Makanan cepat saji TINJAUAN PUSTAKA

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan cepat saji

Produk makanan cepat saji dewasa ini beragam dan terus berkembang sehubungan dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Produk makanan cepat saji menjadi popular karena pelayanannya yang cepat, praktis, nyaman dan harganya yang relatif terjangkau. Bagi masyarakat kota, makanan cepat saji merupakan jawaban akan terbatasnya waktu dimana sebagian besar mobilitas kehidupan masyarakat kota dilakukan diluar rumah sehingga tidak punya waktu untuk makan didalam rumah Sudarisman, 1996 dalam Fitria, 2000. Menurut Bertram 1975 dalam Fitria, 2000 makanan cepat saji mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 makanan capat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin; 2 makanan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Secara umum produk makanan cepat saji dibedakan menjadi dua bentuk yaitu produk makanan cepat saji yang berasal dari barat dan lokal. Sementara dari jenis makanannnya produk fast food yang biasa dikonsumsi sebagai makanan jajanan pada saat ini terdiri dari makanan utama atau biasa dikenal dengan istilah meals, makanan kecil atau biasa disebut dengan snack dan minuman yang biasa disebut beverages Fardiaz Guhardja, 1996 dalam Fitria, 2000. Sementara menurut Kaushik, at all 2011 makanan cepat saji mengacu pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan cepat saji biasa dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Sebagian besar junk food adalah fast food tetapi tidak semua fast food dikatakan sebagai junk food, terutama ketika fast food tersebut bergizi. Tabel 2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji Tipe makanan Definisi Jenis Fast food Makanan cepat saji yang dijual di restoran atau toko yang dengan cepat disiapkan dan cepat disajikan Burgers, pizza, fried chiken. Junk food makanan dengan kandungan kalori tinggi, kandungan gula lemak garam tinggi dan nilai gizi yang rendah dalam hal protein, serat, vitamin dan kandungan mineral. Chipskeripik, coklat, es krim, makanan ringan dll. Instan food Makanan yang mengalami pengolahan khusus yang siap untuk disajikan dalam sekali makan atauterdispersi dalam cairan dengan waktu memasak yang singkat Mie instan, corn flakes, bubuk sup, bubur instan, spagety. Street food Makanan siap saji yang dijual oleh penjaja di jalan-jalan atau vendortempat umum. Siomay, batagor, cilok, otak-otak, cakwe dll. Sumber : Modifikasi Kaushik, at all. 2011 dalam Journal Indian Pediatrics Makanan cepat saji merupakan makanan yang paling digemari oleh remaja khususnya mahasiswa yang masih tergolong pada remaja akhir. Hal tersebut karena makanan cepat mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Sebenarnya makanan cepat saji tidak selalu membahayakan bagi kesehatan, hal tersebut dapat tergantung dari kemampuan pemilihan makanan yang dimiliki seseorang. Mengkonsumsi makanan cepat saji tidak membahayakan kesehatan jika seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah berkembangnnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan. Sebagian besar masyarakat mungkin kurang memperhatikan keamanan pangan dari makanan cepat saji ini, resiko kesehatan yang dapat muncul dari makanan cepat saji ini dapat berupa kandungan kalori yang cukup tinggi jika pola konsumsinya tidak diatur, bahan tambahan pangan serta pengguaan kemasan yang digunakan untuk membungkus makanan. Berikut adalah faktor- faktor yang harus diperhatikan dalam memilh makanan cepat saji: 1. Penggunaan Kemasan Kemasan merupakan salah satu cara yang mudah untuk menempatkan makanan dalam kondisi apapun dan dimanapun yang bertujuan untuk kepraktisan. Selain mempermudah konsumen dalam mengkonsumsinya, kemasan makanan juga berguna untuk melindungi kualitas pangan juga dimaksudkan untuk promosi Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam BPOM, 2008. Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan dan keuntungannya. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa jenis polimer yaitu Polietilen tereftalat PET, Polivinil klorida PVC, Polietilen PE, Polipropilen PP, Polistirena PS, Polikarbonat PC dan melamin. Diantara kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polistirena terutama polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan BPOM, 2008. Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu mempertahankan pangan yang panasdingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan, dan inert terhadap keasaman pangan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan polistirena foam digunakan untuk mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut. Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur ayam, bakso, kopi, dan yoghurt BPOM, 2008. Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan antara lain adalah: sifat bahan kimia pangan serta stabilitasnya dalam hal komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi, kemungkinan reaksi dan kecepatan reaksi terhadap bahan kemasan, pengaruhnya dengan suhu dan waktu. Sifat bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama. Apakah bahan kimia tersebut mudah termigrasi, misalnya pangan dengan kadar lemak tinggi atau pangan bersuhu tinggi, tidak boleh dikemas dengan plastik yang dapat berpeluang melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik kedalam pangan, serta evaluasi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi yang dikandung pengemas. Evaluasi terhadap faktor lingkungan ini diperlukan karena mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak dan jenis senyawa toksik dalam kemasan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan adalah BPOM, 2012 : a. Sesuai derajat asam basanya pH Pangan memiliki kadar asam basa yang beragam. Ada pangan yang bersifat asam, netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam sebaiknya tidak dikemas dalam kemasan yang terbuat dari logam. Sedangkan pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan dengan banyak jenis bahan pengemas. b. Suhu saat pengemasan dan penyimpanan. Pengemasan pangan ada yang dilakukan pada saat pangan bersuhu tinggi diatas 60 o C, suhu kamar, ataupun suhu rendah. Pengemasan pangan pada suhu tinggi, ataupun penyimpanan pangan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan migrasi bahan kimia toksik, misalnya formaldehid dari kemasan melamin dapat bermigrasi kedalam pangan pada suhu tinggi. c. Kandungan bahan kimia dominan Bahan kimia yang dominan dalam pangan dapat berupa protein, lemakminyak, garam dan sebagainya. Pemilihan kemasan sebaiknya disesuaikan dengan kandungan bahan kimia pada pangan. Sebaiknya kemasan yang dipilih adalah yang tidak bereaksi dengan bahan kimia pada pangan. Sebagai contoh: pangan berkadar garam tinggi, akan dapat mendegradasi kemasan logam. Salah satu resiko yang ditimbulkan dengan menggunakan beberapa jenis kemasan ini adalah kemungkinan untuk terjadinya migrasi bahan kima ke dalam makanan. Migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik itu polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan contoh formalin dari kemasanwadah melamin kedalam pangan. Migrasi bahan kimia tersebut memberikan dampak berupa penurunan kualitas pangan dan keamanan pangan, juga menimbulkan efek terhadap kesehatan. Jumlah senyawa termigrasi pada umumnya tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang bersifat kumulatif dan karsinogenik. Faktor yang mempengaruhi migrasi adalah jenis serta konsentrasi bahan kimia yang terkandung, sifat dan komposisi pangan, suhu dan lama kontak serta kualitas bahan kemasan jika bahan bersifat inert atau tidak mudah bereaksi maka potensi migrasinya kecil dan demikian pula sebaliknya BPOM, 2012. Migrasi bahan toksik merupakan masalah serius jangka panjang bagi kesehatan konsumen, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dalam pemilihan kemasan pangan. Menyikapi keberadaan jenis bahan kemasan yang mudah berimigrasi kedalam produk pangan, diperlukan kebijakan khusus yang efektif dan mencapai sasaran dalam pemilihan kemasan BPOM, 2012. Beberapa jenis bahan kemasan yang biasa digunakan BPOM, 2012.: a. Kemasan Plastik Plastik adalah campuran yang mengandung polimer, filler, pemlastisplasticizer, pengawetretard, nyala, antioksidan, lubrikan, penstabilstabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak digunakan adalah polietilen, polipropilen, polivinil klorida dan polistirina. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa tersebut diantaranya: senyawa kimia toksik, yang merupakan akibat bermigrasinya plastik dengan produk pangan, yang dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya waktu kontak. b. Kemasan Logam Kemasan kaleng dapat terbuat dari berbagai jenis logam misalnya seng, aluminium dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan manusia. c. Kemasan Kertas dan Sejenisnya Bahan pengemas yang berasal kertas dan sejenisnya sudah lama dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur kertas selulosa dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa, fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas terkadang digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor. Mengingat penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman bagi kesehatan, maka pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik. Salah satu bahaya penggunaan kertas bekas sebagai pengemas pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme, sehingga dapat merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Apabila kertas bekas yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan yang berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas dapat melarutkan timbal Pb yang terkandung pada tinta dan bermigrasi ke produk pangan. Mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi timbal dapat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan keracunan akut yang ditandai dengan munculnya rasa haus dan rasa logam. Gejala lain yang dapat muncul adalah sembelit, kram perut,mual, muntah, kolik, dan tinja berwarna hitam, dapat pula disertai dengan diare atau konstipasi. Terhadap susunan saraf pusat, timbal anorganik dapat menyebabkan paraestesia, nyeri dan kelemahan otot, anemia berat dan hemoglobinuria akibat hemolisis. Selain itu keracunan timbal berat, dapat pula menimbulkan kerusakan ginjal, gagal ginjal akut, dan kematian yang terjadi dalam 1-2 hari. Apabila keracunan akut teratasi, umumnya akan terlihat gejala keracunan Pb kronik. Terpapar timbal kronik diketahui bersifat neurotoksik menyerang saraf dan akumulatif, bahkan dapat menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal nefrotoksik, sistem hemopoietik, saluran pencernaan, pada laki-laki dapat menyebabkan penurunan kualitas sperma sehingga dapat menyebabkan kemandulan, menurunkan fertilitas, dan berpotensi menurunkan kecerdasan IQ pada anak - anak. Kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan klor chlorine, bila terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin yaitu suatu senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan karena bersifat karsinogenik menyebabkan kanker. Pada konsentrasi yang tinggi dioksin dapat menyebabkan penyakit kulit chloracne jerawat yang parah disertai dengan erupsi kulit dan kista. Selain itu dioksin juga dapat menyebabkan penurunan hormon reproduksi pria hingga 50 dan menyebabkan kanker prostat dan kanker testis. Sedangkan pada wanita, dioksin dapat menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni jaringan selaput lendir rahim yang tumbuh di luar rongga rahim d. Kemasan KacaGelas dan Porselen Kacagelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca juga dapat diberi warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang memiliki sifat-sifat tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik, biasanya sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite dengan beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang bersuhu tinggi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih gelas, atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu pembakaran pada saat pembuatan serta bahan bakunya.Porselen dibuat dengan cara dibakar pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200°C. Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran kurang dari 800°C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga kurang baik.Porselen dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi senyawa kimia kalsium karbonat CaCO3 dan magnesium karbonat MgCO3 dari dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas dan kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori, pupuk dan pertanian. Warna porselen umumnya putih, sedangkan bila dengan bahan dolomite akan berwarna agak kusam. 2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji Selain bahaya yang disebabkan oleh penggunaan kemasan, kandungan gizi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan makanan cepat saji dianggap membahayakan bagi kesehatan tubuh. Setiap makanan memiliki kandungan gizi tertentu sesuai dengan bahan yang diolahnya baik itu makanan ringan dalam kemasan yang pada umumnya siap disantap langsung maupun makanan olahan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas seperti makanan jajanan street food mapun fast food. Makanan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas, seperti makanan jajanan bakso, siomay, gorengan dll umumnya tidak dapat diketahui dengan pasti kandungan gizi dari makanan tersebut kecuali bagi seseorang yang mengetahui rata-rata zat gizi dari makanan tersebut dari perhitungan sendiri maupun perhitungan yang sudah ada. Tetapi pada makanan kemasan yang siap dikonsumsi dan memiliki izin peredaran dari BPOM umumnya harus memenuhi kriteria tertentu dalam pendistribusiannya salah satunya dengan mencantumkan Informasi nilai gizi pada makanan tersebut. Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists dalam republika, 2010 manfaat memperhatikan nilai gizi makanan kemasan adalah dengan memperhatikan porsi sajian menunjukkan seberapa banyak porsi dalam kemasan tersebut bisa disajikan, membantu memperkirakan seberapa banyak kalori yang dikonsumsi setiap penyajian, mengetahui jumlah total dari lemak, termasuk lemak jenuh dan lemak trans. Lemak tersebut dapat meningkatkan risiko kolesterol tinggi dan penyakit jantung, menghindari alergi bahan makanan tertentu. Pemilihan makanan kemasan untuk mengetahui nilai gizi, dapat melalui informasi kandungan gizi yang tertera pada produk makanan kemasan. Di Indonesia, Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi dapat diartikan sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan BPOM, 2009. Akibat yang muncul dari konsumsi makanan instan ini adalah menimbulkan dampak negatif bagi tubuh, salah satunya memicu timbulnya penyakit degeneratif karena kandungan zat gizinya yang tidak seimbang. Konsumsi diet tinggi gula, lemak jenuh, garam dan kalori dapat menyebabkan awal perkembangan obesitas, dislipidemia hipertensi, dan toleransi glukosa Kaushik, et all, 2011. Konsumsi makanan yang dianjurkan adalah makanan pokok 3x sehari dan membatasi makanan ringan untuk 2x sehari. Dimana konsumsi makanan ringan harus dibatasi sebesar 100-200 kalori Ladock, 2012. 3. Bahan tambahan makanan Kehadiran makanan baik itu makanan kemasan maupun makanan olahan lainnya tidak luput oleh peranan bahan tambahan makanan BTM atau yang sering disebut pula bahan tambahan pangan BTP. Definisi Bahan Tambahan Pangan BTP menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sementara menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan diantaranya adalah untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak, memberikan warna dan aroma lebih menarik, meningkatkan warna dan aroma lebih menarik, menghemat biaya. Peran bahan tambahan makanan sangatlah besar dalam menghasilkan produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan tersebut bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, dengan rasa dan tekstur yang lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan tambahan makanan ini telah terbukti tidak membahayakan kesehatan. Namun demikian, penggunaanya dalam dosis yang tidak terlalu tinggi atau melebihi ambang yang diizinkan akan menimbulkan masalah kesehatan Sinaga 2008. Bahan tambahan pangan yang terdapat pada makanan kemasan seperti; pewarna, pengawet, pemanis dan penguat rasa Ramayulis dkk, 2008. Maraknya penggunaan BTP pada makanan ringan terkait dengan beragam tujuan. Para produsen biasanya menggunakan BTP untuk mencegah produk dari bau apek tengik, misalnya pada makanan ringan yang mengandung banyak minyak, maka ditambahkan BTP antioksidan.Selain itu pada makanan ringan biasanya ditambahkan BTP penguat rasa MSG agar makanan berasa gurih, serta ditambahkan juga BTP perisa untuk menghasilkan berbagai macam flavor seperti rasa pizza, rasa sate ayam dan barbeque. Peraturan mengenai penggunaan BTP di Indonesia dituangkan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Permenkes 72288 tersebut adalah antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna pewarna alam pewarna sintetik, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, sekuestran. Berikut adalah jenis dan jumlah penggunaan bahan tambahan yang diperbolehkan: Tabel 2.2 Jenis Bahan Pengawet yang Diperbolehkan Jenis pengawet Jumlah maksimum penggunaan 210 Asam benzoate 1gkg 211 Natrium benzoate 1gkg 220 Belerang dioksida 500mgkg 280 Asam propionate 2gkg roti3gkg keju olahan Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004 Tabel 2.3 Jenis Bahan Pewarna yang Diperbolehkan Jenis Pewarna Jumlah maksimum penggunaan 124 Ponceau 4R 70mgL minuman 300mgkg makanan 129 Merah allura 70mgL minuman 300mgkg makanan 127 Erythrosine 300mgkg Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004 Gambar 2.1 Ukuran Yang Tepat Dalam Memakai Pengawet Dan Pewarna Yang Aman Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004 Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk. Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya seperti komite JECFA Joint FAOWHO Expert Committee on Food Additives maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek toksikologinya terutama pada manusia. Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu sebagai berikut: Asam borat boric acid dan senyawanya Asam salisilat dan garamnya salicylic acid and its salt Dietilpirokarbonat diethylpyrocarbonate, DEPC Dulsin dulcin Kalium klorat potassium chlorate Kloramfenikol chloramphenicol Minyak nabati yang dibrominasi brominated vegetable oils Nitrofurazon nitrofurazone Formalin formaldehyde Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk memastikan pangan yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya BPOM, 2004 seperti : Rhodamin B Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan. Boraks Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks Na2B4O7.10H2O dan asam borat H3BO3 digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Formalin Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan perut. Sedikitnya 30 mL sekitar 2 sendok makan formalin dapat menyebabkan kematian. 4. Pemilihan Makanan Definisi istilah pemilihan makanan mengandung makna kekuatan kemauan orang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Istilah ini mengukur seberapa kuat pemilihan tersebut dan faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan tersebut sering menjadi fokus yang utama Gibney, 2009. Pengendalian dalam makna pemilihan makanan disini dapat diartikan kemampuan sesorang dalam memilih makanan dari aspek apapun baik berupa makanan yang sesuai dengan selera suka tidak suka maupun makanan yang sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang baik. Menurut Gibney 2009 keterlibatan sesorang terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice memilih setelah mendapatkan informasi. Keterlibatan yang tinggi maupun rendah dalam memahami makanan yang dikonsumsinya mengarahkan sesorang untuk memiliki kemampuan melakukan pemilihan yang baik maupun kurang baik. Keterlibatan yang tinggi seperti selalu meperhatikan kandungan gizi, komposisi, tanggal kadarluasa, perhatian yang tinggi terhadap penggunaan bahan tambahan pangan, serta perhatian terhadap penggunaan kemasan yang digunakan.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan

Dokumen yang terkait

Analisis koleksi buku perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 2 86

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

7 35 188

faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makanan mahasiswa kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

1 10 136

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Upper Limb Extremities Mahasiswa Ketika Proses Belajar Mengajar di Kelas di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 20 174

Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Interprofessional Education

9 134 137

Pengadaan bahan pustaka pada perpustakaan Fakultas Kedokteran dan ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 9 87

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji ( fast food) tahun 2009

0 21 71

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013

1 18 114

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program StudiKesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

1 11 185