82
ini keadaan kelas sedikit gaduh namun peneliti sengaja memberi kebebasan pada siswa selama siswa berisik untuk menyelesaikan tugasnya. Seluruh siswa terlihat
cukup aktif bekerja dalam kelompoknya. Hampir tidak terlihat siswa yang bermain sendiri karena mereka menganggap apa yang sedang mereka hadapi itu
sebuah permainan yang menyenangkan. Pada kegiatan berkelompok ini peneliti terus memperhatikan dan mengawasi pekerjaan siswa, serta membantu siswa-
siswa yang masih mengalami kesulitan.
Setelah kegiatan membuat mind mapping berkelompok ini selesai, setiap kelompok dipersilakan mempresentasikan hasil mind mappingnya di depan kelas.
Setelah itu mereka mulai menulis cerpen secara individu sesuai dengan hasil mind
mapping kelompok mereka.
Dari deskripsi siklus I ini peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa siswa akan cepat bosan mendapat materi secara teori terus-menerus. Siswa akan
lebih tertarik dengan materi yang diselingi dengan permainan dan praktik. Dan dari serangkaian kegiatan terutama dalam kegiatan berkelompok ini peneliti dapat
mengetahui perubahan perilaku siswa dan seberapa daya serap siswa terhadap materi dalam pembelajaran yang telah disampaikan peneliti, serta mengetahui
seberapa kreatif siswa dalam membuat mind map.
4.1.1.2.4 Catatan anekdot
Rabu, 20 Januari 2010, peneliti bersama guru mata pelajaran bahasa Indonesia masuk kelas XC dan disambut dengan suasana gaduh, kebiasaan khas
turun–temurun siswa kelas XC ketika peralihan jam pelajaraan.
83
Ketika baru saja masuk dan melihat kedatangan peneliti, terdengar seorang anak menyeletuk “Wah pemandangan... pemandangan... ”, kalimat yang menurut
saya agak kurang sopan tapi ternyata hanya guyonan belaka yang biasa dilakukan sang peneliti dengan siswa. Gurupun menjawab dengan logat Banyumas kental
“Wis padha bosen apa karo aku?” atau dalam bahasa Indonesia “Sudah bosan
dengan saya?”, suara tawa terbahak-bahakpun terdengar dari mulut-mulut siswa.
Pelajaranpun dimulai dengan kegiatan rutin ala Pak Pri sejak dahulu yaitu bertanya-jawab tentang materi yang telah lalu. Dan Pak Pri sengaja menunjuk
siswa yang sekiranya malas membaca. Nama dua siswa yang disebut diantaranya adalah Yoga dan Papang. Namun di luar dugaan saya, ternyata mereka dapat
menjawab pertanyaan Pak Pri dengan cepat tanpa membuka buku.
Setelah tanya jawab dianggap cukup, Pak Pri memberikan waktunya kepada saya selaku peneliti. Dan penelitipun memulai pelajarannya dengan
membagikan sebuah cerpen berjudul “Perjalanan Klethu”. Setelah membaca cerpen, siswa dan peneliti melakukan analisis sekaligus mengingat materi lalu
tentang cerpen. Pada kegiatan ini, sedikit demi sedikit peneliti mulai mengenal siswanya. Akhirnya peneliti tahu siapa siswa yang sudah menyeletuk
“Pemandangan... pemandangan... ” ketika peneliti bersama teman sejawatnya masuk kelas bersama guru bahasa Indonesia mereka. Papang, lengkapnya Papang
Zaen Nizhar. Ternyata dia adalah salah seorang siswa yang cukup aktif dalam mengikuti pelajaran. Meskipun dia tidak selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang dilontarkan oleh peneliti, namun ia selalu berusaha menjawab ketika peneliti menunjuk dirinya. Hal ini terlihat pada saat peneliti melakukan analisis unsur
84
intrinsik cerpen “Perjalanan Klethu” bersama siswa. Ketika hampir semua siswa bingung menentukan tema cerpen tersebut dan tidak ada lagi siswa yang mau
mengajukan pendapat, akhirnya peneliti mengambil langkah seperti masukan dari guru pamong yaitu menunjuk siswa secara acak. Ketika itu peneliti menunjuk
Papang. Awalnya dengan wajah yang bingung, tegang bercampur lucu, Papang mendorong-dorong teman sebangkunya, namun berhubung teman sebangkunya
juga tidak tahu akhirnya Papang menjawab sendiri, dan di luar dugaan ternyata
jawaban Papang betul.
Keaktifan Papang sangat terlihat ketika peneliti mengajak siswa untuk membuat mind map bersama. Dalam kegiatan ini Papang mengeluarkan segala
imajinaasinya yang selalu berhasil membuat teman-temannya tertawa namun juga
berbobot.
Keaktifan Papang juga terlihat ketika kegiatan berkelompok. Meski terlihat suka menjahili temannya, namun Papang juga banyak mengeluarkan
pendapatnya dalam kelompok, bahkan pendapat-pendapat yang ia lontarkan termasuk cukup kreatif dan imajinatif. Selain itu keaktifannya juga terlihat ketika
ia dipercayakan teman-teman sekelompoknya untuk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil mind mapping yang telah mereka diskusikan. Ia bercerita
di depan teman-temannya dengan hanya membawa teks mind mapping dengan spontan dan cukup lancar.
Keaktifan dan kemampuan Papang tidak hanya ditunjukkan hingga kemampuannya mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas saja, namun
85
juga dibuktikan dengan karya sastranya yang berjudul “Kisah Perjalananku
Bersama Ai dan Abang” yang juga berhasil mendapat nilai cukup tinggi.
Yang cukup mengagetkan adalah ketika peneliti selesai menganalisis data hasil sosiometrik. Peneliti mendapat data sebanyak 26,3 siswa XC menganggap
siswa terjahil di kelas menurut mereka adalah Papang Z.N. Begitu pula ketika peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa dengan pertanyaan-
pertanyaan pancingan. Mereka membetulkan bahwa Papang adalah siswa paling jahil. Namun jahil dalam arti iseng, tidak mengganggu. Bahkan ada juga beberapa
siswa mengatakan bahwa jika tidak ada Papang kelas XC pasti akan sepi.
Dari catatan sikap siswa ini peneliti dapat mengambil amanat bahwa setiap siswa pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan jangan
pernah menilai seseorang hanya dari kesan pertama saja, karena banyak misteri mengejutkan yang tersimpan dalam jiwa tiap-tiap manusia dan kita harus bisa
menyikapi setiap perbedaan itu dengan bijak.
Pada siklus II nanti yang harus dilakukan oleh peneliti bukanlah menghilangkan sikap jahil Si Papang ataupun teman-teman lainnya yang jahil,
tapi peneliti harus bisa membuat Papang dan siswa lain untuk membuat mereka semakin mengerti cara membawa diri sesuai situasi dan kondisi ketika sedang
berbicara.
4.1.1.2.5 Catatan Harian