sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun
presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam pemilihan makanannya.
5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti
penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar Gibney, et al, 2009. Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi
seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut sensori seperti rasa, warna,tekstur, dan bentuk dapat berkontribusi dengan preferensi makanan
individu. Namun kepekaan terhadap atribut sensoris berkaitan dengan fungsi fisiologis organ tubuh. Fungsi fisiologis ini berkaitan pula dengan usia, umumnya
penurunan fungsi fisiologis akan mempengaruhi pemilihan makanan terutama pada usia lanjut.
Rasa adalah jumlah dari semua rangsangan sensorik yang dihasilkan oleh konsumsi makanan Eufic, 2005. Menurut Drewnowski 1997 dalam Widyawati
2009 menyatakan bahwa faktor rasa pada intik pangan tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Perbedaan gender dalam indera telah dilaporkan di beberapa
penelitian Tilgner dan Barylko-Pilielna 1959 dalam Weaver, 1997 menemukan wanita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk manis
dan asin tapi kurang selera untuk asam dan tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin untuk kepahitan. Dalam sebuah survei di seluruh dunia oleh
National Geographic Society Gilbert dan Wysocki, 1987 dalam Weaver, 1997,
perempuan ditemukan merasakan aroma lebih akut daripada laki-laki. Hasil analisis menunjukkan responden yang mengangap variabel rasa
penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 96,7 repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting
yaitu sebesar 6 3,3 responden. Bila dilihat hubungannya responden yang menganggap rasa merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan
makanan memiliki pemilihan makanan cepat saji baik yang lebih tinggi yaitu sebesar 83,3 dibandingkan yang menganggap rasa merupakan variabel penting
dalam pemilihan makanan yang hanya 60. Sementara hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan
cepat saji p-value = 0,406. Hal ini dimungkinkan karena variabel umur dalam penelitian ini bersifat homogen dalam arti bahwa rata-rata usia respoden sama
termasuk kategori remaja akhir berbeda halnya jika variabel umur dalam penelitian ini bervariasi termasuk didalamnya lansia. Menurut Sayuti 1998
pada orang usia lanjut, terjadi atrofi papilla lidah sehingga permukaan lidah cenderung menjadi licin. Atrofi dimulai dari ujung lidah dan sisi lateralnya. Hal
tersebut tentu saja berpengaruh pada menurunnya jumlah reseptor cecapan rasa sehingga terjadilah penurunan sensitivitas rasa. Sehingga sensitifitas rasa pada
remaja tidak terlalu diperhatikan akibatnya tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan cepat saji.
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rasa tidak berhubungan dengan pemilihan makanan pada penelitian ini adalah karena variabel jenis kelamin,
responden yang ikut pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada laki- laki hal ini dapat terlihat pada penelitian ini presentase perempuan lebih banyak
sebesar 85,1 dibandingkan
laki-laki yang
hanya 14,9.
Menurut Wreksoatmodjo 2004 antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam
sensitivitas terhadap rasa. Belum diketahui secara pasti dimana letak perbedaan tersebut namun ditengarai terdapat pengaruh aspek neurologis terhadap rasa
pengecapan. Gangguan rasa pengecapan lebih banyak dirasakan pada pria sementara banyak yang menilai perempuan lebih peka terhadap rasa, oleh karena
itu kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan dalam penelitian ini rasa tidak berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji.
Oleh karena itu, walaupun rasa tidak mempengaruhi dalam pemilihan makanan karena responden masih memiliki fungsi fisiologis yang masih baik,
akan lebih baik jika tetap diperhatikan karena biasanya pada usia seperti ini, perbedaan perhatian terhadap rasa lebih disebabkan karena perbedaan selera,
misalnya lebih menyukai rasa asin, manis, maupun gurih. Biasanya rasa berkaitan dengan bumbu makanan, seseorang yang lebih menyukai rasa asinmanis
cenderung menambahkan bumbu seperti garamgula pada makanannya atau seseorang yang lebih menyukai rasa gurih cenderung menambahkan bumbu
seperti penyedap pada makanannya. Hal ini tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk menciptakan rasa yang sesuai
selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut.
6. Hubungan Tekstur Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji