121
akan ada teknik-teknik belajar lain lagi yang juga menyenangkan seperti mind mapping.
Dari hasil wawancara pada siklus II dapat diketahui bahwa siswa senang mengikuti pembelajaran menggunakan teknik pembelajaran yang butuh
keseriusan namun menyenangkan dari pada mengikuti pelajaran yang monoton dan membosankan. Dari wawancara ini juga diketahui bahwa masalah-masalah
atau kesulitan-kesulitan pada siklus I sudah dapat diatasi dan siswa lebih merasa termotivasi bila mendapat tugas menulis karena sudah memiliki teknik yang dapat
membantu mereka dalam menulis khususnya menulis cerpen.
4.1.2.2.3 Deskripsi Perilaku Ekologis
Tidak jauh berbeda dengan kali pertama peneliti masuk ke kelas XC, tepatnya memasuki jam kelima waktu SMA Negeri Sumpiuh, peneliti masuk ke
kelas XC bersama Bapak Matius Priono yang akrab dengan panggilan Pak Pri, guru bahasa Indonesia kelas X dan teman sejawat peneliti yang membantu proses
pengambilan data siswa khususnya data dokumentasi. Pada pertemuan ketiga setelah dua kali pertemuan sebagai proses siklus I selesai dilaksanakan, seperti
biasa Pak Pri memulai pembelajarannya dengan proses tanya jawab tentang materi yang telah lalu. Kemudian, karena materi kelas X masih cukup banyak yang perlu
disampaikan pada siswa sedangkan waktu yang tersisa hanya sedikit, maka sebelum Pak Pri memberikan waktunya kepada peneliti, Pak Pri berusaha
memberi materi-materi lain secara jelas namun sedikit cepat, lengkap dengan penugasannya untuk dikerjakan di rumah. Setelah dianggap cukup, Pak Pri
122
memberikan sisa waktunya kepada peneliti untuk melanjutkan penelitiannya. Penelitipun memulai pembelajaran hari itu dengan bertanya jawab dengan siswa
tentang kesulitan menulis cerpen menggunakan teknik mind mapping dengan media mapping paper.
Setelah peneliti memulai pembelajarannya dengan bertanya jawab masalah kesulitan-kesulitan siswa dalam menulis cerpen, peneliti kembali memberikan
materi, mengulang materi cerpen yang pernah disampaikan. Materi pembelajaran pada siklus II tidak jauh beda dengan siklus I, namun peneliti lebih menekankan
pada materi yang dianggap sulit oleh siswa dan sesuai dengan realita nilai yang masih kurang diantaranya yaitu materi penggunaan unsur intrinsik cerpen
khususnya aspek kesesuaian tema dengan isi cerpen, penyusunan alur, dan gaya bahasa yang digunakan. Pada kegiatan awal di siklus ke II ini siswa terlihat lebih
tenang dan serius memerhatikan penjelasan peneliti. Mata siswa terlihat fokus pada penjelasan peneliti. Selain itu, peneliti juga mengingatkan hal-hal penting
yang harus diperhatikan ketika siswa membuat mind map untuk membuat cerpen. Oleh karena itu, supaya siswa benar-benar paham mind mapping dengan media
mapping paper, peneliti sekali lagi mengajak siswa bersama-sama membuat mind map. Keadaan siswa pada kegiatan ini menjadi lebih ramai dibanding waktu siswa
memerhatikan penjelasan peneliti. Hal ini tentu dan wajar saja terjadi karena kegiatan membuat mind map secara bersama-sama sangat mengandalkan pendapat
mereka. Namun sayang, meskipun sudah diberi motivasi, namun minat siswa untuk berubah menjadi lebih aktif sangat rendah. Mereka lebih senang menjawab
secara bersama-sama. Jika peneliti meminta mereka untuk angkat tangan terlebih
123
dahulu, hanya ada beberapa anak yang terlihat tetap aktif sejak pertemuan pertama, dan hanya beberapa anak lain saja yang terpancing untuk ikut aktif
dalam mengemukakan pendapat. Setelah membuat mind map bersama, kegiatan selanjutnya adalah kegiatan
inti yaitu siswa membuat mind map sendiri tanpa peneliti. Namun berbeda dari siklus I, pada siklus II ini siswa dituntut untuk dapat membuat mind map sendiri.
Harapannya agar mereka lebih bebas berekspresi tanpa terpengaruh fikiran orang lain. Selain itu peneliti juga berharap, dengan mind mapping yang banyak kosa
katanya dapat menambah imajinasi siap olah tanpa harus terpengaruh oleh ide-ide teman ataupun cerita-cerita di TV, karena tidak sedikit cerpen yang dibuat oleh
siswa ceritanya terpengaruh alur-alur cerita temannya ataupun alur cerita sinetron di TV. Untuk itu peneliti tidak hanya duduk di depan kelas melihat kerja siswa
melainkan berkeliling memerhatikan siswa-siswa yang mungkin masih menemui kesulitan. Dan benar saja, banyak siswa yang bertanya ketika peneliti berkeliling.
Siswa lebih suka bertanya kepada peneliti ketika peneliti mulai berkeliling untuk melihat pekerjaan siswa daripada ketika peneliti mempersilahkan siswa untuk
bertanya. Setelah pelaksanaan teknik mind mapping, siswa kemudian diberi kesempatan untuk menulis cerpen sesuai garis yang telah ditarik dalam mind
mapping yang telah dibuat secara individu. Hampir semua siswa terlihat tenang dan serius mengerjakan tugas menulis cerpen ini, hanya saja ada beberapa anak
yang tetap terlihat masih malas-malasan menulis, dan baru mulai menulis ketika peneliti menyapa dirinya.
124
Sehubungan dengan terbatasnya waktu yang tersedia, maka kegiatan menulis cerpen dilanjutkan di rumah sebagai tugas rumah.
Ketika pertemuan keempat, kegiatan setelah menulis cerpen sebenarnya adalah membacakan cerpen yang telah ditulis di depan kelas, namun guru mata
pelajaran bersangkutan meminta untuk diadakan uji kompetensi dan mau tidak mau peneliti harus menuruti apa yang menjadi perimntaan guru mata pelajaran
bersangkutan. Dan di luar perkiraan peneliti, meskipun kegiatan uji kopetensi yang dilakukan secara spontan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga
siswapun tidak sempat belajar, namun siswa mengerjakan dengan tenang dan serius. Setelah dikoreksi, hasilnya pun cukup memuaskan. Siswa kelas XC
mendapat nilai rata-rata kelas 85,47. Hal ini membuktikan bahwa penjelasan peneliti selama tiga kali pertemuan yang lalu dapat diterima dengan baik oleh
siswa. Dari deskripsi perilaku ekologis ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menulis cerpen siswa kelas XC selama 4 kali pertemuan berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Siswa mengalami peningkatan nilai, memahami hampir
semua materi yang peneliti berikan, dan terjadi perubahan perilaku ke arah positif. Mereka lebih serius ketika mendengarkan peneliti memberi materi di depan kelas
dan mau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh peneliti.
125
4.1.2.2.4 Catatan Anekdot