Kelayakan pengembangan usaha Crude Palm Oil (CPO) pada PT Tapian Nadenggan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara

(1)

CRUDE PALM OIL

KELAYAKAN

CRUDE PALM OIL

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

KELAYAKAN

CRUDE PALM OIL

(CPO)

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

(CPO)

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN H3408601

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN H34086015

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(2)

RINGKASAN

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN. Kelayakan Pengembangan Usaha

Crude Palm Oil (CPO) pada PT Tapian Nadenggan Kabupaten Padang

Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI).

Sejak lima tahun terakhir Kabupaten Padang Lawas Utara menjadi salah satu daerah sentra produksi perkebunan sawit dan karet di wilayah provinsi Sumatera Utara berdasarkan data terakhir tahun 2007 (data BPS Tapsel), jumlah luas dan produksi perkebunan sawit di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah seluas 133.608 ha dengan produksi 2.404.944 ton, terdiri dari perkebunan rakyat seluas 32.059 ha, perkebunan sawit perusahaan besar seluas 101.121 ha dan perkebunan koperasi seluas 428 ha.

PT Tapian Nadenggan merupakan salah satu perusahaan pengolahan kelapa sawit yang berdiri sejak tahun 1979 yang merupakan anak perusahaan PT SMART Tbk. Perusahaan ini memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan KPO (Kernel palm oil) berkapasitas 60 Ton/Jam juga memiliki kebun kelapa sawit sendiri seluas 9500 hektar, saat ini perusahaan hanya mampu mengolah 201.989 ton per tahun kondisi ini dikatakan belum memenuhi kapasitas normal pabrik yang mampu mengolah 360.000 ton per tahun.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis kelayakan pengembangan usaha untuk meningkatkan produksi CPO PT Tapian Nadenggan berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial lingkungan (non-finansial). (2) menganalisis kelayakan pengembangan usaha oleh PT Tapian Nadenggan berdasarkan aspek finansial. (3) menganalisis sensitivitas kelayakan pabrik dengan adanya penurunan kapasitas produksi dan kenaikan biaya produksi. penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2010. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi langsung serta studi literatur. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif serta dikelompokkan menjadi dua skenario, skenario 1 sebelum dilakukan pengembangan usaha sementara untuk skenario 2 setelah dilakukan pengembangan dengan menambah luas areal produksi kebun kelapa sawit dengan penambahan luas areal 3000 ha.

Analisis kualitatif dilakukan secara deskriftif melalui observasi dan studi literatur sedangkan analisis kuantitatif dilakukan pada analisis finansial berdasarkan kriteria NPV, IRR, B/C ratio, payback period sehingga didapat hasil dari analisis finansial menunjukkan .nilai NPV untuk setiap scenario menghasilkan nilai NPV yang lebih besar dari nol artinya usaha pengembangan yang dilakukan layak berdasarkan criteria NPV yang menyatakan bahwa apabila suatu usaha menghasilkan nilai NPV lebih besar dari nol dapat dikatakan bahwa usaha yang akan dijalankan layak, IRR lebih besar dari discount rate 8 persen artinya usaha layak dijalankan berdasarkan criteria IRR yang menyatakan bila hasil analisis menghasilkan nilai IRR yang lebih besar dari discount rate yang ditentukan maka usaha dinyatakan layak, nilai Net B/C yang dihasilkan dari setiap skenario yang digunakan juga menghasilkan nilai yang lebih besar dari satu artinya layak sesuai criteria kelayakan net B/C yang menyatakan bila nilai Net


(3)

B/C lebih besar dari satu maka usaha dinyatakan layak, dan payback period yang dibutuhkan juga lebih singkat untuk kedua skenario. Hasil analisis sensitivitas terhadap indikator penurunan kapasitas produki dan kenaikan biaya produksi masing-masing sebesar 10 persen untuk kedua skenario masih tergolong layak karena masing-masing nilai dari setiap kriteria menunjukkan angka yang dinyatakan layak dari masing-masing kriteria yang digunakan.


(4)

CRUDE PALM OIL

KELAYAKAN

CRUDE PALM OIL

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

KELAYAKAN

CRUDE PALM OIL

(CPO)

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

(CPO)

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN H3408601

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN H34086015

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN USAHA

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


(5)

KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

CRUDE PALM OIL

(CPO)

PADA PT TAPIAN NADENGGAN

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA

BODE RAMDAN LATIEF HASIBUAN H34086015

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi: Kelayakan Pengembangan Usaha Crude Palm Oil (CPO)Pada PT Tapian Nadenggan di Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara

Nama : Bode Ramdan Latief Hasibuan NIM : H34086015

Disetujui, Pembimbing

Dr.Ir Andriyono Kilat Adhi NIP. 19600611 198403 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Kelayakan Pengembangan Usaha Crude Palm Oil (CPO) Pada PT Tapian Nadenggan di kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Bode Ramdan Latief Hasibuan H34086015


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 3 Mei 1987. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Drs. H.Amas Muda Hasibuan dan Ibunda Dra.Hj Ramayulis Umar.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK al-Kausar Medan, dan melanjutkan tingkat pendidikan dasar di MIN 1 Medan, dan di tahun 1993 dengan alasan pindah tugas orang tua maka penulis melanjutkan di SDN 023905 kota Binjai dan lulus pada tahun 1999, dan melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 4 Padang Sidimpuan pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2002, penulis melanjtkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 plus Sipirok dan lulus pada tahun 2005, di tahun yang sama penulis mengikuti ujian reguler yang dilakukan Program Diploma Institut Pertanian Bogor-IPB dan diterima pada program keahlian Teknologi Industri Benih dan lulus pada tahun 2008 dengan predikat sangat memuaskan, penulis berkeinginan memperoleh gelar sarjana sehingga penulis melakukan alih jenjang pendidikan pada Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 sampai dengan sekarang.

Selain aktif didalam pendidikan penulis juga aktif di beberapa kegiatan organisasi yaitu IMA TAP-SEL Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan dan juga aktif didalam kegiatan kemahasiswaan lainnya.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul kelayakan pengembangan usaha produksi crude palm oil (CPO) pada PT Tapian Nadenggan di Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan usaha yang dilakukan PT Tapian Nadenggan dalam hal pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit atau CPO serta menganalisis tingkat kepekaan terhadap penurunan kapasitas produksi serta peningkatan biaya produksi yang terjadi dalam melakukan kegiatan operasional pabrik di PT Tapian Nadenggan.

Walupun demikian, sangat disadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Februari 2011


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada allah swt, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

3. Ir. Burhanuddin, MM sebagai dosen evaluator kolokium, terima kasih atas kritik dan saran yang diberikan.

4. Ir. Popong Nurhayati,MM selaku dosen penguji, yang banyak memberikan masukan dan meluangkan waktunya untuk meluruskan konsep dari penyempurnaan skripsi ini.

5. Arif Karyadi Uswandi, SP, selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan atas koreksi dan saran yang telah diberikan.

6. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan atas koreksi dan saran.

7. PT Tapian Nadenggan yang banyak membantu penulis dalam memberikan informasi, data yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Orang tua dan keluarga tercinta yang memberi dukungan, cinta serta doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik untuk kalian.

9. Yusna Lela atas semangat, kesabaran dan dukungan yang diberikan. 10.Nanda Dwi Aryanti atas bantuan yang diberikan, semoga allah dapat

membalas kebaikan yang telah diberikan.

11.Rahmat Wahyudin Siregar yang banyak membantu penulis, doa, dukungan, semangat terima kasih atas semua yang diberikan.

12.Teman-teman kosan poso-poso yang selalu memberikan motivasi, sharing dan semangat yang diberikan.

13.Teman-teman angkatan 5 Ekstensi Agribisnis terima kasih atas dukungannya.


(11)

14.Teman-teman canggih, fajar, cio, jafar, abdul, dan lainnya terima kasih atas supportnya. Teman-teman alumni TIB yang melanjutkan di Ekstensi Agribisnis, terima kasih atas supportnya.

15.Terima kasih kepada semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-persatu, semoga apapun yang kalian berikan memperoleh balasan yang baik dari Allah SWT.

Bogor, Februari 2011 Bode Ramdan Latief Hasibuan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... . v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Buah Segar ... 5

2.2 Mutu Tandan Buah Segar ... 5

2.3 Kelapa Sawit ... 5

2.4 Pemerian Botani ... 6

2.5 Syarat Hidup ... 7

2.6 Tipe Kelapa Sawit ... 7

2.7 Hasil Tanaman Kelapa Sawit ... 7

2.8 Pengolahan Kelapa Sawit ... 8

2.9 Penelitian Terdahulu ... 8

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 12

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ... 12

3.1.2 Aspek-Aspek Analisis Kelayakan ... 13

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 18

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.2 Data dan Instrumentasi ... 21

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 22

4.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 22

4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan ... 27

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Deskripsi Kabupaten Padang Lawas Utara ... 28

5.2 Sekilas Profil PT Tapian Nadenggan Langga Payung Mill ... 29

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Aspek Kelayakan Aspek Non Finansial ... 31

6.1.1 Aspek Pasar ... 31

6.1.1.1 Proyeksi Permintaan Crude Palm Oil ... 33

6.1.1.2 Potensi dan Prospek Pemasaran Minyak Kelapa Sawit ... 34


(13)

6.1.2 Aspek Teknis ... 36

6.1.2.1 Lokasi Pabrik ... 36

6.1.2.2 Fasilitas Produksi dan Fasilitas Pendukung Produksi ... 37

6.1.2.3 Ketersediaan Bahan Baku ... 37

6.1.2.4 Analisis Bahan Baku dan Jumlah Produksi ... 39

6.1.2.5 Proses Produksi ... 40

6.1.3 Analisis Aspek Manajemen ... 42

6.1.3.1 Bentuk dan Struktur Organisasi ... 43

6.1.4 Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan ... 44

6.1.4.1 Dampak Negatif Kegiatan Operasional Pabrik ... 45

6.1.4.2 Dampak Positif Adanya PT Tapian Nadengan ... 46

6.1.4.3 Hasil Analisis Aspek Sosial Lingkungan ... 46

6.2 Analisis Kelayakan Finansial ... 47

6.2.1 Analisis Arus Kas ... 47

6.2.1.1 Outflow (pengeluaran) ... 48

6.2.2 Analisis Laba Rugi ... 56

6.2.3 Kriteria Kelayakan Investasi ... 58

6.2.3.1 Net Present Value (NPV) ... 58

6.2.3.2 Internal Rate Of Return ... 59

6.2.3.3 Net Benefit Cost Ratio ... 59

6.2.3.4 Payback Period (PP) ... 60

6.2.4 Analisis Sensitifitas ... 60

6.2.4.1 Kenaikan Biaya Produksi 10 Persen ... 60

6.2.4.2 Penurunan Kapasitas Produksi 10 Persen ... 61

VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 63

7.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas Produksi Perkebunan Sawit Kabupaten Padang Lawas Utara ... 2

2. Data Produksi CPO dan Kernel PT. Tapian Nadenggan ... 34

3. Ketersediaan Bahan Baku Tandan Buah Segar (TBS) Per tahun ... 38

4. Kebutuhan Kapasitas PKS dan Produksi CPO/Kernel ... 39

5. Rekapitulasi Biaya Investasi Kebun Kelapa Sawit 9500 ha (Rp.000,.) ... 49

6. Biaya Investasi Pabrik Kelapa Sawit 60 ton/jam dan Fasilitas Penunjang ... 50

7. Biaya Investasi Penanaman Kebun Dengan Luas 3000 ha dan Peremajaan Tanaman 9500 ha ( Rp 000,.)... 50

8. Nilai Re-Investasi Pabrik dan Biaya HGU (Rp 000,.) ... 51

9. Biaya Operasional Pabrik Kelapa Sawit (Rp.000) ... 52

10. Biaya Operasional Skenario 2 ( Rp 000,.) ... 53

11. Penerimaan Hasil Penjualan CPO dan PKO Untuk Skenario I ( Rp 000,.) ... 54

12. Penerimaan Untuk Skenario 2 Setelah Perluasan dan Peremajaan 9500 ha ( Rp 000,.) ... 55

13. Rekapitulasi Laba- Rugi Pabrik Kelapa Sawit Untuk Skenario 1 (Rp.000) ... 56

14. Rekapitulasi Proyeksi Laba-Rugi Pabrik Kelapa Sawit Untuk Skenario 2 ( Rp 000,.) ... 57

15. Ringkasan Analisis Kriteria Investasi Pabrik Kelapa Sawit PT. Tapian Nadenggan ... 58

16. Ringkasan Hasil Analisis Senstivitas Pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi Sebesar 10% ... 61

17. Ringkasan Hasil Analisis Sensitivitas Pada Indikator Penurunan Kapasitas Produksi Sebesar 10 % ... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Kerangka Pemikiran Operasional Kelayakan Usaha

Peningkatan Kapasitas Produsi CPO Pada PT Tapian Nadenggan

Kabupaten Padang Lawas Utara ... 20

2 Peta Provinsi Sumatera Utara ... 28

3 Tempat Penyortiran dan Penyimpanan Dalam Loading Ramp ... 40

4 Stasiun Perebusan, Stasiun Jajangan (Threshing) dan Stasiun Pencacahan (Digester) ... 41

5 Stasiun Pemurnian ... 42

6 Stasiun Pemisahan Biji dan Nut Cracker ... 42


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Alur Bisnis PT Tapian Nadenggan ... 68

2. Gambar Fasilitas Produksi Dan Fasilitas Pendukung Produksi ... 69

3. Alur Proses Produksi ... 70

4. Struktur Organisasi Top Manajemen PT Tapian Nadenggan ... 71

5. Struktur Organisasi Bagian Administrasi PT Tapian Nadenggan ... 72

6. Struktur Organisasi Manajemen Laboratorium PT Tapian Nadenggan ... 73

7. Struktur Organisasi Bagian Mekanik PT Tapian Nadenggan ... 74

8. Struktur Organisasi Bagian Proses PT Tapian Nadenggan ... 75

9. Biaya Operasional dan Penerimaan Skenario 1 ... 76

10. Biaya Operasional dan Penerimaan Skenaro 2... 78

11. Laba Rugi Skenario 1 ... 80

12. Laba Rugi Skenario 2 ... 82

13. Cash Flow dan Hasil Analisis Kelayakan Investasi Skenario 1 ... 84

14. Cash Flow dan Analisis Kelayakan Pada Skenario 2 ... 86

15. Cash Flow dan Analisis Kelayakan Pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi 10 % Skenario 1 ... 88

16. Cash Flow dan Analisis Kelayakan Investasi Pada Indikator Kenaikan Biaya Produksi Skenario 2 ... 90

17. Cash Flow dan Analisis Kelayakan Investasi Pada Indikator Penurunan Kapasitas Produksi 10 Persen ... 92

18. Cash Flow dan Analisis Kelayakan Investasi Pada Indikator Penurunan Kapasitas Produksi 10 % Skenario 2 ... 94


(17)

I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang sangat diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mencadangkan 9,13 juta hektar untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah mencapai 6,7 juta hektar. Sejak tahun 2007, Indonesia telah menjadi negara penghasil (Crude Palm Oil) CPO tertinggi di dunia. Diperkirakan Indonesia akan menghasilkan 21,5 juta ton CPO pada tahun 2009, dengan perincian sekitar 16 juta ton di ekspor dan sisanya 5,5 juta diserap pasar dalam negeri dipergunakan untuk industri dalam negeri, seperti: minyak goreng, industri oleokimia, sabun dan margarine (shortening). Di masa mendatang konsumsi CPO di dalam negeri akan terus meningkat dan mencapai lebih dari 6 juta ton pada tahun 2010. Prediksi komposisi industri pengguna CPO pada saat ini adalah industri minyak goreng 51 persen, industri margarine dan shortening 37 persen, oleochemical 8 persen, industri sabun mandi 3 persen dan industri sabun cuci 1 persen.

Usaha petanian perkebunan yang menjadi unggulan daerah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah tanaman perkebunan sawit dan karet. Sejak lima tahun terakhir daerah ini menjadi salah satu daerah sentra produksi perkebunan sawit dan karet di wilayah provinsi Sumatera Utara berdasarkan data terakhir (Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan, 2007), jumlah luas dan produksi perkebunan sawit di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara adalah seluas 133.608 ha dengan produksi 2.404.944 ton, terdiri dari perkebunan rakyat seluas 32.059 ha, perkebunan sawit perusahaan besar seluas 101.121 ha dan perkebunan koperasi seluas 428 ha. Data luas produksi perkebunan kelapa sawit di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara dapat dilihat pada Tabel 1.


(18)

Tabel 1. Luas Produksi Perkebunan Sawit Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2007

No

. Kecamatan

Sawit rakyat

Perusahaan

besar Koperasi

Jumlah areal (ha)

Produksi (ton)

1 Simangambat 9.387 82.400 0 91.787 1.652.166

2 Batang onang 860 1500 69 2.429 43.722

3 Hulu sihapas * * * * *

4 Padang bolak julu 450 0 0 450 8.100

5 Padang bolak 7.630 4.310 0 11.940 214.920

6 Portibi 1.815 2.855 0 4.670 84.060

7 Halongonan 9.565 9.306 359 19.230 346.140

8 Dolok 983 300 0 1.283 23.094

9 Dolok

sigompulon 1.369 450 0 1.819 32.742

Jumlah 32.059 101.121 428 133.608 2.404.944

Sumber : Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan (data diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui rata-rata produktivitas perkebunan kelapa sawit per satuan lahan di daerah ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat produktivitas usaha perkebunan yang dikelola dengan perusahaan besar, karena dari 133.608 ha luas tanaman perkebunan sawit di daerah ini dapat menghasilkan total produksi sebanyak 2.404.944 ton per tahun. Dengan demikian rata-rata produktivitas per satuan lahan baru dapat menghasilkan 18 ton/ha/tahun. Permasalahan yang terjadi adalah sebagian besar hasil-hasil produksi perkebunan kelapa sawit ini dijual dan ataupun diolah di luar daerah seperti di daerah Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan dan lain-lain.

PT Tapian Nadenggan merupakan salah satu perusahaan pengolahan kelapa sawit yang berdiri sejak tahun 1979 yang merupakan anak perusahaan PT SMART Tbk. Perusahaan ini memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan (Kernel palm oil) PKO berkapasitas 60 ton/jam juga memiliki kebun kelapa sawit sendiri seluas 9500 hektar yang memiliki produktivitas 2 ton/ha sehingga mampu mencukupi kebutuhan tandan buah segar untuk bahan baku pengolahan CPO rata-rata sebesar 201.989 ton per tahun, perusahaan selalu menerapkan sistem budget setiap tahunnya untuk membeli bahan baku tandan buah segar dari luar rata-rata mencapai 45.322 per tahun, dalam hal budget ini merupakan salah satu langkah dalam mencukupi atau melengkapi kapasitas olah pabrik kelapa sawit sehingga produksi CPO tercukupi


(19)

dalam memenuhi permintaan oleh pabrik penyulingan CPO yaitu PT Sinarmas dari hasil pengolahan tandan buah segar (TBS) dari kebun sendiri dan tandan buah segar yang dibeli dari luar saat ini perusahaan mampu menghaslkan CPO rata-rata sebesar 56.882 ton/tahun dan PKO 12.366 ton/tahun diperkirakan PT Sinarmas setiap triwulan meminta order rata-rata sampai dengan 24.000 ton/triwulan CPO dan permintaan ini diperkirakan masih akan semakin meningkat dan peningkatan ini didasarkan dari angka pertumbuhan peningkatan konsumsi CPO yang mencapai 11,5 persen/tahun.

1.2 Perumusan Masalah

PT Tapian Nadenggan merupakan perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan TBS menjadi CPO dengan kapasitas pengolahan tandan buah segar 60 ton/jam, perusahaan beroperasi rata-rata selama 14 jam perhari bahan baku yang diolah dari kebun sendiri diperkirakan rata-rata mencapai 201.989 ton/tahun TBS dan dari kebun luar sebesar rata-rata 45.322 ton/tahun, sehingga menghasilkan total CPO sebesar rata-rata 56.882 ton/tahun dan PKO 12.336 ton/tahun.

Kapasitas mesin produksi mencapai 60 ton/jam dan memiliki jam pengoperasian maksimum sebesar 20 jam/hari, berdasarkan kondisi tersebut seharusnya perusahaan mampu mengolah TBS mencapai 360.000 ton/tahun sehingga memperoleh hasil CPO sebesar 99.360 ton/tahun artinya pabrik masih kekurangan TBS. Sampai akhir tahun 2010, PT Tapian Nadenggan hanya memperoleh TBS dari kebun sendiri rata-rata sebesar 201.989 ton/tahun, untuk menambah kapasitas olahnya perusahaan melakukan budget untuk pembelian TBS rata-rata sebesar 45.300 ton/tahun sampai akhirnya total olahan per tahun rata-rata 247.198 ton/tahun. Artinya apabila perusahaan tidak melakukan pembelian tandan buah segar dari luar maka perusahaan mengalami kekurangan rata-rata 158.011 ton/tahun hal ini menyebabkan perusahaan kekurangan tambahan produksi CPO yang seharusnya bisa diproduksi dan menghasilkan CPO rata-rata sebesar 42.478 ton/tahun.

Apabila perusahaan beroperasi dalam keadaan maksimum dan kebutuhan TBS tercukupi sepenuhnya oleh kebun sendiri tanpa melakukan budgeting artinya melakukan pembelian bahan baku dari luar maka hasil produksi CPO dinilai akan lebih tinggi atau meningkat dari 56.882 ton/tahun menjadi 99.360 ton/tahun.


(20)

Melihat kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami kekurangan bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksi pabrik, sehingga diperlukan cara untuk mengatasi masalah tersebut. Perusahaan perlu melakukan perencanaan pengembangan salah satunya dengan cara pengembangan lokasi perkebunan untuk mencukupi kekurangan tersebut.

Berdasarkan perumusan di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kelayakan pengembangan usaha CPO berdasarkan aspek non-

finansial dilihat dari aspek pasar, manajemen, teknis, sosial lingkungan ? 2) Bagaimana kelayakan pengembangan usaha CPO berdasarkan aspek finansial ? 3) Bagaimana tingkat kepekaan usaha (sensitivitas) pengembangan usaha CPO terhadap dua indikator yang paling mempengaruhi yaitu kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi masing-masing sebesar 10 persen ? 1.3 Tujuan

Berdasarkan gambaran perkebunan kelapa sawit dan peluang pengembangan pengolahan kelapa sawit, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengkaji kelayakan pengembangan usaha CPO dari aspek non-finansial. 2) Mengkaji kelayakan pengembangan usaha CPO dari aspek finansial.

3) Menganalisis tingkat kepekaan usaha produksi CPO terhadap kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi masing-masing 10 persen.

1.4 Manfaat

Berdasarkan apa yang akan diteliti oleh penulis maka diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rekomendasi dan mengetahui apakah perlu melakukan pengembangan ataupun tambahan investasi dan sebagai tambahan dokumen daerah kabupaten padang lawas utara dalam mengembangkan potensi daerah yang ada dan mengetahui seberapa besar kelayakan pabrik pengolahan yang telah beroperasi.


(21)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Buah Segar

Tanaman kelapa sawit ( Elais guineensis jacq), tergolong jenis palma yang buahnya kaya akan minyak nabati, kelapa sawit yang dikenal adalah jenis dura, psifera, dan tenera, kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman tahunan. Tenera (dura x psifera) merupakan tanaman yang saat ini banyak dikembangkan. Buahnya mengandung 80 persen daging buah dan 20 persen biji yang batok atau cangkangnya tipis menghasilkan minyak 34-40 persen terhadap buah.

Buah yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan TBS. Bentuk susunan, dan komposisi tandan sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang berukuran 12-18 gr/ butir, dapat dipanen setelah berumur enam bulan terhitung sejak penyerbukan (PPKS dalam Mangoensoekarjo 2003).

2.2 Mutu Tandan Buah Segar

Tandan Buah Segar yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak CPO dan inti sawit, sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di tempat penampungan (loading ramp). Menurut Siregar (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan mutu TBS yang akan dimasukkan ke dalam pabrik antar lain, sortasi panen, penimbangan TBS di loading ramp dan material passing digester (MPD).

2.3 Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, dan bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (Mayun 2009). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.


(22)

2.4 Pemerian Botani

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu, juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Kelapa sawit jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah, kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:

Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. Mesoskarp, serabut buah

Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).


(23)

2.5 Syarat Hidup

Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90 persen. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

2.6 Tipe Kelapa Sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis yaitu, E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan oleh masyarakat. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang yaitu, dura,pisifera, dan tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18 persen. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90 persen dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28 persen.

2.7 Hasil Tanaman kelapa sawit

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk berbagai macam produk karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.


(24)

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

2.8 Pengolahan Kelapa Sawit

Sistem pengolahan kelapa sawit dikenal dua jenis proses sesuai dengan produk yang akan dhasilkan. Pertama adalah proses pengolahan untuk menghasilkan crude palm oil (CPO), dan kedua adalah proses pengolahan untuk menghasilkan palm kernel oil (PKO). Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO secara mekanis dari TBS yang diikuti dengan proses pemurnian.

2.9 Penelitian Terdahulu

Harahap(2003) meneliti tentang prospek pembangunan pabrik Mini CPO untuk meningkatkan Ekonomi Lokal di kota Dumai Provinsi Riau. Hasil dari analisis kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 20 persen menunjukkan bahwa penelitian pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) mini CPO kapasitas 5 ton


(25)

TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Sementara melalui analisis sensitivitas menunjukkan bahwa batas toleransi perubahan harga TBS untuk PKS mini CPO ini adalah Rp 575 per kg.

Dampak yang dirasakan dari pembangunan PKS mini CPO kapasitas 5 ton TBS per jam secara analisis kualitatif dapat dirasakan, seperti terbentuknya lapangan kerja bagi masyarakat setempat, terciptanya pembangunan sarana dan prasarana fisik, dan timbulnya industri-industri kecil dari hasil produk kelapa sawit beserta turunannya. Akan tetapi, secara kuantitatif seperti berapa besar tingkat pendapatan masyarakat setempat sebagai dampak pembangunan PKS mini CPO tidak dapat dibuktikan. Pola yang paling tepat untuk membangun PKS mini CPO di kota Dumai Provinsi Riau adalah melalui pola koperasi usaha perkebunan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat selaku anggota koperasi.

Hartopo (2005) meneliti tentang analisis kelayakan finansial pabrik kelapa sawit mini, studi kasus pabrik kelapa sawit Aek Pancur, Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan hasil uji kelayakan, kegiatan investasi pembangunan industri PKS mini kapasitas olah 5 ton TBS per jam dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi yang digunakan berturut-turut sebagai berikut NPV menghasilakan nilai Rp 1.711.942.000, IRR sebesar 28,22 persen, net B/C Ratio sebesar 1,827 dan, payback period sembilan tahun.

Analisis sensitivitas PKS mini pada skenario pertama yang menggunakan harga beli TBS Rp 508,17 per kg TBS dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen, menurut kriteria kelayakan dinyatakan layak. Dalam skenario tersebut, PKS mini dapat beroperasi dengan baik pada NPV menghasilkan nilai Rp. 483.478.000, IRR sebesar 17,19 persen, net B/C ratio sebesar 1,81 dan, PP selama 10 tahun. Sedangkan skenario dua dan tiga menurut kriteria investasi usaha pembangunan PKS mini dinyatakan tidak layak sama sekali. Skenario dua mengunakan harga beli TBS sebesar Rp. 713 per kg dengan rendemen 21 persen dan rendemen inti 4 persen, skenario tiga menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 643,25 per kg dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen. Hal ini dapat dismpulkan bahwa harga beli TBS dan kualitas rendemen sangat berpengaruh terhadap kelayakan PKS mini.


(26)

Hasil analisis eksternalitas atau dampak adanya PKS mini menimbulkan eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkunan sekitar. Eksternalitas positif yang ditimbulkan yaitu, 1) sarana dan prasaranan pendukung yang lebih baik seperti listrik telepon, dan jalan raya; 2) biaya transportasi TBS yang dimiliki oleh kebun rakyat dan swasta lebih rendah dan endapatan masyarakat menjadi meningkat. Eksternalitas negatif antara lain 1) kerusakan yang ditimbulkan PKS mini seperti air sungai yang jelek, kebisingan mesin PKS yang bekerja 20 jam per hari dan kendaraan angkut minyak CPO maupun TBS, dan polusi udara; 2) keamanan dari lingkungan di kebun rakyat dan swasta seperti pencurian TBS; 3) penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pabrik (masalah timbangan TBS yng masuk ke pabrik).

Ilyas (2006) melakukan penelitian mengenai program pengembangan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit dalam menunjang perekonomian kota Dumai Propinsi Riau, menunjukkan bahwa agro industri penglahan minyak kelap sawit memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian kota dumai, karena mepunyai dampak multipler terhadap tenaga kerja sebesar 1,51 persen dengan pertumbuhan kesempatan kerja 4,68 persen. Selain itu, pengembangan agro industri pengolahan minyak kelapa sawit meningkatkan daerah sebesar 27,02 persen. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dari luar wilayah kota Dumai terhadap produk agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit cukup besar.

Nugroho (2008) melakukan penelitian tentang kelayakan usaha pembibitan pre-nursery kelapa sawit (Elasis guneensis jacq) pada PT Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatera Utara,hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan secara finansial dan non-finasial berdasarkan kriteria-kriteria yang digunakan. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengunakan dua skenario yaitu kelayakan finansial tanpa meperhitungkan inflasi dan kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi.

Noviyanti (2008) tentang analisis kelayakan investasi pengusahaan tapioka (studi kasus pengrajin tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial dan non-finansial usaha tersebut layak untuk dilakukan sesuai dengan kriteria investasi yang digunakan. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua


(27)

skenario yaitu pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas dan pengusahaan tapioka dengan bahan baku ubi kayu sudah dikupas. Analisis sensitivitas yang dilakukan menggunakan pendekatan penurunan harga output dan kenaikan biaya operasional sebesar 7 persen.

Pada penelitian terdahulu (Harahap dan Hartopo) sama-sama menganalisis pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 5 ton per jam TBS per jam (kapasitas mini) dengan alat analisis yang sama. Sedangkan pada penelitian kali ini yang dianalisis adalah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam (kapasitas sedang) serta berbeda dalam pendekatan penggunaan indikator sensitivitas yang digunakan dalam penelitian. Sementara pada penelitian Ilyas persamaannya berhubungan dengan komoditi penelitian yang dipilih sedangkan perbedaannya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari penelitian, kemudian pada penelitian Nugroho dan Noviayanti persamaannya terkait dengan alat analisis yang digunakan, dan perbedaannya terletak pada objek penelitian.


(28)

III KERANGKA PEMIKRIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan analisis kelayakan proyek, aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian, pengertian dari kriteria investasi yang digunakan, dan analisis sensitivitas.

3.1.1 Studi Kelayakan Proyek

Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam suatu unit. Rangkaiaan dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri dari tahap-tahap idntifikasi, persiapan dan analisis penelitian, pelaksanaan dan evaluasi. Evaluasi proyek sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberpa kali selama pelaksanaan proyek.

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil Husnan et al (2004). Menurut Nitisumito, 2000 dalam Permatasuri, 2004, evaluasi proyek identik dengan studi kelayakan (feasiblity study), karena diantara keduanya terdapat faktor kesamaan pokok yaitu bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha atau proyek. Evaluasi tersebut kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan apakah suatu gagasan usaha atau proyek dapat diteruskan (diterima) atau dihentikan (ditolak). Namun demikian, selain memiliki faktor kesamaan diantara keduanya, terdapat faktor-faktor ketidaksamaan dilihat dari beberapa segi antara lain:

1. Studi kelayakan dilaksanakan pada waktu gagasan usaha belum dilaksanakan, sedangkan evaluasi proyek dapat dilaksanakan sebelum, pada waktu atau setelah selesainya suatu proyek.

2. Umumnya Ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek lebih luas dari ruang lingkup pembahasan studi kelayakan. Studi kelayakan lebih menitikberatkan pada kelayakan suatu gagasan usaha dilihat dari segi kacamata pengusaha


(29)

sebagai individu, sedangkan evaluasi proyek melihat kelayakan suatu proyek tidak hanya dilihat dari kacamata individu-individu yang terkena akibat langsung dari proyek, tetapi juga dilihat dari kacamata masyarakat lebih luas yang mungkin mendapat akibat tidak langsung proyek.

3. Sejalan dengan ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek yang lebih luas, maka metode evaluasi yang digunakan umumnya lebih rumit dari metode evaluasi dalam studi kelayakan. Evaluasi dalam studi kelayakan menekankan aspek finansial, sedangkan pada evaluasi proyek menekankan aspek ekonomi, meskipun aspek finansial tetap diperhatikan.

3.1.2 Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

Di dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek kelayakan terdiri dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Sedangkan menurut Husnan, et al (2000), aspek-aspek studi kelayakan adalah terdiri dari aspek-aspek pasar, aspek teknis, keuangan, hukum, dan ekonomi negara.

3.1.2.1 Analisis Aspek Pasar

Analisis pasar untuk hasil usaha sangat penting untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan. Analisis aspek pasar dilakukan dengan mengamati kecendrungan permintaan suatu usaha untuk melihat potensi pasar yang masih terbuka.

Analisis pemasaran dari suatu usaha adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh suatu usaha dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan suatu usaha (Gittinger 1986). Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan atau inginkan melalui proses penciptan, penawaran dan pertukaran produk. Nilai kegunaan kegiatan pemasaran adalah selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang diinginkan, menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat yang dibutuhkan.


(30)

3.1.2.2 Analisis Aspek Teknis

Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gitinger 1986). Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksi, serta teknologi yang digunakan.

3.1.2.3 Analisis Aspek Manajemen

Menurut Gittinger (1986), analisis aspek institusional-organisasi-managerial ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial, budaya, lembaga yang akan dilayani proyek di masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, dan kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek. Aspek manajemen yang perlu diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Husnan et al, 2000)

Menurut Kadariah et al (1999), menyatakan bahwa keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara subjektif, meskipun demikian jika hal ini tidak mendapat perhatian khusus, ada banyak kemungkinan yang terjadi pengambilan keputusan yang kurang realistis dalam proyek yang direncanakan.

3.1.2.4 Analisis Sosial dan Lingkungan

Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger 1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara implisit dan eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan terhadap adanya penggunaan teknologi atau penerapan alat-alat mekanis yang menurangi keterlibatan tenaga manusia.


(31)

Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang dapat mengakibatkan kerugian dengan adanya proyek yang direncanakan maupun yang dilaksanakan. Pembangunan proyek mungkin saja akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghidari rusaknya kelestarian lingkungan.

3.1.2.5 Analisis Aspek Finansial

Studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek bisnis yang biasanya merupakan proyek investasi. Maksud layak atau tidaknya disini adalah perkiraan bahwa proyek dapat atau tidak dapat menghasilkan keuntungan yang layak apabila telah dioperasionalkan (Umar 1997). Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit) atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan haraan mendapatkan hasil (return) dimasa yang akan datang dan dapat direncanakan, dibiayai, dan dapat dilasanakan sebagai satu unit (Kadariah et al 1976).

Proyek investasi merupakan gabungan suatu aktivitas yang memerlukan penggunaan sumber dana dan modal yang cukup besar dan mempunyai jangka waktu umur ekonomis yang panjang. Oleh karena itu, studi kelayakan proyek bertujuan agar modal yang sudah ditanamkan dapat dimanfaatkan dan menghindari penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan proyek membutuhkan biaya, tetapi biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah yang besar.

Menurut Gittinger (1986), rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek. Siklus proyek terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan dan analisis, penilaiaan, pelaksanaan dan evaluasi. Evaluasi adalah alat yang paling penting dalam suatu proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek tersebut. Evaluasi dapat menilai apakah suatu proyek dapat dijalankan atau tidak.


(32)

Metode arus tunai terpotong atau discount cash flow, merupakan suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh di masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang (Gittinger 1986). Ada beberapa kriteria yang dibutuhkan dalam penilaian kelayakan suatu proyek, yaitu :

1.NPV (net present value)

NPV atau net present value manfaat bersih atau nilai bersih sekarang yang menunjukkan keuntungan yang diperoleh selama umur investasi dan merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu, atau nilai sekarang yang diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya total dari suatu proyek atau usaha pada jangka waktu tertentu (Gray et al 1978).

Suatu proyek dikatakan layak untuk diuahakan dan dapat menghasilkan keuntungan jika NPV > 0. Jika nilai NPV < 0 berarti suatu proyek atau usaha dapat menimbulkan kerugian, dan dinilai tidak layak untuk dilaksanakan. nilai NPV sama dengan 0 berarti suatu proyek tidak menghasilkan keuntungan serta tidak menimbulkan kerugian bagi suatu proyek atau usaha, apabila suatu perusahaan memperoleh nilai NPV sama dengan 0 maka proyek tersebut dapat dilaksanakan yang berarti dapat mngurangi efisiensi dan efektifitas perusahaan karena tidak menjalankan proyek ini perushaan tidak akan memperoleh kerugian.

2.IRR (internal rate of return)

IRR atau internal rate of return adalah tingkat pengembalian internal dari investasi selama umur proyek yang bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat rata-rata keuangan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen (Gittinger 1986). IRR adalah hasil discount rate (suku bunga) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol.

Suatu proyek dinyatakan layak apabila nilai IRR-nya lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan, sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat discount rate maka proyek yang dijalankan tidak layak untuk diusahakan.


(33)

3.Net Benefit Cost Ratio

Net B/C Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat yang menguntungkan bisnis bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak apabila net B/C lebih kecil dari satu.

4.Payback Period

Payback period merupakan salah satu metode analisis yang mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang payback period nya singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar akan dipilih. Payback period merupakan alat pelengkap penilaian investasi.

3.1.2.6 Analisis Sensitivitas

Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari hasil analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-penngaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 1986). Sementara menurut Kadariah (1978), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.

Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, dan (4) hasil analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value) dan dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol.


(34)

3.1.2.7 Arus Kas (Cash Flow)

Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir 2003). Cash flow mempunyai tiga komponen utama yaitu initial cash flow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi, operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan Terminal cash flow berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar 2007).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kapasitas olah pabrik PT Tapian Nadenggan adalah 60 ton/jam dengan maksimum jam operasional 20 jam per hari sehingga kapasitas maksimal pngolahan tandan buah segar adalah sebesar 1200 ton/hari, sedangkan sampai akhir tahun 2010 PT Tapian Nadenggan masih beroperasi dengan rata-rata 14 jam per hari artinya perusahaan baru mampu mengolah sekitar 840 ton tandan buah segar per hari sehingga masih ada kekurangan jam operasional sekitar 6 jam, dengan kekurangan jam operasional tersebut maka pabrik diperkirakan kehilangan bahan baku yang tidak diolah sebesar 360 ton tandan buah segar setiap harinya.

Perusahaan perlu melakukan pengembangan lokasi produksi yang akan menghasilkan TBS dengan cara menambah luas areal kebun sekitar 5500 ha sehingga harapannya perusahaan akan mampu memenuhi kebutuhan tandan buah segarnya sendiri sehingga perusahaan bisa memaksimalkan penggunaan jam operasional pabrik.Penambahan luas areal produksi perkebunan 5500 ha lagi didasarkan pada produktivitas rata-rata kelapa sawit yang mencapai 24 ton/ha/tahun sehingga dengan penambahan luas areal produksi kebun 5500 ha maka perusahaan memiliki total luas kebun mencapai 15.000 ha, dengan luas areal tersebut maka kebutuhan TBS maksimal akan tercapai sesuai dengan produktivitas tanaman. Apabila perusahaan tetap berproduksi pada luasan areal produksi 9.500 ha maka perusahaan akan selalu mengalami kekurangan bahan baku TBS.


(35)

Dengan penambahan luasan areal tersebut maka harapannya akan menambah bahan baku sehingga perusahaan dapat berproduksi pada keadaan maksimal dan nantinya kebijakan budgeting tidak perlu dilakukan, artinya perusahaan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus melakukan pembelian bahan baku TBS dari luar.

Dari pemikiran tersebut maka perlu dilakukan kajian mengenai kelayakan pengembangan usaha CPO yang akan dilakukan dilihat dari aspek Non finansial yang berkaitan dengan aspek pasar, manajemen, teknis, sosial lingkungan maupun


(36)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Pabrik Kelapa sawit PT Tapian Nadenggan memiliki kapasitas olah 360.000 ton/tahun perusahaan hanya mampu mengolah 201.989

ton/tahun. Kurangnya bahan baku menyebabkan PT Tapian Nadenggan kekurangan bahan baku sekitar 158.011 ton/tahun bahan

baku tiap tahun yang tidak diolah

PT Tapian Nadenggan perlu melakukan pengembangan lokasi perkebunan 5500 ha untuk meningkatkan produksi TBS untuk menambah bahan

baku.

Aspek Non Finansial

o Aspek Pasar o Aspek Manajemen o Aspek Teknis

o Aspek Sosial Lingkungan

Aspek Finansial

o NPV

o IRR

o Net B/C

o PP

Tidak Layak Layak


(37)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Tapian Nadenggan Langga Payung Desa Huta Baru Nangka Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara yang merupakan salah satu daerah pemekaran baru dari Kabupaten Tapanuli Selatan bagian dari daerah Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November - Desember 2010.

PT Tapian Nadenggan merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan merupakan salah satu perusahaan yang terbesar didaerah kabupaten padang lawas utara yang memiliki luas perkebunan kelapa sawit seluas 9.500 ha dan juga memiliki pabrik pengolahn TBS dengan kapasitas olah maksimal 60 ton/jam.

4.2 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah merupakan data primer dan data sekunder, data primer merupakan data yang dikumpulkan mengenai aspek non finansial. Aspek non finansial berkaitan dengan lingkungan internal dan eksternal baik manjemen perusahaan maupun kelembagaan ataupun aspek lingkungan internal dan eksternal lainnya, sedangkan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian yang dilakukan dan diolah dengan menggunakan perhitungan kelayakan baik dari kelayakan finansial yang dapat dilihat dari segi Net Present Value (NPV), Net Benefit CostRasio (Net B/C), Internal Rate Return (IRR) dan Payback Period.

Data primer dan data sekunder yang digunakan berupa data yang berkaitan dengan aspek finansial dan non-finansial, Data primer digunakan untuk menggambarkan keadaan perusahaan pada masa sekarang dan digunakan untuk menjelaskan keadaan produksi perusahaan. Data sekunder digunakan sebagai sumber dasar yang digunakan dalam penulisan berupa gambaran mengenai perkebunan kelapa sawit dan pengolahan pabrik CPO serta aspek-aspek penunjang yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit, dasar perhitungan finansial pekebunan kelapa sawit setelah pengembangan.


(38)

Instrumen yang digunakan di dalam penelitian untuk mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan adalah dengan menggunakan alat elektronik, media cetak, internet dan membuat daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden. Responden dalam hal ini adalah orang yang memiliki kredibilitas di bidang yang diteliti yaitu manejer produksi, bagian keuangan/arsip,dan lain-lain yang masih memiliki kaitan terhadap objek penelitian.

4.3 Metode pengumpulan data

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan melakukan wawancara dalam hal ini responden adalah manejer produksi dan manejer keuangan. Data sekunder diperoleh dari PT Tapian Nadenggan dan referensi tentang profil Kabupaten Padang Lawas Utara, laporan perusahaan, rencana pembangunan Kabupaten Padang Lawas Utara, buku referensi, dan internet. 4.4 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukkan secara kualitatif dan kuantitatif meliputi transfer data, editing data, pengolahan data, dan interpretasi data secara deskriptif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis keadaan industri pada lokasi penelitian. Analisis kuantitatif digunakan untuk menguji kelayakan suatu usaha yang sedang berjalan yaitu dengan mengolah data yang diperoleh dan menyederhanakan dalam bentuk tabulasi kemudian diolah secara komputerisasi dengan menggunakan software microsoft excel dan interpretasi data secara deskriptif.

Pengolahan dan analisis data ini diarahkan pada dua skenario, skenario 1 merupakan scenario dimana perusahaan berproduksi pada keadaan sebelum adanya pengembangan yaitu pada keadaan luas areal produksi perkebunan seluas 9.500 ha dengan kapasitas olah pabrik 60 ton/jam dalam kondisi ini umur bisnis perusahaan diperhitungkan selama 25 tahun dan dinilai pada tahun pertama perusahaan yaitu pada tahun 1979 sampai dengan tahun 2004 dan data yang digunakan adalah data perusahaan, sedangkan untuk skenario 2 perusahaan berproduksi pada keadaan setelah dilakukan peremajaan areal produksi dan penambahan luas areal 5.500 ha lagi sehingga total luas areal produksi mencapai 15.000 ha dengan produkstivitas rata-rata mencapai 24 ton/ha/tahun, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai referensi sebagai


(39)

gambaran dalam memperhitungkan keadaan perusahaan apabila perusahaan melakukan pengembangan setelah umur bisnis pertama habis yaitu pada tahun 2004, keadaan setelah pengembangan menggunakan umur bisnis selama 25 tahun dan diperhitungkan setelah tahun 2004 sampai dengan tahun 2029, dengan keadaan produksi ini maka perusahaan diharapkan akan memperoleh tambahan bahan baku TBS yang diharapkan akan menambah kapasitas olah pabrik agar dapat berproduksi secara maksimal dan menghasilkan produksi CPO maupun PKO yang maksimal sehingga pendapatan perusahaan diharapkan akan bertambah.

a.Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar memproyeksi data tentang permintaan dan penawaran akan suatu produk, terkait dengan jumlah yang akan ditawarkan, bagaimana perkembangan dimasa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis aspek pasar juga melihat ketersediaan bahan baku tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, distribusi dari mulai bahan baku hingga proses bahan jadi, kapasitas produksi, dan kontinyuitas serta tingkat harga.

b. Analisis Aspek Teknis

Aspek teknis dianalisis secara deskriptif dengan melihat kebutuhan bahan baku dan peralatan di PT.Tapian Nadenggan, apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi pengolahan terkait kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai dalam pengolahan, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi, input (bahan baku), dan output (produksi). Dalam aspek teknis yang paling penting adalah secara teknis bagaimana proses pengolahan pembuatan produk dihasilkan dan seberapa besar komposisi bahan baku yang tepat untuk menghasilkan produk yang tepat.

c.Analisis Aspek Manajemen

Analisis ini digunakan secara kualitatif untuk melihat apakah fungsi manajemen berjalan dengan baik dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan manajemen dalam mengelola industri. Analisis ini dapat dilihat berdasarkan kesesuaian perusahaan dengan pengelolaan dan pola sosial budaya masyarakat


(40)

setempat dengan kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek.

d.Analisis Sosial dan Lingkungan

Analisis sosial berkaitan dengan kebisaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger 1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara implisit dan eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan terhadap adanya penggunaan teknologi atau penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi keterlibatan tenaga manusia.

Kualitas hidup masyarakat merupakan bagian dari rancangan proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang dapat mengakibatkan kerugian dengan adanya proyek yang direncanakan maupun yang dilaksanakan. Pembangunan proyek mungkin saja akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghidari rusaknya kelestarian lingkungan.

e.Analisis Aspek Finansial

Pendekatan yang dilakukan dalam perhitungan manfaat dan biaya tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung dalam usaha. Dilihat dari sudut pandang badan usaha atau orang yang menenanamkan modalnya dalam usaha, suatu perhitungan dapat dikatakan privat atau finansial bila yang berkepentingan langsung dalam manfaat atau biaya adalah individu pengusaha. Data keseluruhan dilakukan secara kuantitatif dan alat analisis yang digunakan untuk menguji kelayakan yaitu NPV, IRR, net benefit cost rasio B/C, dan Payback period


(41)

1. Net Present Value (NPV)

NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present value) dari selisih antara (benefit) manfaat dengan biaya) pada tingkat diskonto (bunga) tertentu. Dinyatakan dalam rumus :

n t t t t i C B NPV 0 1

Keterangan : NPV = nilai bersih sekarang (rupiah) Bt = Manfaat pada tahun ke-t (rupiah) Ct = biaya pada tahun ke-t (rupiah) I = tingkat diskonto (%)

N = umur proyek (thun) T = tahun

Dalam Metode NPV terapat tiga kriteria investasi, yaitu :

1. NPV > 0, secara finansial proyek layak untuk diusahakan dan dapat menghasilkan keuntungan.

2. NPV = 0, secara finansial proyek sulit untuk diusahakan dan tidak dapat menghasilkan keuntungan.

3. NPV < 0, secara finansial lebih baik proyek tidak dilaksanakan karena akan menimbulkan kerugian.

2.Internal Rate of Return (IRR)

IRR atau internal rate of return adalah tingkat pengembalian internala dari investasi selama umur proyek yang bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman, secara mate-matis nilai tersebut dirumuskan sebagai berikut :

i i NPV NPV NPV i IRR ' ' Keterangan : IRR = Tingkat internal hasil (%)

NPV1 = nilai bersih sekarang bernilai positif (rupiah)

NPV2 = nilai bersih sekarang bernilai negatif (rupiah)

I1 = tingkat diskonto menghasilkan NPV positif (%)

I2 = tingkat diskonto menghasilkan PV negatif (%)

Hasil analisis IRR lebih besar dari bunga bank (tingkat diskonto) yang berlaku, menunjukkan proyek tersebut layak untuk dilakukan, sebalikanya bila


(42)

IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan.

3.Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih terhadap total dari biaya bersih (Kadariah 1978). Metode ini digunakan untuk melihat berapa besar manfaat bersih yang dapat diterima dari suatu bisnis atau proyek untuk setiap investasi yang dilakukan atau dikeluarkan. Bila Net B/C lebih besar sama dengan 1 usaha atau bisnis dianggap layak untuk dilaksanakan dan jika Net B/C kurang dari 1 maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :

Net B/C

Keterangan : Bt = total penerimaan pada tahun ke-t Ct = total biaya pada tahun ke-t i = tingkat diskonto yang berlaku

n = umur ekonomis proyek

4.Payback Period

Payback period dapat diartkan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengambalikan biaya investasi , payback peiod adalah suatu metode dalam penentuan jangka waktu yang dibutuhkan dalam menutupi initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cashflow yang dihasilkan dari suatu proyek tersebut. Semakin pendek payback period dari periode yang disyaratkan perusahaan maka proyek investasi tersebut dapat diterima (Arifin 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut :

Payback Period = n + a b

x 1 Tahun c b

keterangan :

n = tahun terakhir dimana cash flow belum bias menutupi nilai investasi

a = jumlah nilai investasi

b = jumlah cumulative cash flow pada tahun ke-n c = jumlah cumulative cash flow pada tahu ke n+1


(43)

5.Analisis Sensitifitas

Analisis sensitifitas dilakukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari perubahan kondisi di luar jangkauaan asumsi yang telah dibuat pada saat perencanaan. Pada penelitian ini analisis sensitifitas dilakukan dengan pendekatan perubahan akibat adanya kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen. Penentuan kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen berdasarkan data inflasi rata-rata indonesia dalam satu dekade terakhir yang tidak lebih dari 10 persen per tahun. Sedangkan untuk penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen merupakan tingkat toleransi yang diangap wajar untuk kebutuhan pasokan bahan baku yang disebabkan oleh faktor-faktor non teknis yang mungkin terjadi.

4.5Asumsi Dasar yang Digunakan

Sebagai dasar didalam perhitungan kelayakan finansial di dalam studi kelayakan usaha, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :

1.Umur ekonomis proyek selama 25 tahun, ditentukan berdasarkan umur teknis bangunan pabrik.

2.Kapasitas terpasang pabrik 60 ton TBS per jam.

3.Jumlah hari kerja adalah 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan asumsi hari minggu libur dan hari-hari besr lainnya.

4.Analisis dikategorikan kepada dua skenario, skenario 1 sebelum pengembangan, skenario 2 setelah pengembangan dengan menggunakan discount rate 8 persen.

5.Hasil produksi CPO 23 persen dari tandan buah segar (TBS) yang diolah, dan hasil PKO antara 4-5 persen dari TBS olah.

6.Analisis sensitifitas didasarkan pada dua faktor yang paling mempengaruhi yaitu kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen.

7. Asumsi harga TBS, CPO, dan kernel dianggap konstan setiap tahunnya, adapun harga yang ditetapkan sebagai berikut :

TBS Rp 1.500,./Kg CPO Rp 9.000,./Kg Kernel Rp 4.000,./Kg


(44)

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1Deskripsi Kabupaten Padang Lawas Utara

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2007 tanggal 10 Agustus, pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Dari perjalanan waktu sejarah berdirinya Kabupaten Tapanuli Selatan mulai dari zaman penjajahan Belanda sampai dengan sekarang banyak hal terjadi mulai dari pergantian nama, pemekaran kecamatan maupun pemekaran kabupaten, setelah mengalami perubahan-perubahan tersebut ditetapkan bahwa ibukota Kabupaten Padang Lawas Utara adalah Gunung Tua. Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki luas wilayah 319.805 Ha atau setara dengan 3.918.,05 km2 dengan panjang ruas jalan Kabupaten 1.398 km, yang terdiri dari 9 kecamatan dan 387 desa (Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan, 2007). Adapun lokasi Kabupaten Padang Lawas Utara dengan Ibukota Gunung Tua secara jelas dapat dilihat pada peta Provinsi Sumtera Utara (Gambar 2)

Gambar 2. Peta Provinsi Sumatera Utara Keterangan : Lokasi Penelitian

a.Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Padang Lawas Utara sampai dengan tahun 2005 didominasi oleh sektor pertanian dan perkebunan, industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran. setiap lapangan usaha memberikan sumbangan terhadap nilai PDRB berdasarkan harga berlaku tahun 2005 yaitu dari area aktifitas perkebunan dan area aktifitas pertanian 50 persen, industri pengolahan 28,40 persen, perdagangan serta hotel dan restoran 12,84 persen dan sisanya adalah untuk usaha-usaha lainnya.


(45)

b.Potensi Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara

Kondisi topografi Kabupaten Padang Lawas Utara pada dasarnya memiliki potensi alam yang cukup tinggi sesuai untuk syarat tumbuh berbagai jenis tanama perkebunan. Tanaman perkebunan yang telah dibudidayakan masyarakat di daerah ini yaitu, kelapa sawit, karet, kopi robusta, kelapa, kakao, kulit manis, nilam, kemiri, aren, kapuk, dan pinang. Pada tahun 2008 hasil perkebunan rakyat Padang Lawas Utara tercatat kelapa sawit 281.137,9 ton, karet 23.351,64 ton, kulit manis 594,74 ton, pinang 519 ton, kopi robusta 493,2 ton, kemiri 336,9 ton, kakao 331,3 ton, kelapa 260,35 ton, aren 60,4 ton, kapuk 34,49 ton, dan nilam 5,58 ton (Badan perencanaan daerah, Padang Lawas utara, 2007).

5.2Sekilas Profil PT Tapian Nadenggan-Langga Payung Mill

PT Tapian Nadenggan Langga Payung Mill terletak di Desa Huta Baru Nangka Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara dan di Kecamatan Sei Kanan Untuk Kabupaten Labuhan Batu.

PT Tapian Nadenggan berdiri sejak tahun 1979, merupakan anak perusahaan PT SMART Tbk. Perkebunan ini dahulunya milik PT Sawit Sejahtera Luhur Labuhan Batu yang dibeli PT SMART Tbk dan terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Labuhan Batu sesuai SK. HGU No. 23/HGU/DA/82/A/68 dan SK HGU No. 23/HGU/DA/82 dan SK HGU No. 14/HGU/89 dengan luas sekitar 9500 ha yang berada dalam dua lokasi yaitu :

1. Seluas 1209 Ha berada di Kabupaten Labuhan Batu. 2. Seluas 8291 Ha berada di Kabupaten Tapanuli Selatan.

PT Tapian Nadenggan Langga Payung Mill saat ini mempekerjakan sumber daya manusia yang terdir dari 12 orang staff dan karyawan SKU (serikat kerja umum ) yang terdiri dari 132 karyawan bulanan dan 21 karyawan harian.

Perusahaan perkebunan ini memberi fasilitas kepada karyawannya, disamping gaji dan catu beras setiap dua minggu sekali, juga memberikan fasilitas rumah, air, listrik PLN (yang disubsidi perusahaan), juga pengobatan keluarga karyawan, pendidikan dan sarana olah raga.

PT Tapian Nadenggan Langga Payung Mill memiliki kantor pusat di PT SMART Tbk. BII Plaza Tower 2 Lt 28 Jl. HM. Thamrin Kav. 22 Jakarta Pusat


(46)

10350 dan kantor perwakilan yang terletak di Jalan. Wolter Mongonsidi No. 14-16 Medan 20152, PT SMART Tbk.

Sesuai dengan data tahunan PT Tapian Nadenggan perusahaan ini memiliki lahan perkebunan sendiri seluas 9.500 ha dan mampu menghasilkan serta mengolah tandan buah segar rata-rata 218.000 ton/tahun sehingga diperkirakan perusahaan ini mampu menghasilkan CPO mencapai 50.040 ton/tahun dan PKO 12949,2 ton/tahun dengan menggunakan pabrik pengolahan sendiri dengan kapasitas produksi 60 ton/jam.


(47)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Kelayakan Aspek Non-Finansial

Analisis kelayakan aspek non finansial merupakan analisis yang dilakukan yang berkaitan dengan aspek-aspek yang saling berkaitan satu sama lain tergantung pada jenis dan karaketeristk masing-masing bisnis yang dilakukan adapun aspek-aspek non finansial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial linkungan yang ada dalam lingkungan internal maupun eksternal perusahaan.

6.1.1 Aspek Pasar

Analisis aspek pasar berkaitan dengan seberapa besar pasar merespon terhadap barang atau jasa yang diproduksi baik dari sisi permintaan, penawaran, harga, dan cara pemasaran, sehingga produk dapat memberikan manfaat bagi konsumen yang mengkonsumsi dan menggunakan produk.

Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan banyak diperdagangkan di pasar dunia. Manfaat dari minyak kelapa sawit sangat bervariasi. Banyak industri yang dapat menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produknya seperti industri minyak goreng, industri bahan makanan, industri kosmetik dan energi terbarukan. 6.1.1.1Pola Pemasaran CPO PT Tapian Nadenggan

Sesuai dengan kebijakan pemerintah yang melakukan deregulasi dengan pokok kebijakan 3 juni 1991 (Pakjun 1991) yang menghapuskan berbagai surat keputusan bersama tiga menteri sebelumnya yang maksudnya adalah melonggarkan semua ketentuan tataniaga yang ada untuk memacu ekspor dan mendorong investasi minyak goring di dalam negeri. Berdasarkan pakjun 1991, peluang bagi pengusaha perkebunan untuk melakukan ekspor CPO semakin terbuka. Sebaliknya, kesempatan melakukan impor CPO bagi industri minyak goreng sendiri terbuka. Melalui deregulasi tersebut, harga perdagangan CPO dalam negeri tidak ditetapkan oleh pemerintah dan perdagangan CPO perkebunan swasta tidak lagi melalui mekanisme kantor pemasaran bersama.

Liberalisme perdagangan CPO Indonesia pasca-pakjun-1991 dan kenaikan harga CPO di pasar internasional menyebabkan terjadinya kenaikan CPO di


(48)

dalam negeri. Oleh karena itu pada akhir tahun 1994 pemerintah mengeluarkan instrument kebijaksanaan pajak ekspor untuk menjamin ketersediaan CPO di dalam negeri. Melalui SK Menteri Keuangan Nomor 439/KMK.017/1994 tanggal 31 agustus 1994, terhitung tanggal 1 september 1994, pemerintah akan menerapkan pajak ekspor terhadap CPO jika harga minyak goreng di dalam negeri di atas Rp 1.250/kg. Dengan cara demikian, secara tidak langsung telah terjadi export barrier agar persediaan CPO terjamin untuk memenuhi kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri.

Fluktuasi harga yang terjadi pada produk CPO dan PKO didorong oleh adanya mekanisme pasar dan perubahan permintaan dan penwaran harga dunia, di akhir tahun 2010 harga yang terjadi dikisaran Rp 7.500.000 sampai dengan Rp 9.000.000 Per ton sehingga apabila perusahaan akan meningkatkan kapasitas produksinya diharapkan perusahaan akan mampu memperoleh manfaat yang lebih tinggi. Namun demikian, dalam melakukan penjualan bagian pemasaran harus lebih berinteraksi dengan dinamika pasar yang ada sehingga mengetahui apa yang sedang atau akan terjadi di pasar dan dapat memperkirakan harga yang optimum untuk penjualan di masa yang akan datang, sehingga bagian pemasaran perlu jeli dalam membaca tanda-tanda pasar karena kejelian dalam membaca pasar akan sangat menentukan keuntungan perusahaan.

Rantai tataniaga CPO dan KPO saat ini telah dihapuskan. setiap perkebunan swasta bebas melakukan penjualan produknya sendiri-sendiri tanpa melalui kantor pemasaran bersama. Saluran distribusi menjadi lebih pendek dan kesepakatan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan mengacu pada harga CPO internasional di bursa berjangka Kuala Lumpur (MDEX). Sementara, mekanisme pemasaran CPO perkebunan negara masih tetap melalui kantor pemasaran bersama sesuai surat keputusan direksi seluruh PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Negara). Penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan dua kali seminggu (Pahan 2006).

Dalam pemasaran produknya PT Tapian Nadenggan melakukan kerja sama penjualan hasil produksinya kepada PT Sinar Mas atau perusahaan lain sampai akhir tahun 2010, kapasitas pasokan bahan baku yang dipasok kepada PT Sinar mas sejauh ini berkisar antara 50.000 ton sampai dengan 60.000 ton per


(49)

tahunnya. Namun pasokan bahan baku masih dinilai kurang dikarenakan PT Sinar mas saat ini diperkirakan mampu mengolah CPO menjadi produk olahan mencapai 600.000 ton/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut apabila PT Tapian Nadenggan berupaya untuk menaikkan kapasitas produksi CPO menjadi 90.000 ton per tahun maka dinilai hasil produksi masih dapat diterima dan diserap oleh PT Sinar mas. Saat ini, permintaan kebutuhan bahan baku CPO oleh industri olahan yang ada di Sumatera Utara mencapai 4.800.000 ton per tahun yang didominasi oleh tujuh perusahaan besar swasta yaitu, Musim Mas, Raja Garuda Mas, Sungai Budi, Karya Mas, Projana Nelayan, Hasil Karsa, Sinar Mas, ketujuh perusahaan merupakan perusahaan yang paling besar menyerap bahan baku CPO sebagai produk olahannya. Dalam kegiatan bisnisnya PT Tapian Nadenggan melakukan alur bisnis dengan mekanisme yang telah ditetapkan oleh perusahaan mekanisme tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

6.1.1.2 Proyeksi Permintaan Crude Palm Oil (CPO)

Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, hinga awal 2008, produksi minyak kelapa sawit indonesia telah mencapai 18 juta ton (GAPKI 2008). Perkembangan industri kelapa sawit sangat didukung oleh luas areal perkebunan kelapa sawit, kebijakan pemerintah, serta biaya tenaga kerja yang relatif rendah dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2007, sekitar 46 persen dari total produksi minyak kelapa sawit dunia berasal dari Indonesia, disusul oleh Malaysia yang memiliki kontribusi sebesar 41 persen dari total produksi dunia. Sampai dengan tahun 2006, luas lahan yang ditanami kelapa sawit mencapai 5,9 juta hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Kondisi konsumsi domestik akan CPO, PKO dan produk turunannya seperti minyak goring menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan produktivitas. Permintaan konsumsi diperkirakan akan terus meningkat salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan penduduk nasional yang diperkirakan sebesar 1,06 persen per tahun. konsumsi CPO untuk kebutuhan industri hilir dalam negeri sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar 12,17 juta ton, kebutuhan kapsitas olah dari industri olahan PT Sinar-Mas sebesar 600.000 ton per tahun. Artinya kebutuhan untuk industri pengolahan CPO masih terbuka luas mengingat PT Tapian Nadenggan masih berproduksi pada kisaran 50.000 ton sampai dengan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)