunya Eunike dan neneknya Lois II Tim. 1:5 ; 3:15-17. Paulus juga menekankan persyaratan untuk menjadi penilik jemaat dan diaken adalah dapat memimpin keluarga sehingga anak-anaknya hidup beriman.

2.3. Tatanan Keluarga dan Pendidikan Kristen