Sementara dari penelitian ini dapat diketahui bahwa orang yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak pada orang yang tidak mengekos atau berpindah
tempat tinggal yaitu sebesar 80 sehingga kemungkinan penyebab tidak adanya hubungan adalah karena pengaruh keluarga yang dominan dalam pemilihan
makanan cepat saji, hal ini dapat dilihat dari hasil peneilitian ini, responden yang memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi pada responden yang tidak
mengekos yaitu sebesar 70 dibandingkan yang tidak mengekos yaitu sebesar 53,7. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat pada setiap individu,
perilaku makan seseorang tidak jauh berbeda dengan keluarganya, karena pendidikan awal seorang individu berasal dari lingkungan keluarga. Adanya
kecenderungan pengetahuan yang baik pada responden penelitian ini kemungkinan disebabkan karena memang lingkungan keluarga responden
mendukung untuk memiliki pengetahuan yang baik pula, sehingga pemilihan makanan cepat saji yang baik dari keluarga mendorong mereka juga untuk
terbiasa memilih makanan cepat saji yang baik. Responden dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki pengetahuan
yang baik dan perilaku memilih makanan cepat saji yang baik pula. Oleh karena itu, akan lebih baik jika memang pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang
baik tersebut dipertahankan agar menjadi suatu kebiasaan yang baik dalam memilih makanan.
3. Hubungan Status Gizi Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Status gizi merupakan bagian yang penting dari status kesehatan sesorang
Suhardjo, 2003. Status gizi pada umumnya merupakan dampak dari pola
konsumsi seseorang yang berakibat pada kecenderungan terhadap status gizi normal, atau tidak normal kurus dan gemuk. Indikator status gizi diukur
berdasarkan pembagian berat badan berbanding tinggi badan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa presentase repsonden yang tergolong
status gizi normal lebih tinggi yaitu sebesar 61,9 dibandingkan dengan responden yang tergolong status gizi kurus yang hanya 32 dan gemuk 6,1
responden. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki status gizi normal cenderung untuk melakukan pemilihan makanan baik yaitu
sebesar 71,4 dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus dan gemuk. Bila dilihat hubungannya, terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji p-value = 0,001. Hubungan ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang memiliki
status gizi normal, ia terbiasa untuk memilih makanan yang baik sehingga mempengaruhi status gizi mereka. Hal ini dapat terlihat dari beberapa variabel
yang dapat menggambarkan pemilihan ma kanan seperti; “memperhatikan
konsumsi rendah kalori dan rendah lemak”, responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak menyatakan
“kadang-kadang“ memperhatikan asupan rendah lemak dan rendah kalori dengan masing-masing presentase 62,5 dan
67. Berbeda halnya pada responden dengan status gizi kurus, mereka
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang kurang baik lebih tinggi yaitu sebesar 52,2. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kategori status
gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, pada responden
dengan kategori IMT kurus sebanyak 50 responden lebih cenderung untuk “tidak” memilih makanan yang rendah kalori, dan sebanyak 46,6 “tidak”
memilih makanan yang rendah lemak, bila dilihat perilaku memilih makanan cepat saji orang yang memiliki status gizi kurus justru seharusnya mengarahkan
mereka kepada status gizi yang lebih seperti pendapat yang dikemukakan Arisman 2004 yang menyatakan bahwa makanan olahan mengandung tinggi
kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada obesitas. Namun hal ini justru sebaliknya, mereka sudah mengkonsumsi makanan
yang tinggi kalori namun masih tetap berada pada status gizi kurus, kemungkinan hal ini disebabkan responden yang memiliki status gizi kurus yang ikut dalam
penelitian ini memiliki laju metabolisme basal tubuhnya tinggi, laju metabolisme basal maksudnya adalah jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh seseorang
dalam keadaan beristirahat, setiap orang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang berbeda-beda. Pada orang yang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang
tinggi, cenderung sulit gemuk kemungkinan hal inilah yang menyebabkan pada sebagian orang yang banyak makan, namun tetap kurus Heidy, 2012. Akibatnya
karena merasa tubuhnya kurus mereka cenderung banyak makan dan memilih makanan yang tinggi kalori dan lemak.
Sementara pada responden yang tergolong status gizi gemuk lebih tinggi memiliki pemilihan makanan yang kurang baik yaitu sebesar 66,3. Namun bila
dilihat kecenderungannya dengan membandingkan kategori status gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, responden dengan status gizi gemuk
lebih banyak menyatakan “kadang-kadang” memilih makanan yang rendah kalori
dan rendah lemak sebesar 72,7, hal ni menunjukan seseorang yang memiliki status gizi gemuk memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memilih makanan yang
rendah kalori dan lemak. Kemungkinan responden dalam penelitian ini kondisi gemuknya lebih dipengaruhi oleh variabel gentik, sehingga walaupun mereka
cenderung memperhatikan asupan kalori dan lemak namun karena genetik lebih dominan pengaruhnya, mereka tergolong pada status gizi gemuk. Menurut Syarif,
2003 dalam Hidayati 2005 bila kedua orang tua obesitas, 80 anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40 dan
bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan
gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet.
Sementara, stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas
melalui efek resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang buruk Kopelman 2002 dan
Newnham 2000 dalam Hidayati 2005. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi
fenotipe Newnham,2000 dalam Hidayati 2005 sehingga dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, seseorang yang gemuk kemungkinan bisa disebabkan
oleh variabel lain yang pengaruhnya lebih kuat seperti genetik. Oleh karena itu, pada responden dengan status gizi normal yang
cenderung memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik diharapakan dapat
mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan
meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal metabolisme basal.
4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan