27
2.2.2.2.4 Latar
Latar disebut juga dengan setting yaitu tempat dan waktu terjadinya cerita. Suatu cerita pada hakikatnya tidak lain adalah lukisan peristiwa atau kejadian
yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa tokoh pada suatu waktu pada suatu yempat. Karena manusia atau tokoh cerita itu tidak pernah lepas dari
ruang dan waktu, maka tidak mungkin ada cerita tanpa setting atau latar. Kegunaan latar atau setting dalam cerita, biasanya bukan hanya sekedar sebagai
petunjuk kapan dan di mana cerita itu terjadi, melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui ceritanya
tersebut. Latar atau setting yaitu tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Waktu
terjadinya cerita dapat semasa dengan kehidupan pembaca dan dapat pula sekian bulan, tahun atau abad yang lalu. Tempat terjadinya suatu cerita bisa dalam suatu
desa, kantor, kota, daerah, bahkan negara mana saja Suharianto 2005: 22. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam unsur pokok, yaitu tempat, waktu
dan sosial. 1.
Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu atau mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.
2. Latar waktu, latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
28
3. Latar sosial, latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi Nurgiyantoro 2002: 227-233
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau setting yaitu tempat, waktu dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita pendek. Latar dapat
dikatakan baik apabila dalam cerita itu dapat menggambarkan latar tempat, waktu dan suasana secara tepat dan jelas sesuai dengan peristiwa dalam cerita.
2.2.2.2.5 Pusat Pengisahan
Menurut Aminudin 2002: 90 point of view adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan. Sedangkan menurut
Nugroho 2007: 45 point of view adalah sudut pandang bercerita, dan sebagai penulis kita bebas memilih untuk menggunakan POV orang pertama ataupun
orang ketiga. Menurut Rahayu 2007: 42, point of view pada dasarnya adalah visi
pengarang. Artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Sudut pandang ini juga merupakan strategi
atau siasat yang secara sengaja dipilih oleh pengarang untuk menemukan gagasan ceritanya.
29
Sudut pandang yang baik adalah deskripsi yang mampu menceritakan tokohnya secara jelas sehingga sehingga dapat menjelaskan kedudukan penulis
dalam cerita. Menurut Suharianto 2005: 25-26 ada empat jenis pusat pengisahan,
yaitu: a
Merupakan kisah orang lain tetapi pengarang terlibat di dalamnya. Pengarang sebagai pelaku utama cerita. Dalam cerita dengan jenis pusat pengisahan ini,
tokoh akan menyebut dirinya sebagai ‘aku’. Jadi seakan-akan cerita tersebut adalah merupakan kisah atau pengalaman diri pengarang.
b Pengarang ikut bermain tetapi bukan sebagai tokoh utama. Dengan kata lain
sebenarnya cerita tersebut merupakan kisah orang lain tetapi pengarang terlibat di dalamnya.
c Pengarang serba hadir. Dalam cerita dengan pusat pengisahan jenis ini,
pengarang tidak berperan apa-apa. Pelaku utama cerita tersebut orang lain; dapat dia atau kadang-kadang disebut namanya, tetapi pengarang serba tahu
apa yang akan dilakukan atau bahkan tahu apa yang ada dalam pikiran pelaku cerita.
d Pengarang peninjau. Pusat pengisahan jenis ini hampir sama dengan jenis
pengarang serba hadir. Bedanya dengan pusat pengisahan jenis ini, pengarang seakan-akan tidak tahu apa yang akan dilakukan pelaku cerita atau apa yang
ada dalam pikirannya. Pengarang sepenuhnya hanya mengatakan atau menceritakan apa yang dilihatnya.
30
2.2.2.2.6 Gaya Bahasa